17. Nomor siapa?

0 0 0
                                    

Pintu utama terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya yang menyambut kedatangan anak muda itu. Wanita itu tersenyum manis tetapi tak dihiraukannya oleh Enzo.

"Enzo, akhirnya kamu pulang kesini lagi Nak." Anak muda itu langsung saja masuk ke dalam rumah tanpa menjawab ucapan sang Mama.

Nita menghembuskan nafasnya pelan lalu menutup pintu rumahnya dan menyusul Enzo ke dalam rumah.

"Huft, aku harus bisa lebih sabar lagi."

Enzo membelokkan langkahnya ke arah kamar almarhumah Bundanya. Kemudian ia tidur di dalam kamar itu seraya menceritakan kesehariannya beberapa hari kemarin seolah ada sang Bunda disana. Tanpa sadar ia tersenyum saat mendeskripsikan hubungan dia dengan Narin.

"Andai Bunda ada disini, pasti Bunda seneng banget lihat Narin. Dia itu gadis cantik, penyayang, dan cerewet banget Bun." Garis lengkung tanpa henti terbentuk di bibir Enzo.

"Bunda sama Ayah juga pasti nggak bakalan ngelarang Enzo buat pacaran lagi, karena Enzo yakin Narin nggak kayak Katya."

Mata Enzo menatap pintu yang tengah diketuk oleh seseorang. Dengan malas ia melangkah untuk membukakan pintu.

"Kenapa nggak temuin Ayah tadi?" tanya seorang pria di balik pintu. Enzo tak menjawab, laki-laki itu kembali duduk di ujung ranjang.

"Denger-denger, kamu pacaran sama anaknya Rafi ya?" Enzo mengangguk santai.

"Sejak kapan?"

"Dua minggu lalu," jawab Enzo tanpa memandang Ayahnya.

"Kenapa? Ayah mau larang Enzo buat pacaran sama dia?" sambungnya lagi dengan tatapan mata curiga.

Giyan menggeleng. "Nggak, Ayah cuma tanya aja."

"Sebenarnya ada yang mau Ayah omongin," ujarnya lagi. Enzo menatap sang Ayah lalu memberikan ekspresi bertanya nya.

"Ayah mau jodohin kamu sama anak rekan kerja Ayah." Mata Enzo melotot tak terima. Kenapa secara tiba-tiba Ayahnya ini berucap seperti itu?

"Apa sih Yah? Kenapa harus jodoh-jodohin?" tanya Enzo tak terima.

"Perusahaan Ayah sedang mengalami kebangkrutan dan rekan kerja Ayah bersedia untuk membantu dengan syarat anaknya menikah sama kamu," jawab Giyan menjelaskan. Sebenarnya Giyan tidak mau seperti ini, tetapi ia harus melakukannya demi perusahaannya yang sudah berada diambang kebangkrutan.

"Yah! Enzo juga punya penghasilan, meskipun tidak seberapa apabila dibandingkan dengan perusahaan Ayah tetapi Enzo punya tabungan untuk bantu perusahaan Ayah."

"Ayah nggak perlu ngelakuin ini."

Enzo mengepalkan tangannya guna menahan emosinya. Ah, andai saja tidak ada sang Ayah sudah dipastikan kamar ini tidak rapi kembali.

"Tapi biayanya cukup besar, Nak. Tabungan Ayah saja tidak cukup untuk membangkitkan perusahaan ini lagi," kata Giyan dengan wajah bingungnya.

"Lalu mengapa harus Enzo yang jadi sasarannya?"

"Maaf, tapi Ayah butuh itu untuk perusahaan Ayah."

"Jadi Ayah lebih mementingkan perusahaan Ayah daripada kebahagian anak Ayah sendiri?"

"Enzo sudah cukup sengsara dengan kehadiran dua wanita perusak keluarga kita dan sekarang Ayah kembali memberikan beban untuk Enzo?"

"Intinya Enzo nggak akan mau terima perjodohan ini!"

Laki-laki muda itu pergi keluar kamar meninggalkan Ayahnya. Ia pergi keluar rumah dengan membanting pintu utama membuat seorang gadis yang baru akan memasuki rumahnya terkejut.

MALVENZOWhere stories live. Discover now