12. Hug

8 2 0
                                    

Happy Sunday semuanya!!!!
Selamat membaca!!!!


“You need a hug, right?” –Bara Argantha.

 ***

“LO balik akhir, kan?” Bara mengangguk seadanya ketika Atlanta bertanya demikian.

“Ya udah. Hati-hati ya, Bar, gue denger di sini banyak yang—”

“Bacot anj*ng! Keluar sana!”

Di luar kelas, Cakra dan Atlanta sudah saling bertatapan, kemudian tertawa tanpa suara. “Kalo gitu, kita berdua duluan ya, Bar. Nanti malem langsung aja ke rumah gue,” kata Atlanta yang Bara balas dengan bergumam singkat.

Tiba-tiba, “HATI-HATI ADA MBAK KUN DI BELAKANG LO!!!”

BRAK!!

“ANJ*NG BA*I SIALAN LO CAKRA MONY*T!!!!” Hanya suara tawa laknat yang tertangkap oleh rungu Bara usai dia berteriak. Laki-laki itu mulai menjalankan hukuman tanpa Bianca selama empat hari ini. Mulai dari mengangkat bangku-bangku, menyapu, dan mengepel dengan gerasak-gerusuk tentunya.

“Gue sumpahin si kucing garong kalo ketemu bakalan bonyok sama gue!” gerutunya sembari menaruh asal pelan di pojok kelas. Ketika dia berbalik, alat pel itu terjatuh. Namun bukannya dibenarkan kembali, Bara langsung menyambar jaket dan ranselnya. Terbirit keluar kelas dengan cepat.

Ketika dia hendak turun ke lantai dua, tiba-tiba dikejutkan dengan bola futsal yang dibalut kain putih tak lupa dengan gambar seram hasil printer. Bara refleks berteriak dan memukul hantu jadi-jadian itu, tapi malah dia sendiri yang kena batunya. Laki-laki itu berjalan mundur hingga punggungnya membentur dinding, ransel serta jaketnya sudah tergeletak di koridor lantai dua.

Bara mengusap kasar mata kirinya yang berbenturan dengan bola futsal tadi. Dia meringis. Mata obsidiannya kemudian tertuju pada secarik kertas yang ada di ujung kaki, lantas diambilnya kertas itu, membaca isinya.

Selamat, anda kena prank! –Atlan Kasep.
Cielahhh percuma ganteng tapi sama bola futsal aja takut! –Cakra ganteng no debat.

“SI BANGS*T!!!”

***

Motor berwarna hitam dengan plat D 1114 BAR berhenti di pinggir jalan yang cukup sepi. Sang pemilik berdiam di atasnya sembari memegang erat ponsel, saking eratnya benda itu bisa saja remuk karena telah menjadi tempat pelampiasan kesal tuannya. Laki-laki itu sesekali mendengus karena telah dikerjai oleh dua temannya sampai mata kirinya sedikit melebam. Bukan masalah luka lebamnya, tapi bercandanya mereka sungguh tidak lucu sama sekali menurut Bara. Yang ada membuat amarah laki-laki itu terpancing.

“Kalo bukan temen, udah gue kirim rudal ke rumah mereka. Sialan!”

Tak lama, telinganya menangkap suara knalpot motor dari arah belakang menuju ke arahnya. Bara masih terdiam mendengarkan baik-baik, sampai satu motor KLX yang tengah mengejar motor sport merah-hitam bernomor plat D 0764 BIA, meski kedua motor itu melaju sangat cepat tak membuat indra penglihatan Bara lengah. Dia melihat plat itu meski samar.

Tanpa berbasa-basi lagi, Bara memasukkan ponselnya ke saku jaket, memakai helm lalu tancap gas mengejar dua pengendara motor itu. Sesaat Bara sempat kehilangan jejak mereka, tapi sekarang matanya menangkap siluet dua manusia dengan helm masih terpasang berkelahi di tengah jalan. Ternyata si dua pengendara motor tadi.

Kuda besi itu berhenti tak jauh dari mereka berkelahi. Laki-laki Argantha itu turun dan melepas helm dan ranselnya sembarangan. “WOI LO!!” Bara menghampiri, lalu memberi satu pukulan di perut kepada pengendara motor berjaket bomber.

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Where stories live. Discover now