Bab 18

581 33 0
                                    

"Mas Ahmad, apa Indah sudah ditemukan?" Tiba-tiba Pak Heru datang menanyakan keberadaan putrinya.

"Belum, Pak." Singkat Ahmad. Ia terkejut dengan kedatangan Pak Heru yang mendadak.

"Ya Allah ..." ucap Pak Heru pasrah. Ia duduk lemas di samping Ahmad.

"Sabar, Pak. Istighfar, minta petunjuk sama Allah," ucap Ahmad menenangkan Pak Heru.

"Astaghfirullahaladzim," lirih Pak Heru.

Pak Soleh sejak tadi hanya diam memperhatikan. Ia tak berani buka mulut. Dirinya hanya duduk sambil terus mengedarkan pandangan, barangkali ada petunjuk yang bisa ditemukan.

Sampai larut malam, keberadaan Indah belum juga menemui titik terang. Pak Heru mulai putus asa. Sementara Pak Sulaiman, sudah lebih dulu berpamitan pulang. Hanya ada Ahmad dan Pak Soleh yang menemani Pak Heru di rumah mendiang Popon.

"Pak Heru, Mas Ahmad, saya pulang dulu. Sudah malam, insya Allah besok saya bantu cari lagi," pamit Pak Soleh.

"Ya, Pak. Terima kasih atas bantuannya. Maaf saya merepotkan Bapak," balas Pak Heru dengan menjabat tangan Pak Soleh.

"Tidak apa-apa, Pak. Sudah menjadi kewajiban saya untuk membantu. Kita sebagai manusia, memang seharusnya saling tolong menolong. Kalau begitu saya pamit, Assalamu'allaikum," Pak Soleh berpamitan pulang. Dengan langkah sedikit tergesa-gesa, pria itu berjalan keluar ruangan sambil menenteng lilin di tangan.

"Wa'allaikumussalam," Pak Heru dan Ahmad menjawab salam Pak Soleh secara bersamaan.

"Mas Ahmad kalau mau pulang, pulang saja. Saya akan menginap di sini. Tidak baik, rumah orang yang baru meninggal dibiarkan kosong. Siapa tahu, nanti tiba-tiba Indah kembali dan mencari saya," ujar Pak Heru. Wajahnya terlihat lelah, kantung matanya membengkak. Lingkaran hitam di bawah mata menandakan jika pria itu kurang tidur. Menjadi Ketua RT memang tidaklah mudah, ada tanggung jawab yang harus ia pikul. Berbagai macam masalah belum ada satu pun yang selesai, kini ditambah pula ia harus kehilangan putri satu-satunya, yang hilang entah ke mana.

"Saya di sini saja, Pak. Saya ju-

"Mas Ahmad pulang saja. Tolong cek keadaan rumah, siapa tahu Indah sudah pulang." Potong Pak Heru.

Sebenarnya Ahmad ingin sekali menemani Pak Heru, tapi sepertinya Pak Heru membutuhkan waktu untuk sendiri. Peristiwa-peristiwa aneh yang terjadi, cukup menguras tenaganya. Belum lagi sekarang, ia kehilangan anak gadisnya. Pasti mentalnya sangat tertekan.

"Lebih baik, Bapak saja yang pulang. Biar saya yang tidur di sini. Sudah waktunya Bapak istirahat. Nanti, kalau Indah ketemu, saya akan segera mengantarnya pulang." Ujar Ahmad.

Pak Heru tak bergeming. Tatapannya kosong. Kejadian malam ini sungguh tak masuk akal. Indah tiba-tiba menghilang setelah arwah Popon muncul. Pak Heru sedikit curiga kepada Indah. Ada yang mengganjal dihatinya, namun Pak Heru belum sepenuhnya mengerti apa yang mengganggu pikirannya. Segera Pak Heru menepis pikiran buruknya. Indah adalah gadis yang baik, santun, dan juga rajin beribadah. Tidak mungkin Indah melakukan hal-hal yang buruk.

"Pak Heru, Pak." Tegur Ahmad dengan lembut.

"Ya, Mas." Pak Heru gelagapan.

"Bapak pulang saja ke rumah. Bapak perlu istirahat, biar saya saja yang di sini." Pinta Ahmad.

"Tapi, Mas ... nanti kalau In-

"Tenang saja, Pak. Saya akan segera mengantarnya pulang, jika nanti Indah ditemukan. Yang terpenting sekarang, Bapak pulang, istirahatlah di rumah." Sela Ahmad.

Pak Heru menghela napas panjang. Pikiran sedang kalut saat ini. Pria itu tak bisa berpikir jernih lagi. Banyak sekali masalah yang harus ia hadapi. Kepalanya terasa berat, ingin rasanya merebahkan tubuh di atas kasur hanya untuk sekadar melepas penat. Walaupun hal itu tak akan mempengaruhi batinnya yang tengah gelisah.

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang