Bab 9 : Pertentangan di Antara Kewajiban dan Hati

7 3 0
                                    

Suara telepon berdering di tengah malam yang sunyi, membangunkan Énigme dari tidurnya yang lelap. Ia menjawab dengan agak tergesa-gesa, mendengarkan dengan serius apa yang dikatakan oleh Camille di ujung sana. Camille berbicara tentang lukisan yang hilang dari Château d'Art, suatu peristiwa yang membuatnya curiga. Namun, tanpa bukti yang cukup, ia hanya bisa berspekulasi bahwa salah satu petugas kebersihan yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Énigme mendengarkan dengan cermat, hatinya berdebar-debar. Dia tahu bahwa dia sendiri yang telah mencuri lukisan itu. Namun, ia tidak bisa mengungkapkan kebenaran kepada Camille bahwa ia adalah pencuri lukisan yang menyamar sebagai petugas kebersihan itu.

"Apakah kau yakin itu bukan tindakan orang dalam, Camille?" tanya Énigme dengan nada khawatir, berusaha menyembunyikan rasa bersalahnya di balik keraguan palsu.

Camille terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "Aku tidak tahu, Énigme. Tapi aku tidak bisa melepaskan perasaan bahwa ada yang aneh dengan semua ini."

Énigme menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Aku tahu kau yang mencurinya," ucap Camille tegas, tanpa ampun. "Aku tahu itu."

Énigme terdiam, tidak menyangka bahwa Camille akan menuduhnya langsung. "Camille, aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," jawabnya dengan cepat, suaranya sedikit gemetar.

Namun, Camille tidak percaya. "Jangan berpura-pura, Énigme. Aku tahu kau yang mencurinya," tegasnya lagi, kecurigaannya semakin menguat.

Énigme terdiam sejenak, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk meluruskan kesalahpahaman ini. Namun, dia tidak bisa mengungkapkan kebenaran bahwa dia memang yang mencuri lukisan itu. "Camille, aku tidak mengerti mengapa kau merasa begitu. Aku tidak punya alasan untuk melakukan sesuatu seperti itu setelah kau gagalkan aksi ku itu."

Camille menghela napas, merasa sedikit lega bahwa Énigme bukanlah pelakunya. Namun, rasa curiga dan ketidakpercayaannya masih menghantui pikirannya. Sebelum menutup telepon, Énigme mengajak Camille untuk bertemu dengannya di kedai kopi yang tenang di pinggiran kota besok sore. Dalam benaknya, Énigme merasa perlu membicarakan lebih lanjut dengan Camille untuk mengatasi kecurigaan yang muncul. Meskipun dia tahu bahwa dia sebenarnya adalah pelakunya, dia merasa penting untuk mencegah kecurigaan semakin membesar.

---

Di kedai kopi di pinggiran kota itu, suasana tenang dan nyaman terasa begitu menyegarkan di tengah hiruk pikuk kehidupan perkotaan yang sibuk. Cahaya remang-remang dari lampu-lampu gantung yang tergantung di langit-langit kayu memberi nuansa hangat, menciptakan aura intim yang sempurna untuk percakapan yang akan datang.

Énigme tiba lebih dulu, duduk di sudut kedai dengan seikat sinar matahari senja yang menyinari wajahnya yang tampan. Dia mengenakan kemeja lengan panjang yang longgar, dibiarkan terbuka di bagian atas, menampilkan tatapan cokelat hangatnya. Sementara itu, Camille datang beberapa saat kemudian sembari membawa tas laptop, memasuki kedai dengan langkah lembutnya yang elegan. Dia mengenakan gaun putih sederhana yang memperlihatkan keanggunan dan kecantikannya yang alami.

Mereka saling bertatapan sejenak, aura canggung terasa mengisi ruangan. Namun, dengan senyum hangatnya, Énigme memberi sinyal bahwa semuanya baik-baik saja. Mereka duduk berhadapan di meja kayu kecil, aroma kopi yang harum menggema di udara.

"Kau tahu, tempat ini selalu memberikan ketenangan bagi pikiran yang gelisah," kata Énigme, mencoba meredakan ketegangan.

Camille mengangguk, senyuman kecil terukir di wajahnya yang memesona. "Ya, benar sekali. Terima kasih telah mengajakku ke sini."

Percakapan mereka berlanjut, mengalir dengan alami seperti air yang mengalir di sungai yang tenang. Meskipun ada ketidaknyamanan yang terselip di antara kata-kata mereka, tetapi ketenangan yang mereka rasakan di kedai kopi itu membuat mereka merasa nyaman untuk membicarakan segala hal, termasuk tentang lukisan yang hilang dan rasa ingin tahu yang masih menyiksa pikiran Camille.

Énigme : Le Voleur de Mémoire.Where stories live. Discover now