02

20.1K 41 0
                                    


"Daddd!" Lynn berteriak lantang.

Sengaja dilakukannya untuk memanggil sang ayah. Tentu dengan tujuan supaya datang ke dapur menemuinya.

Dan, usaha Lynn membuahkan hasil.

Storm Brown bahkan datang tak sampai satu menit, setelah teriakan diloloskan.

Sang ayah berlari cepat dari lantai dua rasanya, tampak jelas napas yang jadi memburu dibandingkan biasanya.

"Terjadi sesuatu, Nak?"

Melihat wajah panik sang ayah, maka tawa Lynn pun keluar. Lucu saja bagi dirinya saksikan kecemasan Storm.

Lalu, kepala digeleng-gelengkan sebagai reaksi atas pertanyaan diajukan oleh sang ayah. Kaki berjalan ke arah meja makan sambil membawa dua piring.

Berisi roti bakar dan omelet.

Menu makan makan sangat sederhana yang bisa Lynn racik dengan bahan juga sangat minim di lemari pendingin.

Tak ada sayuran segar. Begitu juga akan buah-buahan yang tidak ada di kulkas.

Malah sang ayah mengoleksi minuman keras. Dua botol vodka. Lalu, sepuluh kalenh bir berukuran sedang.

Pria dewasa punya selera berbeda, tapi bahan makanan pokok setiap hari yang mestinya disediakan, justru tak dibeli.

Lynn jelas kesal. Sangat tidak suka akan pola hidup ayahnya. Sudah pasti makan tak teratur. Ia punya praduga kuat.

"Dad kira kau mengalami hal buruk dan celaka di sana, syukur saja tidak, Nak."

Mendengar keteduhan suara sang ayah. Lalu, tatapan penuh kasih terpancar di sepasang mata orangtuanya itu, maka Lynn menjadi langsung terenyuh.

"Aku baik-baik saja, Dad." Dijawabnya dengan mantap guna meyakinkan.

Dibentuknya senyuman lebar juga. Mata menatap sang ayah lekat yang sudah di sisinya, duduk pada kursi meja makan dalam jarak cukup dekat, tentunya.

"Bagaimana kau, Dad? Apa kau merasa sungguh baik-baik saja?" Lynn bertanya dengan nada yang menyelidik.

"Atau kau hanya mau membohongiku kondisimu?" Lynn kian menekankan kata-katanya lewat kalimat tanya.

"Kenapa, Nak?"

Bukan jawaban demikian yang hendak didengar dari sang ayah. Minimal jujur mengungkapkan apa dirasakan. Tidak balik mengajukan pertanyaan padanya.

"Dad, kau tidak akan pernah bisa terus berbohong padaku. Kau harus segera terbuka karena aku adalah anakmu."

"Hanya aku yang Dad punya. Aku siap mendengar semua cerita Dad." Lynn pun mantap melontarkan ucapannya.

"Aku tahu perpisahan Dad dengan Mom pasti membuat Dad sedih. Tidak akan mungkin, Dad merasa bahagia."

Lynn sebenarnya ingin mengoceh lagi, tapi ditahan. Banyak bicara juga tidak akan baik. Malah, bisa memperburuk keadaan, terkhusus bagi sang ayah.

"Dad sedih, Nak."

Lynn lantas tertegun melihat sepasang mata ayahnya berkabut oleh cairan bening, walaupun tidak banyak.

Ekspresi dari apa dikatakan sang ayah.

Lynn langsung menyimpulkan bahwa ayahnya memang sedang tak baik-baik saja. Ia langsung memberi pelukannya.

"Bagaimana kalau Dad kembali bersama dengan Mommy Nora? Apa mungkin?"

"Tidak bisa, Nak. Kami sudah putuskan berpisah, tidak ada arti kembali lagi."

Lynn anggukan kepala pelan. Lantas, ia embuskan napas. Perlu diredakan dada yang bergejolak melihat kondisi cukup memilukan ditunjukkan ayahnya.

"Dad akan pergi ke New Zealand."

Lynn membeliakkan mata. "Ke mana?"

"Zew Zealand, Dad? Untuk apa? Ingin kabur ke sana dan menghindariku?"

"Bukan, Nak. Dad pergi ke sana untuk bertemu Macc. Dad harus kembalikan sertifikat tanah dan uang investasinya."

"Aku saja yang pergi, Dad." Lynn refleks berkata karena secara spontan diambil keputusan, seperti telah ia ucapkan.

CERITA PANAS DEWASA II (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang