Prolog

100 32 6
                                    

Pemeran utama:

Pemeran utama:

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

♡ ... ୨♡୧ ... ♡

♡

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

♡ ... ୨♡୧ ... ♡

Dari sekian banyaknya kisah cinta yang menarik untuk diceritakan kembali atau sekalipun hanya dikenang oleh memori yang berputar dalam benak seseorang, kisah cinta milih Tata adalah pengecualian.

Bagi seorang Esha Calista atau kerap dipanggil Tata, cinta hanyalah racun yang terlalu kuat untuk menggerogoti tiap hati semua orang. Cinta itu tak memiliki obat, bahkan kewarasan juga bisa direnggutnya hanya dalam sekali kesadaran seseorang saat memilih untuk menaruh hatinya kepada orang lain.

Cukup sekali bagi Tata kehilangan kewarasannya ketika bersama laki-laki itu, ia tak mau lagi kembali menjadi Tata yang bodoh. Tata yang mudah dimanfaatkan. Dan Tata yang malang.

Bahkan, kepindahan laki-laki itu yang membuatnya akhirnya bisa terlepas dari semua rasa tak nyaman di hatinya. Andai ... andai saja laki-laki itu tak pergi jauh, mungkin sekarang dirinya masih bertahan dalam hubungan hampa yang menyakitkan itu ... miris.

Cinta setelah itu, tak pernah lagi terasa sama, beberapa kali mencoba memiliki hubungan dekat sebagai pasangan dengan orang baru, tak pernah berlangsung lama. Dan alasan pisah dari hubungan baru tak pernah sama dibanding yang dulu, Tata pikir ia mati rasa atau mungkin ia sudah sadar kalau hatinya tak pernah cukup untuk mendapatkan cinta.

Lima tahun berlalu, kehidupan Tata yang semulanya tenang walaupun bayang-bayang laki-laki itu seringkali terlintas di benaknya sampai ia harus berkali-kali menekan kukunya ke telapak tangan ketika laki-laki itu benar-benar telah kembali.

Takdir sedang bercanda, Tata yakin itu.

Netranya yang bergetar tak percaya membalas tatapan dari mata berwarna coklat indah yang kini tersenyum dan mendekat ke arahnya. Laki-laki yang dulu selalu mengikat rambut panjangnya, laki-laki yang dulu suka sekali menebar senyum palsunya, laki-laki yang dulu membanggakan warna kulit kuning langsat itu kini ada di hadapannya.

Mereka bertemu kembali, setelah lima tahun, tampaknya kisaran waktu yang cukup sedikit atau sejujurnya juga lama, mengubah banyak fisik dari laki-laki tersebut, mungkin juga caranya tersenyum yang saat ini terlihat lebih tulus- lebih tepatnya baru pertama kali ia lihat. Tapi, satu yang tetap sama ... tatapan laki-laki itu dan juga namanya yang tentu saja tak pernah berubah.

Nama yang selalu meninggalkan jejak di memori dalam otaknya dan perasaan aneh di hatinya.

Evano Egi Adhikari.

"... Evan?"

"Long time no see, Tata."

Oh, juga suaranya yang kini jauh terdengar lebih berat dibanding kala itu.

Tata yang masih dalam keadaannya yang bergeming, sedangkan matanya dengan rakus memandangi Evan dari atas sampai bawah. Mencoba mencari tau lagi, apa saja yang berubah dan apa yang tak berubah dari laki-laki itu.

Dan jawabannya ia dapatkan saat Evan melangkah maju dan meraih tubuhnya dalam dekapan hangat.

Tata yang masih terdiam membisu, kini menahan tangis, hal yang tak pernah berubah dari sebelumnya ialah perasaannya, ia sangat sadar hatinya tak pernah berpaling dari laki-laki ini, dari Evan yang menjadi satu-satunya pemenang di hatinya dan juga menjadi satu-satunya seseorang yang paling banyak menoreskan luka untuknya.

"Gue bersyukur lo baik-baik aja."

Siapapun, tolong Tata dan perasaannya yang kembali diusik. Kalau boleh, Tata perlu Dokter untuk memeriksa jantungnya.

Try to Move OnWhere stories live. Discover now