BAB 9. Affandi ketar-ketir

175 4 0
                                    

"Jawab, Om!" titah Keisya sedikit berteriak.

Belum sempat Affandi menjawab, Keisya sudah merasa mual-mual sehingga dia tak bisa lagi menunggu Affandi. Bahkan, untuk berlari ke arah toilet saja dia tidak sempat hingga akhirnya dia memuntahkan cairan yang ada dalam perutnya ke lantai ruangan kerja Affandi.

"Astaga, Keisya?!" Affandi berlari menghampiri Keisya. Dia langsung menangkap Keisya yang hampir saja jatuh karena tiba-tiba kehilangan kesadarannya.

Buru-buru Affandi berlari membawa keluar Keisya dari dalam ruangannya. Sebelum dia benar-benar pergi, dia melihat karyawan perempuan di kontar berambut acak-acakan dan menghentikan langkahnya terhenti. Padahal, kedua tangannya sudah terasa pegal karena menggendong tubuh Keisya.

"Lah, si Cegil kenapa itu, Pak?" tanya perempuan itu.

"Cegil? Maksud kamu cewek gila?" tanya Affandi.

"Iya, Pak. Dia kan emang gila. Datang-datang ke sini langsung nyerang saya yang baru keluar dari ruangan Pak Affandi, dia kira saya ini selingkuhan bapak. Udah gitu saya dengar dari luar, dia teriak-teriak terus kedengeran suara barang-barang di dalam yang kayaknya diacak-acak sama dia. Apa coba kalo namanya gak gila? Istri Bapak juga bukan, ihh," jelas perempuan itu.

"Ah. Apa jangan-jangan si Cegil ini yang sebenarnya selingkuhan Pak Affandi?" tanyanya kemudian sambil menyipitkan mata menatap Affandi, curiga.

"Kamu ini ngomong apa sih? Ngaur. Sana kerja! Atau... Mau saya pecat?!" Ancaman Affandi langsung membuat perempuan itu melotot kaget.

"I-iya, Pak. Permisi." Perempuan itu menepi, membiarkan Affandi meneruskan langkahnya sambil menggendong Keisya ala bridal style.

Saat langkahnya sudah sampai di pintu masuk gedung kantor, Affandi langsung dibantu satpam yang ikut mengangkat tubuh Keisya dan membukakan pintu mobil Affandi.

Dia tidak senang melihat Keisya saat mengamuk di kantornya, akan tetapi dia tidak tega saat melihat wajah Keisya pucat dan tak sadarkan diri.

Sesampainya di rumah sakit, Affandi langsung mengabari Papanya Keisya untuk segera datang ke rumah sakit. Kebetulan dia bertemu Mama dan Papanya sendiri yang baru saja menjenguk Adelia di ruangannya.

"Affandi...." Seorang wanita paruh baya melangkah mendekati Affandi, di sampingnya ada seorang pria yang tak lain adalah Papanya Affandi.

"Eh, Ma, Pa," sapa Affandi sambil mengulas senyum yang terasa ... kikuk.

"Ngapain kamu berdiri di luar ruangan ini? Harusnya kalo mau menjenguk Adelia, kamu masuk saja ke ruangannya," tukas Mamanya.

"Affandi... Sebenarnya lagi bawa seseorang, Ma. Dia baru aja pingsan di kantor," jawab Affandi.

"Hah? Tumben sekali kamu peduli sama karyawan-karyawan di kantor sampe kamu sendiri yang bawa ke rumah sakit. Biasanya kan orang lain terus, itu pun gak sampe dibawa ke rumah sakit karena di sana ada klinik," sahut Papanya Affandi yang sampai sekarang masih menempati posisi tertinggi di kantor Sanggara Grup.

"Sekarang Papa mau lihat, secantik apa sih karyawan itu sampe bikin kamu sepeduli ini."

Afrizal Sanggara, pria paruh baya itu mendorong pundak Affandi pelan, lalu melewatinya begitu saja. Dan begitu langkahnya sudah berada di dalam ruangan, dai terperangah melihat Keisya yang terbaring di ranjang pasien dan sedang dalam pemeriksaan Dokter.

"Ah Anda pasti keluarganya, ya?" tebak seroang dokter perempuan sambil mengulas senyum menatap kedatangan Afrizal ke ruangan.

"Iya, Dok. Bagaimana keadaan keponakan saya?" tanya Afrizal.

Gundik Di RumahkuWhere stories live. Discover now