"Tap-"
"Sekarang, Kayla."Ucapku nyaris membentak.
Seriously, Julian harus berhenti ikut campur urusanku mulai detik ini.
Bukan berlebihan, Tapi bukan kah itu lancang? Sekali pun Julian kakak ku?
"Ya, Kenapa, Lex?"
"Kenapa lo kasih tau Mama soal Lukas, Julian!?"Tanyaku kasar
Bahkan aku memanggil kakak ku langsung dengan nama 'Julian'.
"Loh emang kenapa? Bagus dong, setidaknya mama sama papa gak bakal khawatir."
"Belum saatnya mereka tau Julian!"
"Kenapa lo semarah ini? Gue kan ngebantu lo."
"Julian, Lukas pacar pura-pura gue!"Aku refleks berteriak.
"Pacar pura-pura gimana? Kok lo gak cerita? Ini apaansih sebenernya? Jangan main-main sama gue, Alexadra."Julian berucap dingin.
Sebenarnya siapa yang seharusnya marah di sini? Aku atau Julian?
"Stop ikut campur, Just stop."Ucapku dingin lalu mematikan sambungan telfon ku sepihak.
Jika sudah begini aku harus bagaimana? Aku tak mungkin melanjutkan drama ini lebih jauh.
Bagaimana pun juga Lukas bukan siapa-siapa ku. Aku pasti sangat menganggu kehidupan sehari-harinya.
***
"Jadi..ada apa? Lo gak nyuruh gue ke sini cuman buat ngeliatin lo mondar-mandir kan?"
Aku menghembuskan nafas kasar.
Setelah aku menutup telfon tadi, Aku langsung menelfon Rangga. Entah mengapa.
Tapi feeling ku mengatakan Rangga tau jalan keluar masalahku.
Bagaimana pun juga kami telah bersama selama belasan tahun.
Jangan munculkan smirk itu tolong, Bersama menjadi teman maksud ku.
Apa aku harus bercerita selengkap nya tentang Lukas pada Rangga?
Tolong katakan padaku apa yang ku lakukan itu tak salah.
"Calm down, Lion. Kenapa lo sepanik ini sih? Gue gak pernah ngelit lo kayak gini perasaan."
Aku mengusap wajahku dengan kedua tanganku dengan gusar.
"Jadi?"
"Jadi?"
"Ada apaan, Alex. Astaga, kok lo selemot ini?"
Aku memukul bahu Rangga dengan kesal. Bisa-bisanya dia berucap seperti itu di saat-saat seperti ini.
"Mama nyuruh gue ngebawa Lukas di acara kumpul keluarga besok, Rangga."Ceritaku akhirnya.
Rangga pasti tau tentang acara besar itu, Telinganya kan dimana-mana.
Dia sama detektif nya dengan Julian.
Oh, Mengapa bisa aku menyebut nama itu.
Rangga mengerutkan keningnya dengan bingung, "Gue gak dapet masalahnya dimana sama itu.."
Aku memejamkan mataku erat-erat, "Memang gak masalah. Kalo aja Lukas bukan pacar pura-pura gue."
Wajah Rangga langsung tak berbentuk-Oke itu horror. Sangat terbaca jika dia shock.
"Pacar pura-pura? Haduh, Gue salah denger gak sih?"
"Gak, lo gak salah denger. Gue sama Lukas emang gak pacaran sebenernya. Tapi satu kejadian ngebuat gue ngucap hal bodoh."
"Jadi lo bedua pura-pura pacaran gara-gara 'hal bodoh' ini?"
Aku mengangguk. Rangga menepuk bahuku prihatin.
"Tumben lo seceroboh itu?"
Aku menggedikan bahuku, "Refleks."
"Harusnya yang lo sebut gue tuh!"
Aku menatap Rangga tajam sambil memukul bahunya.
Ternyata mengundang Rangga tak memberi manfaat apa pun. Tak membantu sama sekali.
"Serius dong, Ga."Ucapku memelas
"Yaudah, Lo telfon aja si Lukas nya, Pasti dia mau kok ngebantu lo."
"Lo gak tau sih gimana menyebalkan dan dingin nya Lukas, Ga."
"Mau gue telfonin?"
"Gak aneh?"
"Gue yang telfonin tapi lo yang lanjut ngomong. Gimana?"
"Kasian Lukas nya gue susahin mulu."
"Honey, don't worry. Gue yakin dia tulus kok ngebantu lo. Setelah itu lo 'putusin' aja Lukas. Ganti pacaran ama gue."
Aku memukul bahu Rangga dengan kesal. Sedangkan dia tertawa geli.
"Pelajaran tuh. Lo jangan ceroboh. Jangan juga berlebihan kayak gini, Lex."
"Ini gara-gara Julian."
"Jangan salahin Julian lah. Pasti dia taunya lo ma Lukas bener pacaran kan?"
"Tapi dia gak seharusnya ikut campur Rangga."
"Lo kok jadi bocah gini? Mana nih Sibling goals nya kalian? Kok saling gak cerita gini?"
Aku terdiam.
Apa yang di katakan Rangga benar, aku terlalu berlebihan. Dan seharusnya aku cerita pada Julian yang sebenarnya.
Aku menghembuskan nafas panjang.
"Jangan gara-gara kalian tumbuh besar jadi saling berjauhan gini dong. Lo boleh ngejauh dari kami, temen-temen lo. Tapi gak untuk keluarga lo."
"Lo gak bisa push everyone menjauh, Alex."lanjut Rangga.
Aku refleks memeluk tubuh besar Rangga erat-erat. Aku menenggelamkan wajahku di pundaknya.
Ternyata persahabatan kami tak berubah. Kami masih tetap orang yang sama. Hanya waktu dan tempat yang berbeda.
Sesungguhnya, sahabat tetaplah sahabat. Yakan? Seharusnya iya.
"I'm glad we're still the same."
"Me too, Me too."Rangga menepuk-nepuk punggungku halus.
Jangan tatap kami dengan seringaian itu, Tolong.
"Semoga bisa lebih dari sekedar sahabat atau teman sih."
Aku memukul punggung Rangga sambil tertawa kecil.
***
We're back! Sorry for typo or gaje or apalah yang kalian kurang suka di part ini..
Yang penting vomments nya jangan lupa, yaa..
Lots of love,
Us. Xx
YOU ARE READING
Begin Again
Teen Fiction*** Permainan takdir seakan tiada hentinya. Lelah tarik ulur dengan pemilik hati lamanya, Kini tanpa di sadari sebagian hatinya telah milik yang baru. "But, honey, Love is almost never simple." Sequel of Hurt. ***
Part 9
Start from the beginning
