⭐★★⭐

"A-ampun." Sialan. "S-sakit, Sa." Kurang ajar!

Lagi-lagi Zy menangis ketika perutnya ditendang oleh Crisa. Menahan gejolak umpatannya dalam hati. Gadis itu meringkuk di gudang, menahan rasa sakit akibat ulah Crisa.

"Dasar udik! Kampungan!" Crisa mengumpat, dia menjambak rambut Zy hingga sang empu mendongak.

"S-sakit Crisa!" Bajingan! Zyana! Lo betah banget di giniin sialan!

Zy terus mengumpat dalam hati. Mengutuk pilihan Zyana asli yang menyamar sebagai cewek cupu. Dia jadi bertanya-tanya, pemilik raga ini pernah melawan atau tidak?

"Stop, Crisa!" Laura menyela. Gadis itu berjongkok, mendekati Zy yang tampak berantakan. Memar di wajahnya terlihat sangat jelas.

"Uuuu ... kasian, jadi memar gini deh!" Laura memasang wajah pura-pura sedih, mengambil sesuatu dari balik saku roknya. "Muka lo 'kan jelek. Biar cantik, sini gue dandanin."

Tangan laura mengoleskan lip cream berwarna merah cerah ke wajah Zy, mengukir karya yang berhasil membuat dirinya, Vika, dan Crisa tertawa terbahak-bahak. Gadis berkulit putih itu bahkan tak segan-segan menekan memar Zy membuat sang empu menggigit bibir bawahnya menahan sakit.

Penderitaan itu akan terus berlanjut kalau Vika tidak menyeletuk, "guys, udah yuk. Buruan kantin, Alan nungguin kita nih pasti."

Kemudian ketiga gadis itu berlalu, meninggalkan Zy yang mencoba bangun. Tendangan Crisa tidak main-main rupanya, cukup nyeri.

⭐★★⭐

Sejak tadi Za memakan mie ayamnya dengan tidak tenang, di kantin ini hanya ada Alan dkk. Sedangkan Zy tak terlihat sama sekali. Firasatnya tidak enak.

Sementara di meja Alan, laki-laki itu mengumpat sejadi-jadinya. Bisa-bisanya babunya itu membuatnya menunggu lagi.

"Si cunguk emang minta dihujat!" celetuk Jefan kesal. Dia sudah sangat lapar, tapi babu itu tak kunjung datang.

"Dia udah mulai ngelawan sama lo Al," sahut Razi memanasi.

Gigi Alan bergemelatuk, lihat saja nanti. Si cupu itu akan mendapatkan pelajaran yang setimpal.

"Alan!" sapa Crisa yang langsung duduk di kursi depan Alan. Lelaki itu tersenyum simpul. Senyum yang sangat jarang di perlihatkan.

"Sa, liat si cupu nggak? Anjing emang, udah ditungguin dari tadi nggak nongol-nongol." Razi bertanya tapi juga mengumpat kesal.

"Nggak liat, tuh. Kita tadi dari toilet."

"Iya, kayaknya tu cewek mulai berani sama lo deh, Al," sahut Vika memanasi. Biar saja si cupu itu terkena amukan Alan lagi.

Tangan Alan mengepal dengan sorot dingin. Tiba-tiba jentikan jari Jefan mengalihkan atensinya.

"Gue ada ide! Gimana kalo nanti pulang sekolah kita kerjain. Setuju?"

Jefan memandangi teman-temannya satu persatu dengan tersenyum penuh arti. Senyum itu menular, tapi tidak berlaku pada Bian yang hanya menampilkan wajah datarnya.

"Setuju!" ujar mereka kompak.

Aira begidik ngeri, tak habis pikir dengan anak-anak itu. Setahunya, Fia tidak pernah mempunyai salah dengan mereka, tapi kenapa mereka selalu mengganggu Fia? Jahat.

The Twin Transmigration Where stories live. Discover now