Dalam hitungan detik, Yudi merasakan ada yang aneh dalam tubuhnya. Tiba-tiba ia mengalami kejang, kedua bola matanya memutar, hingga tampak memutih.

"Pergilah ke sungai di belakang rumah Suparta, ambil batu di sana, dan bawa ke mari!" Titah Nyai Sekar.

Yudi yang sepenuhnya dikuasai oleh Nyai Sekar pun, segera berjalan menuju tempat sesuai perintah. Sementara Ahmad masih saja tergeletak tak berdaya di atas tanah. Ia hanya bisa menyaksikan semuanya dengan ratapan tangis. Begitu banyak penyesalan yang ia rasakan.

"Tak berguna!" Umpatnya dalam hati.

"Mau saya bantu,"

Ahmad menoleh, kedua matanya terbeliak melihat orang yang datang menawarkan bantuan.

"Ka-kamu!"

Orang itu membantu Ahmad berdiri. Tetapi, Ahmad menolak.

"Jangan sentuh saya!"

"Dari dulu kamu memang tak pernah berubah, selalu saja angkuh,"

"Saya tidak butuh bantuanmu, Heru!" Ahmad kembali menepis tangan Pak Heru saat pria itu memberi bantuan.

"Sepertinya, kamu harus tahu sesuatu, Mad. Semua orang di desa ini adalah pelaku, termasuk dia," Pak Heru tersenyum, sambil menunjuk ke arah gadis yang tengah berjalan tertatih-tatih, menuju tempat mereka berada.

Kening Ahmad mengernyit, "Adiba ..."

"Aarrgh!" Desis Ahmad ketika Pak Heru mendadak menjambak rambutnya.

"Dia tidak sepolos yang kamu kira, Mad! Dia bahkan lebih kejam, jika dibandingkan dengan Sekar!" Jelas Pak Heru.

Ahmad tak bisa berkata-kata lagi. Selain menahan rasa sakit, ia juga sedang berusaha mempertahankan kesadarannya. Entah, apa yang telah dilakukan gadis itu, sehingga sekujur tubuhnya terasa remuk redam.

"Kedatanganmu ke desa ini, memang mengacaukan segalanya. Jadi, lebih baik kamu mati penasaran, daripada kamu tahu yang sebenarnya." Pak Heru mengeluarkan parang yang disimpan di belakang bajunya. Parang itu penuh dengan noda darah, berarom anyir yang menyengat, dan amis.

Saat hendak menggorok leher Ahmad, Pak Heru menjeda aksinya.

"Jangan ganggu saya!" Pak Heru tampak kesal ketika Ilham datang mencegah perbuatan Pak Heru.

"Aku tidak akan membiarkan Anda membunuhnya,"

"Jangan buat saya marah, kalau bukan karena Asep, mungkin kau sudah lama mati, bocah tengik!" Umpat Pak Heru.

Dahi Ilham mengernyit, "Bapak?"

"Kau itu anak pilihan yang dipilih Sekar, untuk memberikannya keturunan. Andai saja kau tahu, apa yang sudah dilakukannya padamu, pasti kau berusaha membunuh wanita itu," ucap Pak Heru sembari melepas cepat, genggaman tangan Ilham.

Ilham kembali terdiam. Ia mencoba memahami ucapan pria yang hampir membunuh temannya itu. Anak pilihan? Apa maksudnya?

"Ham, jangan dengarkan dia! Dia hanya menipumu, Ham!" Teriak Ahmad.

"Berisik!"

SLASH!

Darah mengucur deras dari leher Ahmad. Rupanya Pak Heru benar-benar menggorok leher keponakannya sendiri tanpa belas kasih. Pak Heru tertawa menyaksikan Ahmad sekarat dengan kedua tangan memegang leher. Sementara Ilham menatap temannya itu dengan pandangan kosong.

"Demi sebuah hal yang tak pasti, kau tega membunuh saudaramu sendiri, Heru. Tepuk tangan yang meriah untukmu," Nyai Sekar berjalan sembari bertepuk tangan.

"Kalau bukan karena keserakahanmu, pasti semua ini tidak akan terjadi, Inah! Kau sudah kehilangan akal sehatmu, dengan memuja ilmu hitam. Dan menyeret saya jauh ke dalamnya." Balas Pak Heru dengan wajah datar.

JALAN PULANGOnde histórias criam vida. Descubra agora