7

7K 26 0
                                    

"Lukaku bagaimana? Parah, ya?"

"Apakah perlu dijahit? Berapa banyak? Nanti dipakai bius yang bagaimana?"

Ketika memindahkan atensi tepat pada sepasang mata Jamie Jasson, Verrova pun mendapati pria itu memamerkan senyuman jahil dan dibentuk lebar.

Kontras akan gaya bicara Jamie yang panik sekaligus takut. Tentu, Verrova menyimpulkan pria itu berpura-pura.

"Aku harus dibawa ke rumah sakit?"

Untuk pertanyaan diajukan lagi oleh Jamie kembali, kepala segera Verrova anggukan. Ia juga meniru ekspresi yang ditunjukkan pria itu, semirip mungkin.

"Kalau kau mau dibawa ke rumah sakit, kau harus mengiris jemarimu dengan pisau lebih dalam lagi agar dijahat."

"Hahahaha."

Verrova sudah yakin jika jawabannya akan mendapat reaksi demikian dari Jamie. Ia tentu ikut juga tergelak, meski hanya seperkian detik dan tak keras.

"Aku tidak perlu dijahit sekarang, 'kan?"

"Kau cuma perlu pakai obat merah dan mustahil jarimu dijahit." Verrova pun mempertegas jawaban lewat penekanan di setiap kata dengan sangat jelas.

"Aku senang lukaku tidak parah. Tapi bagaimana kondisi hatiku, Dokter?"

"Kondisi hatimu?" Verrova mengulang pertanyaan Jamie karena tak paham.

Dugaannya bisa saja salah dibanding apa yang pria itu ingin sampaikan. Tak ingin terjadi kesalahanpahaman dalam mengambil kesimpulan saja nanti.

Lebih baik bertanya kembali. Lantas, menyiapkan diri memberi tanggapan yang mungkin akan diluar ekspektasi.

"Iya, kondisi hatiku, Dokter."

"Kondisi hatimu bagaimana? Apa kau merasakan keanehan pada tubuhmu, Jamie?" Verrova semakin serius.

"Keluhan apa yang kau alami hari-hari belakangan ini?" Diperjelas pertanyaan kembali karena tadi mungkin belum mampu dimengerti baik olen Jamie.

"Hm, jantungku suka berdebar kencang disaat tertentu, Dok. Misalkan sekarang contohnya. Tidak begini biasanya."

"Apa?" Verrova mengeluarkan jawaban yang spontan. Respons tak percaya akan keterangan dilontarkan oleh Jamie.

"Berdebar-debar kencang. Apalagi, saat aku memandangmu, Verrova."

"Apakah detakan jantung yang kencang ini menjadi tanda adanya satu penyakit? Apa itu kira-kira, ya? Aku agak takut."

"Aku rasa bukan penyakit, seperti kau kira." Verrova mengatakan apa adanya isi kepala atas pendapat Jamie.

"Lalu, tanda apa?"

Verrova tidak bisa menjawab dengan cepat, kali ini. Kebingungan melanda. Ia merasa bahwa ada yang salah juga pada sikap Jamie, sungguh lain dari biasanya.

Bukan firasat belaka. Sudah dibuktikan lewat cara pria itu bertindak. Dan yang paling nyata adalah tatapan Jamie.

Lantas, diingat-ingat kembali seluruh ucapan pria itu, demi bisa memahami lebih lanjut sikap Jamie sendiri.

Bagaimana pun, harus diladeni. Tidak mungkin bisa menunjukkan reaksi yang acuh tak acuh. Apalagi, mereka sedang berhadapan secara langsung.

"Aku tahu penyebabnya, Verr."

"Tapi apa pradugaku ini, sesuai dengan prediksimu. Aku menjadi ragu."

"Apa yang kau pikirkan?" Verrova pun memutuskan bertanya, dibandingkan harus pusing sendiri menerka-nerka.

"Dalam artikel yang aku baca, detakan jantung bisa mengencang di hadapan orang tertentu karena pengaruh rasa."

"Rasa?" Verrova semakin penasaran.

"Rasa ketertarikan diawal. Lalu, dapat meningkat menjadi perasaan suka. Dan final, cinta yang sangat mendalam."

"Bertahan berbulan-bulan sampai juga bertahun-tahun perasaan cinta tersebut karena tidak berani diutarakan."

Jawaban yang didapatkan, tak sesuai akan prediksi. Namun, malas untuk menanyakan kembali pada Jamie.

Dan sepertinya, pria itu memang tengah tak mengalami penyakit yang serius.

Walau harus dilakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh dulu untuk tahu bahwa Jamie benar-benar sehat.

"Jadi, apa yang harus aku perbuat agar perasaan ini tidak terus menggangguku, Verr? Kau punya solusi, Dok?"

"Solusi? Dariku?" Verrova menanyakan ulang karena masih tidak paham.

Anggukan cepat didapatkannya.

"Aku bukan psikologi. Aku tidak tahu bagaimana memberi kau solusi untuk masalahmu ini. Maafkan aku, Jamie."

"Kau bisa memberikanku solusi, Verr."

"Dengan cara bagaimana?"

"Dengan mau menerima ajakan dariku untuk makan bersama. Tapi, ini tidak kencan. Kau jangan mencemaskannya."

CERITA PANAS DEWASA II (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang