XVIII. Serendipity

497 94 18
                                    

"Sayang, mau ikut Mama ke pernikahan anak temen Mama nggak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sayang, mau ikut Mama ke pernikahan anak temen Mama nggak?"

Tak ada jawaban. Vier hanya menatap kosong langit-langit kamar.

"Ini Radha ikut lho, beneran nggak mau?"

Lagi-lagi Vier memilih diam. Ia bahkan bisa mendengar embusan napas Mitha yang panjang.

"Sepuluh menit lagi kita berangkat, kalau emang berubah pikiran Mama tunggu di bawah."

Vier bernapas lega ketika pintu tertutup. Ia kemudian mengambil ponsel dan menelfon Damai.

//TUUT//

"Lo di mana?"

***

Kembali seperti dulu tidak semudah yang Vier bayangkan. Ia merindukan kehadiran Radha di sisinya setiap saat, bahkan ketika mereka sama-sama sedang gundah. Radha pasti ada untuk Vier, begitu pun sebaliknya.

Rasa menyesal setiap bertemu gadis itu membuat dada Vier sakit. Apalagi kini ia sudah bertemu pria yang tepat. Pria baik yang tulus dengannya. Vier cemburu. Tapi rasa aneh itu harusnya tak datang antara mereka. Walau beberapa minggu yang lalu Radha terang-terangan menyatakan cinta padanya.

"Udah, Bro. Lo udah mabuk." Damai mengambil gelas yang sejak tadi tak henti-hentinya dituangkan alkohol dari tangan Vier. Pria itu kacau. Ia langsung menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan.

"Kenapa gue harus cemburu?"

Damai menoleh prihatin karena Vier lagi-lagi meracau. "Gue nggak bisa hidup tenang kalau Radha masih sama tu cowok."

"Radha bukan milik lo, Vier."

Vier mengangkat wajahnya yang telah memerah karena mabuk. "Radha punya gue, Mai."

"Kalau emang punya lo, kenapa sejak awal nggak lo jaga?"

Kegelisahan Vier selama ini membuat Damai ikut terseret lantaran ia tak bisa melihat kedua temannya merasa asing satu sama lain. Melihat Vier dan Radha sekarang membuatnya merindukan masa-masa dahulu. Saat di mana mereka saling membanggakan satu sama lain.

"Gue ngerasa Radha terlalu baik untuk bajingan kek gue..."

Pernyataan secara tak sadar Vier membuat Damai mengerutkan kening. Pria itu lagi-lagi menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan posisi miring menatap Damai di sebelahnya. Matanya memicing.

"Gue udah ngerusak Radha. Gue udah jahat ke dia. Tapi, Radha selalu balik lagi ke gue. Dan yang buat gue kecewa adalah gue nggak bisa terus-terusan nerima itu."

"Itu artinya lo bodoh selama ini."

Vier menggebrak meja dan bangkit dari tempat duduknya dengan terhuyung. "Gue nginep di tempat lo, ya."

Damai dengan sigap memapah Vier untuk keluar dari tempat itu. Vier yang dahulu ia kenal telah banyak berubah hanya dalam beberapa bulan.

***

From Platonic To LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang