Bab 10

658 36 1
                                    

Putri tewas seketika. Tangisan Pak Usman pecah. Para jemaah yang dalam keadaan baik-baik saja, mencoba membantu Pak Usman. Salah satu warga berlari mengambil lilin. Kemudian menyalakannya di setiap sudut ruangan. Meskipun lampu belum menyala, setidaknya mereka tidak tertelan kegelapan.

"Putriii! Putrii!" Isak Pak Usman memeluk jasad Putri.

Ahmad hanya terduduk lemas, ia merasa bersalah karena terlambat membantu Putri. Sementara Pak Parta terlihat memeluk sang putri, Adiba.

"Kenapa semua ini terjadi, Nduk." Lirih Pak Parta.

Adiba hanya menggeleng pelan. Ia sendiri tidak tahu, jika akan terjadi peristiwa naas malam ini. Adiba hanya mengikuti apa kata hatinya. Sebelum datang ke mushola, Adiba sedang belajar di rumah. Melihat awan mega yang hitam pekat, Adiba langsung bisa menebak jika akan terjadi sesuatu di desa. Hanya saja, dia tidak tahu pasti, apa itu.

Ketika sedang memastikan keadaan, Adiba sangat terkejut, saat melihat mushola yang diselimuti kabut putih. Dengan segenap keberanian yang ia punya, Adiba nekat masuk ke dalam mushola. Lalu, terjadilah rentetan peristiwa tragis itu.

"Kita bantu Pak Usman mengurus jasad cucunya. Kalau ada yang mengenali kerabatnya tolong beritahu sekarang. Biar proses pemakaman berjalan lancar." Ucap Pak Heru. Ia sendiri tengah bingung, melihat kondisi Indah yang memprihatinkan. Kepalanya berdarah akibat benturan. Pak Heru membaringkan tubuh Indah ke lantai, menyelimuti tubuhnya dengan mukena.

Para jemaah lain juga melakukan hal yang sama. Membaringkan tubuh para jemaah perempuan yang kesurupan. Ada pula yang segera mengantar anak-anak pulang. Mereka tak berhenti menangis, merengek minta pulang. Walau di luar hujan deras, tetapi mereka tetap memaksa. Sepertinya, pulang adalah langkah terbaik yang mereka pilih daripada harus menyaksikan tragedi berdarah lagi.

"Nduk, kamu pulang saja. Biar Bapak dan yang lain, yang mengurus jenazah Putri." Titah Pak Parta pada Adiba.

"Tidak, Pak. Adiba akan tetap di sini. Adiba takut, jika nanti akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," tolak Adiba.

"Tapi, tubuhmu basah kuyup. Bapak takut, kamu akan sakit nanti," balas Pak Parta cemas.

"Adiba baik-baik saja, Pak. Bapak tidak usah khawatir," Adiba mengulas senyum, terlihat dari kedua matanya yang menyipit.

Pak Parta hanya pasrah dengan keputusan Adiba. Dalam keremangan malam, para warga segera mengurus jasad Putri. Kesadaran Pak Usman sudah diambang pasrah. Ia berkali-kali bangun, dan tak sadarkan diri. Seakan menolak kematian sang cucu.

DIA ADA DI SINI!

Ahmad mendengar seseorang tengah berbisik di telinganya. Ahmad mengedarkan pandangan, menelisik ke seluruh ruangan, sampai ia berhasil menemukan bayangan seseorang tengah bersembunyi dibalik punggung Adiba.

Adiba yang merasa tidak nyaman dilihat oleh Ahmad segera memalingkan muka. Tanpa sadar, lampu sorotnya justru memperlihatkan wajah bayangan itu secara jelas.

"Ba-bapak!" Seru Ahmad ketika melihat sosok bapaknya tengah berdiri di belakang Adiba. Bapaknya tengah menatap tajam ke arahnya. Wajah pucatnya penuh dendam. Ia bahkan memperlihatkan kuku tajamnya, dan bergerak hendak menusuk Adiba namun, sosok itu segera terpental saat hendak mendekatinya.

Sosok itu bangkit, kemudian melesat cepat dan berdiri dihadapan Ahmad.

JANGAN PERCAYA DENGAN WANITA ITU! DIA ITU IBLIS!

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, sosok bapak Ahmad segera menghilang. Ahmad tampak kebingungan. Mencoba memercayai ucapan sosok yang menyerupai bapaknya.

"Mas Ahmad!" Tegur Pak Heru.

Suara Pak Heru membuyarkan lamunan Ahmad.

"Ya, Pak." Balas Ahmad.

JALAN PULANGWhere stories live. Discover now