24 : SALING MENERIMA

2.6K 206 6
                                    

Ada flashback yang gak aku masih tanda.

Happy reading!

•••

”Aku gak mau putus!”

Irene mematikan panggilan, jantungnya berdegup kencang, seingatnya ia sudah memblokir kontak, sosial media, dan segala yang berhubungan dengan Bram, memastikan pria itu tak lagi bisa menghubunginya. Memikirkan itu semua membuat Irene tidak menyadari jika waktu terus berjalan dan sampai pada jam makan siang berdenting dan Irene menggelengkan kepala dengan beberapa ajakan makan di luar. Ia tidak berselera meski hanya untuk makan.

”Kayak lagi di kejar rentenir aja, Ren.”

”Hah? Kenapa?”

”Keringetan tuh!”

Dinda menyodorkan tisu pada Irene, terkekeh kemudian melambaikan tangan dan keluar dari ruangan. Irene melemparkan ponsel ketika nomor baru kembali muncul, di susul pesan-pesan yang membuat ponselnya berisik oleh notifikasi.

0888-xxxx-xxxx

Mau aku yang ke atas atau kamu yang turun?
Jangan sembunyi, aku tau kamu ada di kantor
P
P
P

Irene menarik nafas panjang, menghembuskan nafasnya pelan dan beranjak seraya menggenggam ponsel menahan amarah. Pernah dengar tidak, jika ingin melihat pria brengsek atau tidak, lihat sikapnya jika sudah tidak memiliki hubungan.

Bram adalah definisi brengsek sesungguhnya.

Selingkuh, meninggalkan, putus secara sepihak dan sekarang dengan tidak malunya ingin kembali ketika rasa sakit sudah ia torehkan begitu dalam.

”Mau apa sih lo?!”

Bram tersenyum melihat Irene mendatanginya.

”Gak usah galak-galak, Irene yang dulu kemana?”

”Gak penting ’kan? Lo cuma buang-buang waktu gue doang!”

Mendengarnya Bram mengepalkan tangan, menarik tangan Irene kasar dan membawanya ke mobil. Irene berontak, menolak dibawa jika saja Bram tidak lebih dulu melabuhkan ciuman kasar di bibirnya.

Irene mendorong dada Bram membuat ciuman itu terlepas.

”Kamu cuma perlu balik sama aku, gampang ’kan?”

Irene berdecih, ia memalingkan wajah ke jendela dan hendak membuka pintu dan menggeram kesal karena Bram menguncinya. Melihat Irene kesusahan, Bram terkekeh, ia meminum sesuatu dan terlihat menahannya di mulut sebelum mencengkram rahang Irene, memaksa mulutnya agar terbuka.

Irene mendorong kembali Bram meski susah, tenaga pria itu jauh lebih kuat hingga Irene mampu merasakan pahit di mulut dan kerongkongannya ketika Bram berhasil memasukan sesuatu padanya hingga Irene merasa kepalanya pening, sekelilingnya berputar dan ia tak sadar.

”Cantik,” gumam Bram menyelipkan anak rambut Irene ke belakang telinga. Ia tersenyum kecil.

”Gak boleh ada yang bisa milikin kamu selain aku.”

Dengan tak berperasaan, Bram menodai Irene, merampas sesuatu yang tak pernah gadis itu berikan selama menjalin hubungan asmara dengannya.

Hingga ketika membuka mata, Irene berada di tempat asing dengan sekujur tubuh terasa remuk dan sakit. Bertelanjang dengan selembar selimut dan sprei berceceran darah, di ruangan itu tidak ada orang lain selain dirinya. Irene kotor, ia seperti ampas yang dibuang setelah tak terpakai.

”Anye?”

Irene menggelengkan kepala ketika Ladit masuk ke ruangan tempat dirinya di rawat. Ia tersenyum melihat Ladit kembali dengan kotak P3K di tangannya.

Ladit Panji SusenaWhere stories live. Discover now