7. Setitik rasa

57 47 1
                                    

Narin berjalan seorang diri menyusuri koridor sekolah dengan tangan yang dipenuhi dengan novel-novel yang sudah ia pinjam dari perpustakaan. Entah mengapa hari ini Narin sedang tidak ada nafsu untuk pergi ke kantin sedangkan ketiga temannya sudah berada di kantin sejak beberapa menit yang lalu.

Tiba-tiba seseorang bertubuh tinggi mengiringi jalannya. Ia menoleh pada lelaki itu ternyata dia Kakak kelas yang dua tahun terakhir ini dekat dengannya.

"Habis dari perpus ya?" tanya Bara basa-basi. Narin hanya mengangguk lalu matanya kembali fokus pada jalan.

"Lo nggak laper? Kata Giska sama lainnya lo nggak nafsu ke kantin, kenapa?" tanya Bara beruntun. Mereka mengatur langkahnya masuk ke dalam kelas Narin.

"Nggak apa-apa. Emang lagi pengen di kelas aja sekalian pinjem novel ini," balas Narin menunjukkan tiga novel yang berada di tangannya. Mulut Bara membulat dengan mengangguk-angguk kan kepalanya.

Sebuah kotak bekal berwarna biru menghalangi pandangan Narin. Gadis itu menoleh pada Bara dengan dahi yang mengkerut.

"Ini bekal dari Mama sama dapet salam. Kapan main lagi ke rumah katanya?" ujar Bara dengan senyuman sumringahnya.

"Wah, terima kasih ya Kak. Nanti sore gue free, kalau mau main ke rumah Kak Bara ayo aja. Gue juga udah kangen sama Qisya," jawab Narin menerima kotak bekal tersebut.

"Ya udah, nanti pulang sekolah lo bareng gue ya? Biar langsung sekalian aja ke rumah." Narin membalasnya dengan anggukan. Kini nafsu makannya kembali naik setelah mendapat bekal dari Mama Bara.

"Lo selalu bisa memikat gue dengan daya tarik lo yang sederhana, Rin." batin Bara menatap lekat wajah Narin.

Narin melirik jam tangan yang menunjukkan pukul dua siang. Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Ia berdiri di depan gerbang sekolah menunggu seseorang.

"Kiw cewek!"

Narin mendongakkan kepalanya. Ia menatap cowok yang duduk di atas kuda besinya dengan helm yang terpasang sempurna di kepalanya.

"Ayo cepet naik. Nih helm nya," titah Bara seraya memasangkan helm bogo berwarna biru tersebut pada Narin.

Bara melajukan motornya dengan kecepatan sedang, membelah ramainya jalanan siang itu. Matanya menatap spion yang mengarah pada Narin, senyumnya terukir dibalik helm.

Ia memberhentikan motornya tepat di depan rumah yang berukuran tak terlalu besar. Rumah tersebut sangat minimalis namun terlihat elegan dan juga asri. Halaman depannya dipenuhi dengan tanaman-tanaman hijau beserta bunga-bunga yang warna-warni.

"Assalamualaikum." Bara menarik tangan Narin seraya membuka pintu rumahnya.

"Waalaikumsalam!" Suara seorang wanita terdengar sangat jelas. Wanita tersebut datang menyambut sang anak dengan celemek yang melekat di tubuhnya.

"Apa kabar Tante?" Narin mencium punggung tangan wanita yang kira-kira berusia 40 tahun itu.

"Ya Tuhan, Narinka. Udah lama nggak kesini, kabar Tante baik kok. Kabar Narin gimana?" balas Mama Bara.

"Alhamdulilah baik, Tan." Friska — Mama Bara — merangkul pundak Narin dengan gemas dan membawa Narin duduk di sofa.

"Tante kangen banget sama kamu Rin. Kemana aja kok jarang kesini?" tanya Friska.

"Maaf ya Tan, Narin baru bisa kesini. Dari kemarin Narin sibuk sama tugas sekolah dan juga Narin sering latihan buat pertandingan lusa," balas Narin seraya memegang tangan halus Friska.

"Ohh iya, kata Bara juga gitu. Tanding sama sekolah Kakakmu ya?" Narin mengangguk dengan senyum yang tak kunjung luntur.

"KAK NARIN!"

Dua pasang mata tadi menoleh pada sumber suara. Seorang anak kecil berusia 9 tahun berlari ke pelukan Narin. Gadis kecil tersebut sangat bahagia akan kedatangan Narin. Dia Qisyara, Adik dari Bara.

"Halo Qisya, apa kabar?" Narin membalas pelukan Qisya.

"Baik banget apalagi ada Kak Narin disini," balas gadis kecil itu. Mata bulatnya terlihat bersinar melihat Narin.

"Ini Qisya dari kemarin nanyain kamu Rin, katanya kapan Kak Narin kesini?" adu Friska. Narin tertawa kecil mendengarnya.

"Lagian Kak Narin udah lama nggak kesini," ucapnya dengan nada kesal. Narin lagi-lagi tertawa melihat tingkah lucu gadis mungil di depannya.

"Udah deh selesain aja kangen-kangenan nya. Tante lanjut masak dulu ya Rin, sekalian ntar lagi makan bareng."

"Narin bantu ya Tan." Narin berdiri dari duduknya namun ditahan oleh Qisya.

"Nggak usah, Kak Narin main aja sama Qisya."

"Iya, lo main aja sama Qisya Rin. Gue aja yang bantu Mama," sahut Bara yang baru saja keluar dari kamarnya usai mengganti baju.

Di lain tempat, Enzo duduk di atas sofa milik keluarga Verzan. Lelaki itu datang dengan tujuan bertemu dengan Narin tetapi kata Verzan cewek itu tengah pergi dengan teman lelakinya.

"Tumben banget lo nyari Narin? Mau ngomongin soal kemarin?" tanya Verzan.

Enzo tampak menggelengkan kepalanya. "Gue mau ajak dia jalan-jalan aja sih."

Verzan menatap sahabat karibnya dengan penuh tanda tanya.

"Tumbenan?" tanya Verzan dengan nada penasaran.

"Pengen aja." Dua kata yang terlontar dari mulut Enzo tak membuat Verzan puas. Lelaki itu masih saja menatap Enzo dengan tatapan heran.

"Gue ngerasa perasaan gue ke Narin bukan cuma sekedar kagum," lanjut Enzo jujur. Kalimat tersebut mengundang keterkejutan Verzan. Buktinya kini mata Verzan membulat sempurna.

"Serius lo?" Verzan menatap lekat mata tajam Enzo.

"Gue rasa begitu. Izinin gue buat deketin Narin."

Apakah ini awal dari kisah Enzo & Narin?

Ayo tinggalkan jejak berupa komen, vote and share!!!
See you next part Zofans 😻😻😻

MALVENZOWhere stories live. Discover now