33. Penantian Takdir

370 30 8
                                    

Nakula berjalan menuju dapur guna mengambil air hangat. Hari ini ia tidak masuk bekerja karena tubuhnya terasa tidak enak sejak bangun tidur. Angin malam membuatnya merasa tidak enak badan dan terus saja mual-mual.

Ketika satu tegukan air hangat itu membasahi kerongkongannya, suara bel yang berasal dari pintu berbunyi nyaring. Ia pun mengernyitkan kening, dan bertanya-tanya siapa yang ingin bertamu di siang hari ini.

Nakula pun tanpa berlama-lama bergegas untuk membukakan pintu karena bel terus saja di tekan. Ia terkejut bukan main ketika dibalik pintu itu ada seseorang yang sejak semalam memenuhi pikirannya, juga bersama dengan anak kecil yang kini sudah berdiri di bawah nya dengan membawa setangkai bunga mawar.

"Ni Hao!" sapa bocah itu dengan ceria.

"Hai Nakula, maaf jika kami mengganggumu siang-siang begini. Ji-jiao ingin bertemu dengan mu." tukas Abimanyu dengan sedikit terbata.

Nakula sendiri hanya bisa tersenyum canggung. "Oh gapapa kok, silakan masuk." Nakula mempersilakan kedua nya untuk masuk kedalam apartemen. Namun, tiba-tiba saja ponsel milik Abimanyu berbunyi.

"Maaf, kalian masuk saja. Aku harus mengangkat panggilan ini." izin pria itu pada keduanya.

"Baiklah."

Jiao dan Nakula pun masuk terlebih dahulu dan membiarkan Abimanyu menyelesaikan urusannya. Nakula mengajak anak itu untuk duduk di atas sofa.

"Kenapa kau ingin bertemu dengan kakak Jiao?" tanya Nakula.

"Apakah tidak boleh?" jawab Jiao.

"Bukan seperti itu, tapi kakak heran saja karena kau ingin bertemu dengan kakak."

"Jiao ingin mengobrol dengan mu lagi kak. Sejak pertama kali kita bertemu, Jiao merasa sangat tenang dan nyaman melihat bagaimana kak Nakula berbicara. Itu membuat Jiao ingin mendengarkan banyak hal lain darimu." ujarnya.

"Oh ya? memang nya Jiao ingin mendengarkan apa dari kakak?"

Anak itu nampak sedikit berpikir, dan kedua sudut bibir nya yang tersenyum lebar membuat Nakula penasaran. "Ceritakan padaku bagaimana Papa ketika masih muda? dan bagaimana Papa bisa jatuh cinta pada mu kak?"

Nakula tersentak kaget, tubuhnya menegang kala Jiao melontarkan pertanyaan itu dengan gampangnya dan tanpa ekspresi ambigu yang membuat nya akan merasa terganggu.

"A-apa yang kau bicarakan Jiao? kakak dan Papa mu hanya sebatas teman, kita tidak— "

"Jangan membohongi ku kak. Jiao sudah tahu semuanya." anak itu tersenyum lebar. Nakula bingung dan bertanya-tanya ketika Jiao nampak biasa-biasa saja dengan hal ini.

Diam nya Nakula membuat Jiao menghela nafas, ia ambil kedua tangan pria itu dan menggenggamnya. "Kakak tidak perlu khawatir, Jiao sudah tahu semua tentang mu dan juga Papa. Kak, kau adalah kekasih Papa bukan?"

"Jiao tahu. . . kakak pasti berpikir jika Jiao akan merasa marah atau menuntut jawaban tentang hal itu bukan?" Jiao menggelengkan kepalanya. "Jiao sudah tahu semuanya, dan kakak tidak perlu khawatir jika Jiao akan marah. Jiao masih mengingat semua perkataan mu waktu itu, jika kita harus belajar ikhlas dan menerima takdir."

"Katakan dengan sejujurnya bahwa kakak mencintai Papa, kan?" tanya Jiao pada Nakula yang sedari tadi terdiam.

"Kak Nakula aku mohon. Jangan pertaruhkan perasaan mu demi diriku, jangan membuat anak kecil ini merasa berhutang padamu kak." mata bambi Jiao membuat hati Nakula berdenyut.

"Kembalilah pada Papa, jangan menyuruh Papa pergi untuk bisa bersama ku. Jiao tidak ingin itu sekarang, Jiao hanya ingin kebahagiaan Papa. . . " suara anak itu mulai bergetar, tapi Nakula masih saja terdiam.

ABIMANYU || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang