Bab 4

869 49 1
                                    

"Istirahat, Mad. Sebentar lagi masuk waktu asar, aku harap kondisimu segera pulih. Sebelum maghrib, kita sudah harus berada di mushola. Orang-orang pasti menunggu kedatanganmu, kamu kan calon guru ngaji di sini. Jagalah kesehatan," tutur Ilham penuh tekanan.

"Baik, Ham. Terima kasih atas perhatianmu. Maaf, jika aku terlalu merepotkan," balas Ahmad.

"Santai saja, Mad. Aku ke kamar mandi dulu," ucap Ilham langsung melenggang pergi.

Ahmad merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit. Jauh di dalam sanubari, Ahmad merasa sangat terpukul. Kepedihan yang dipendamnya beberapa tahun silam, kini kembali ia toreh dalam lembaran kisah baru dalam hidupnya.

Permintaan Kiai Sobirin, justru membawanya kembali pulang. Mengizinkan luka yang sekian lama terkunci, kini terlepas bebas menguasai rapuhnya jiwa. Tangisan demi tangisan tak mampu menghapus jejak kenangan pahit yang ia kubur dalam-dalam.

Ahmad terisak kembali. Kali ini, tak ada lagi suara, hanya deraian air mata yang membasahi kedua pipi.

"Maaaass ..."

Ahmad terperanjat, kemudian mengedarkan pandangan. Ia kesusahan menelan saliva. Ahmad mencoba memertajam pendengaran, agar bisa mencari sumber suara yang memanggilnya.

Hening, tidak ada lagi suara.

"Maafkan Mas, Dek. Maafkan Mas," lirihnya pedih.

Senja hampir usai. Matahari nyaris tenggelam, jingganya menyisakan kenangan manis pemiliknya. Yang selalu merindui indah pesonanya yang sejenak terjeda, lalu kembali esok hari tuk mengobati lelahnya menunggu.

Siluet gadis berjilbab, membayangi langkah Ahmad. Pemuda itu tergesa-gesa mengejar bayangan sang gadis. Namun, sekian lama berlari, Ahmad terhenti. Ia terjebak dalam kesunyian lorong gelap. Ahmad kesulitan untuk melihat, semuanya gelap. Lalu, muncul setitik cahaya, bayangan seorang gadis kecil yang tengah menjulurkan tangan, berusaha memberi bantuan.

"MAS AHMAD!"

"Aaarrrgghh!"

Ahmad terhenyak, terbangun dari tidurnya. Ilham yang mendengar teriakan Ahmad, segera berlari menuju kamar.

"Ada apa, Mad? Kamu kenapa?"

Dengan napas tersengal-sengal, Ahmad melihat dengan jelas bagaimana rupa gadis dimimpinya. Dengan cepat ia mengatur ritme pernapasan.

"Astaghfirullahaladzim," Ahmad mengusap wajahnya yang penuh keringat.

"Kamu mimpi buruk ya, Mad. Sebaiknya, kamu ambil wudu, waktu shalat asar sudah mau habis. Setelah itu, kita langsung saja ke mushola. Kata Pak Heru, sudah banyak orang yang menunggumu, terutama anak-anak yang akan kau ajari nanti," ujar Ilham mengingatkan.

"Ya, Ham." Tukas Ahmad.

***

Suara lantunan azan maghrib sudah berkumandang. Para warga yang melaksanakan shalat maghrib pun beramai-ramai menuju mushola. Anak-anak kecil saling berlomba untuk sampai lebih dulu. Mereka sudah tak sabar untuk bertemu dengan guru ngaji yang baru.

"Assalamu'allaikum," ucap kedua pemuda asing yang baru saja tiba di mushola.

"Wa'allaikumussalam, Mas Ahmad, Mas Ilham. Silahkan duduk," Pak Parta berdiri memberi ruang pada kedua pemuda tersebut untuk duduk.

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang