"Tunggu, Ham!" Cegah Ahmad. "Aku perlu tahu, apa yang sebenarnya terjadi."

"Sudahlah, kita pergi dari sini! Kita pulang saja ke pondok. Lupakan semua yang sudah terjadi!" Pinta Ilham sembari menggerutu. Pemuda itu memaksa Ahmad untuk berjalan. Meninggalkan Adiba yang sedang berusaha melawan Ipul.

Ahmad terdiam. Ia sudah terjun terlalu dalam, untuk saat ini. Jika ia kembali, sebelum permasalahan selesai, pastinya akan ada penyesalan yang berkepanjangan. Apalagi, beberapa kali ia melihat sosok keluarganya yang sudah lama meninggal. Apa yang ia alami sekarang, pasti salah satu sebab tewasnya mereka.

"Ham, kalau ingin kembali, kembalilah! Tapi, kau perlu tahu, jika Kiai Sobirin sudah meninggal." Ucap Ahmad yang kesakitan saat kakinya di paksa berjalan.

"Jangan berbohong kamu, Mad! Aku berusaha untuk tidak memercayai ucapan gadis itu. Yang berkata sama sepertimu," balas Ilham dengan ekspresi datar.

"Aku tidak mungkin berbohong padamu, Ham. Aku lihat sendiri jasad Kiai Sobirin. Mungkin, saat ini pun jasadnya belum dikebumikan, mengingat hampir seluruh penduduk desa sudah tewas," ujar Ahmad meyakinkan temannya itu.

Ilham menghela napas panjang. Semua dirasa sangat rumit. Dia sendiri juga tidak tahu, kenapa ikut terlibat dalam masalah pelik ini. Belum lagi, tentang siapa sebenarnya sang ayah, Nyai Sekar, dan juga siapa dalang dibalik semua ini.

"Tolong, Adiba Ham. Dia satu-satunya orang yang bisa kau tanyai tentang pemikiranmu itu."

Kata-kata Ahmad mengejutkan Ilham. Ia tak menduga, jika Ahmad bisa membaca pikirannya.

Belum sempat Ilham menjawab, tiba-tiba saja tubuh Ipul terpental hingga merubuhkan dinding kayu bagian depan rumah Yudi.

Kedua pemuda tersebut terkejut, saat menoleh kebelakang. Di sana, Adiba tengah berdiri, dengan satu tangan setengah mengepal.

"Gadis sialan!" Umpat Ipul sembari berdiri, menyeka darah diujung bibir.

"Lihat, Mad! Gadis yang kau sangka baik itu, ternyata seorang iblis!" Lanjut Ipul menunjuk ke Adiba, sembari menoleh ke arah Ahmad dan juga Ilham.

"Jangan menebar fitnah kamu, Mas! Jika benar, Adiba seorang iblis, lantas kamu apa?" Ahmad berusaha menyanggah ucapan Ipul.

Ipul terdiam sesaat. Seluruh wajahnya, merah padam. Gejolak hatinya begitu melunjak, ia merasa tersinggung dengan ucapan pemuda itu.

Prok! Prok! Prok!

Semua orang yang berada di sana, terkejut mendengar suara tepuk tangan seseorang.

"Terima kasih, Pul. Kamu sudah sangat-sangat membantu saya."

Ipul dengan wajah geram, menatap tajam ke arah orang tersebut.

"Enteng sekali bicaramu, Nah!"

"Hahaha! Meskipun kamu pengkhianat, tapi saya sangat berterima kasih padamu, Pul. Setidaknya, kau sudah mengurangi sedikit kesusahan saya melawan gadis itu. Entah apa yang telah diberikan pria tua itu kepada anaknya, sehingga sulit sekali saya menyentuhnya," ucap Nyai Sekar, yang tiba-tiba datang bersama rombongan pengikutnya.

"Wanita itu?" Ilham mencoba mengingat kembali siapa Nyai Sekar.

"Kamu pernah melihatnya, Ham?" Tanya Ahmad. Ilham mengangguk.

"Kamu lagi, Bu!" Adiba muncul dari dalam rumah Yudi.

"Sepertinya, kamu sudah tahu siapa saya, Nduk." Nyai Sekar berjalan mendekat. Begitu pula dengan para pengikutnya.

"Bagaimana mungkin saya tidak tahu siapa Panjenengan, Bu. Mungkin, Bapak memang tidak menjelaskan siapa, Panjenengan, tapi saya tidak mungkin lupa, wajah ibu kandung saya sendiri," tegas Adiba.

JALAN PULANGWhere stories live. Discover now