Bab 2: Pria Berumur, Atasan Bapak

16.2K 990 41
                                    

Almira menyuapi Pak Wira dengan telaten. Hari ini, Bapak diperbolehkan pulang setelah mendapatkan pertolongan sedini mungkin dari dokter yang menindaknya. Beruntungnya, Bapak tidak dirujuk ke rumah sakit. Dokter memberi wejangan kepada dirinya, kalau Bapak tidak diperbolehkan banyak pikiran jika tidak menginginkan penyakit itu datang kembali.

Almira menatap bapaknya penuh kasih. "Makan yang banyak, Pak, biar Bapak cepet sehat," tutur perempuan itu seraya mengusap sisa makanan disudut bibir bapaknya. Ditariknya kedua sudut bibir membentuk senyuman tatkala Bapak mau makan walaupun sedikit.

Di samping itu, kala Pak Wira melihat senyuman manis yang bertengger dibibir sang putri, hatinya merasa tersentuh. Ia menatap sendu bungsunya dengan bola mata yang bergerak gelisah juga mengabur. Sungguh, dirinya benar-benar sangat berdosa mengingat perlakuannya selama ini kepada putrinya. Ini sangat terlambat untuk merasa bersalah, ia tahu. Almira adalah anak gadis yang baik, anak yang tulus, namun, ia malah membeda-bedakan kasih sayangnya hanya karena anak ini terlihat lebih kuat dibanding Anjani. Dirinya sungguh menyesal. Pak Wira mengangkat tangannya, menyentuh pucuk kepala Almira dengan gemetar. "Nduk, maafin Bapak," ucap bapaknya lemah. "Maafin Bapak yang selama iki ndak adil samamu." Mata bapaknya memerah.

Langsung dibawanya tangan Bapak kebibir, kemudian Almira kecup lembut punggung tangan keriput itu. "Udah, Bapak sehat dulu jangan ngomong apa-apa. Aku nggak marah sama Bapak, aku marah sama Mbak Anjani bukan sama Bapak."

Mendengar itu, sontak Pak Wira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ojo ngono Nduk, kalian bersaudara, ojo mungsuhan. Bapak—"

Almira segera meletakkan mangkok di atas meja. Perempuan itu menatap bapaknya serius. "Pak, udah. Tolong jangan bela Mbak Anjani lagi! Dia bersalah, Pak. Jangan Bapak maklumi lagi kesalahannya!"

"Tapi de'e tetap Mbakmu, kamu, kalian anak-anak Bapak, Mira." Bapak malah menangis. Air matanya turun membuat Almira menggigit bibirnya tak kuat.

Perempuan itu menatap langit-langit kamar Bapak yang terlihat beberapa bekas rembesan air hujan. Bapaknya masih sama, ia masih amat menyayangi Mbak Anjani.

"Trus Bapak maunya bagaimana? Tetap memaksa aku menikah dengan laki-laki tua itu, bos Bapak?" tanya Almira lirih. Matanya terfokuskan ke wajah bapak yang bersedih.

Demi melunasi utang putri kesayangannya ke rentenir, Bapak tega menjual dirinya ke bos perusahan tempat Bapak bekerja. Sang bos menyebar sayembara, kabar yang ia dengar dari Bapak, pria itu sedang mencari istri yang bisa mengurus dirinya dan juga anak-anak pria itu. Bapak seperti tak punya jalan lain, mengajukan dirinya, anak keduanya kepada sang bos dengan barter utang miliknya yang akan dilunasi.

"Ora ono dalan liyane, Nduk. Lagipun Pak Bhaga belum setua yang kamu bayangkan. De'e punya banyak harta yang nantinya bisa membahagiakan kamu." Pak Wira mencoba meyakinkan anaknya. Ini pun ia lakukan juga untuk Mira agar putrinya itu mendapatkan kehidupan yang sangat layak, sekaligus sebagai penebusan rasa bersalah yang telah ia perbuat sejak putrinya lahir ke dunia.

"Pak ...." Almira menatap bapak tak percaya.

"Bapak pun mau kamu bahagia, Mira. Pak Bhaga orang yang baik, de'e baik karo Bapak, baik karo pekerja liyane. De'e pasti akan memperlakukan kamu dengan baik juga, Nduk. Kamu pasti akan menyukainya."

Ke dua alis Almira menyatu. "Kalau Bapak yakin aku akan menyukainya, lalu kenapa Bapak tidak paksa Mbak Anjani saja?"

Pak Wira menyamankan tubuhnya. Ia mencoba duduk dengan dibantu Almira. "Sudah, Bapak sudah kasih tahu Mbakmu. De'e tetap ngotot ndak mau. Mbakmu sampai nekat mengambil pisau, Nduk. Bapak ndak tahu harus melakukan apalagi." Pak Wira menggelengkan kepalanya. Ia sudah lelah menghadapi Anjani yang tingkahnya selalu diluar batas, namun anak itu, masih teramat membutuhkan kasih sayangnya. Apapun akan ia lakukan agar ke dua putrinya bahagia. Ini masih belum terlambat, kan?

Nyonya Bhagawan (Milikku, Satu dan Selamanya)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu