2

14.3K 35 0
                                    


Jarak tempuh dari kondominium milik dirinya ke mansion mewah sang kakak, hanyalah sekitar sepuluh menit dengan perjalanan yang lancar tanpa halangan.

Namun, Drecon baru sampai sekitaran setengah jam. Ia memang sengaja dalam memperlambat laju kendaraannya.

Kecepatan di bawah standard biasa dan mengemudi sembari mendengarkan sejumlah musik yang jadi favorit.

Drecon butuh rileks sebentar. Otaknya harus dijernihkan. Begitu pula hatinya wajib untuk dijauhkan dari pergumulan rasa tak tenang yang menghantui.

Setiap pertemuan dengan sang kakak, bukan termasuk jenis momentum ingin dirinya hindari, kecuali di hari ini.

Firasat kian tidak enak. Terus serukan padanya bahwa akan ada sesuatu hal kurang menyenangkan dihadapinya.

Dan, walau tipikal yang dominan suka berpikir dengan logika serta rasional, tak bisa dijauhkan kemungkinan juga intuisi yang bersuara untuknya.

Namun, pilihan menghindari janji temu dengan sang kakak dan Marina Harley, tentu bukan sikap paling dewasa dalam menjauh dari permasalahan.

Drecon selalu memegang teguh prinsip mengedepankan keberanian, untuk tiap situasi yang sekalipun tak disukai.

Lebih terhormat baginya, dibandingkan membatalkan dengan alasan yang tak terbantahkan. Enggan jadi pengecut.

Sesampainya di kediaman Darwin, ia pun menuju ke ruangan makan. Tapi, tak ditemukan orang di sana.

Langsung dihubungi saja sang saudara laki-lakinya guna tanyakan keberadaan pria itu serta juga calon iparnya.

Drecon lantas menerima perintah untuk datang ke areal kerja pribadi Darwin, masih terletak di lantai satu mansion.

Kurang dari lima menit, Drecon sudah tiba di ruangan yang dimaksud. Ia cepat masuk dengan rasa waspada meninggi.

"Di mana Marina?" Dilontarkan oleh Drecon pertanyaan basa-basi, sebagai awalan percakapan bersama Darwin.

"Dia masih mandi."

"Kita akan jadi makan malam?" Drecon ajukan pertanyaan yang lainnya.

Kali ini, bertujuan mendapat jawaban tidak, sehingga waktunya di kediaman sang kakak bisa lebih dipersingkat dan bisa pulang juga secepatnya.

"Tiga puluh menit lagi. Marina gemar mandi yang lama karena berendam."

"Baiklah." Drecon menyahut sangatlah singkat. Tak punya kata lainnya.

"Sessina absen bergabung. Dia bilang ada janji penting bersama seseorang."

Drecon semakin tegang. Bahkan, telah dimulai sejak dirinya duduk di sofa, beberapa menit lalu. Dan kini, menjadi bertambah. Ia sangat tak nyaman.

Padahal, belum tercipta percakapan apa pun dengan Drawin. Namun, sikap yang ditunjukkan membuatnya merasa tidak nyaman, entah mengapa bisa begitu.

"Apa kau punya sesuatu yang mau kau katakan kepadaku, Dre? Katakan saja."

Pertanyaan sang kakak segera diberikan tanggapan lewat gelengan pelan, walau bingung sendiri kenapa dirinya yang ditanyakan hal demikian tadi.

"Jika tidak ada, maka aku bisa memulai sesi interograsiku padamu, Dre."

"Menginterograsiku? Soal apa?" Drecon jelas saja menjadi curiga mendadak.

"Kau tidak tahu apa kesalahanmu? Atau kau hanya sedang berusaha menguji?"

Drecon tentu tersinggung akan tuduhan sang kakak. Apalagi, gaya Drawin bicara sarat kesinisan padanya. Tapi, ia pilih untuk menggelengkan kepala saja.

Tak mengeluarkan sepatah kata atau bertanya, soal apa perkaranya. Drawin pasti akan menjelaskan sendiri.

"Aku tidak akan menjelaskan terperinci tapi aku akan langsung saja menyuruh kau berhenti lakukan kebodohan itu."

"Aku sangatlah sudah menyayangi dia seperti anakku sendiri. Aku tidak mau kau berbuat buruk pada putri Marina."

"Berhenti menidurinya mulai sekarang. Tidak peduli kau selalu menginginkan Sessina. Dia bukan jenis wanita yang kau bisa rendahkan, Drecon."

"Aku tidak akan pernah bisa biarkan pria mana pun mempermainkan dia yang sudah aku anggap putriku sendiri. Aku akan bersikap protektif ke Sessina."

"Apalagi, aku dan Marina akan segera menikah. Sessina jadi tanggung jawabku mulai sekarang, apa pun masalahnya."

"Jika kau tetap melakukan kebodohan kau itu, maka kau harus siap menerima konsekuensi melepas marga keluargaku dari namamu. Dan itu artinya, kau tidak akan mendapatkan pembagian harta."

"Aku juga akan memenjarakanmu, jika kau masih meniduri putri Marina."

Sampai detik ini, Drecon masih saja tak merespons. Namun, sudah dipahami dengan benar ancaman serius yang dilontarkan oleh sang kakak.

Tentu, dirinya harus memutuskan akan bagaimana. Semua memiliki risiko. Ia harus pandai dalam memilih solusi.

CERITA PANAS DEWASA II (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang