Ruangan Galiga 2||

84 10 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
HAPPY READING 👻🌱

------------------------------------------------------------

     Di ruang Galiga 2 atau lebih tepatnya di ruangan tempat Jeman Ardika Saputra yang kerap dipanggil Dika adik bungsu dari keluarga kembar, yang mulai tersadar dari tidurnya. Ia membuka matanya menyesuaikan cahaya lampu yang tersorot ke arahnya. 

     Ia juga melihat ke arah samping atau lebih tepatnya di pinggir tempat ia tidur, ia melihat ada abangnya yang masih tertidur pulas disitu.

“A-bang bang, bangun” ucap lirih Dika yang mencoba untuk membangunkan abangnya yang ada di sebelahnya ini.

“Bang Juna. Bang bangun” 

      Juna yang merasa tidurnya terganggu karena ada seseorang yang memanggil namanya, perlahan-lahan ia membuka matanya yang terasa berat ini dan melihat ke arah orang yang memanggil nama dia.

“ASTAGA DIKAA” ucap kaget Jeno yang langsung tersadar dari kantuknya saat ini, “Dik lo ga papa?, ada yang sakit ga?, mau gue panggilin dokter?” ucap nya dengan berbagai pertanyaan ke arah Dika.

“Satu satu kan bisa bang Juna. Jangan kek kereta lah” keluh Dika ke Abangnya.

“Iya deh iya. Namanya juga kaget liat lo sadar, reflek dik” 

“Huum iya, bang mau air ini adeknya haus ga di kasih minum dulu” 

“Eh, iya nih minum dulu. Lo sih ga ngomong, aduh kasih sekali adek aku ini kehausan” ujar Juna yang terkekeh kecil melihat Dika yang masih minum air yang tadi ia beri.

“Bang, yang lain kemana?” tanya Dika ke Juna setelah melihat sekeliling hanya ada dia. “Yang lain tar nyusul ke sini jem, setelah bantu Haikal keluar dari ruang inapnya, jadi lo sama gue dulu” jelas Juna.

     Dika yang mendengar kata itu lantas melirik ke arah Juna untuk memberikan penjelasan dari kata inpa itu, ‘kenapa dengan bang Haikal, kejadian apa yang dia ga tau selama dia tidur di sini’ itu lah pertanyaan yang ada di dalam benaknya saat ini.

“Haikal kenapa bang?, apa yang gue ga tau selama gue ada di sini?. Jawab bang” ucap Dika ke arah Juna.

“Haikal cuma pingsan karena kecapekan dik, lo ga usah khawatir dan sekarang udah sadar ko paling bentar lagi juga kesini ko. Katanya cuma habisin infus doang tar boleh pulang” jelas Juna serta melihat tatapan betapa khawatirnya Dika ke Haikal selaku seorang adik ke abang nya.

“Jadi ga usah khawatir ok”

“Ayah sama mama seperti biasa?, bang” ucap Dika dengan nada sendu dan melihat ke arah pemandangan dibalik jendela kamar inapnya yang mengarah ke jalan kota tempat semua orang berlalu-lalang.

     Juna hanya bisa menghembuskan nafas berat, ia tau apa yang ada di dalam pikiran dika sekarang. Orang tua mereka memang seperti ini, lebih mementingkan urusan pekerjaan dengan alasan untuk ‘membiayai kebutuhan kita bersama’ itu yang selalu di ucapkan oleh mereka, rasanya Juna ingin sekali menegur mereka tapi dalam benak Juna mereka masih orang tua dan anak hanya bisa menurut akan perkataan orang yang telah melahirkan dan membesarkan mereka sampai sekarang ini.

     Tapi dengan adanya abang dan adik-adiknya yang selalu ada tidak masalah untuk hal itu, terkadang rumah yang beratap bukanlah tempat yang bisa di jadikan rumah yang sesungguhnya, tapi definisi rumah sesungguhnya ada di para saudara dan para teman tim nya yang selalu ada dalam jalan cerita kehidupannya saat ini, walaupun mereka hanya rekan tim tapi ia menganggap mereka layaknya saudara sekandung.

Kisah The Dream Misteri ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang