Bab 1. Ranjang panas

1.4K 28 0
                                    

Adelia menutup mulutnya tak percaya, kedua matanya yang terbelalak dipenuhi air mata. Dia tak pernah menyangka, rasa haus di tengah malam yang membangunkannya dari tidur nyenyak membawa dia pada sebuah fakta yang menyakitkan.

Di depannya, dari celah pintu yang sedikit terbuka, sepasang manusia tengah bergumul panas di atas peraduan. Sosok lelaki yang amat ia kenali itu terlihat bersemangat menaik turunkan tubuhnya di atas tubuh wanita yang diakui sebagai sepupu.

Adelia berdecih, sepupu tapi ditunggangi juga?

Dengan cepat wanita itu menyingkir dari kamar tamu, dihapusnya kasar air mata yang mengalir dengan tak tahu diri. Tatapannya berubah tajam, kedua tangannya mengepal erat. Dia bersumpah akan membalas pengkhianatan ini dengan lebih kejam. Affandi dan Keysha, dua orang penghianat itu harus merasakan sakit yang lebih dari apa yang dia rasakan.

Mengabaikan rasa haus di tenggorokannya, Adelia memilih kembali ke kamarnya. Membiarkan dua manusia menjijikan itu menikmati perbuatan yang sangat tak bermoral.

Adelia membuka pintu kamarnya, netranya langsung tertuju pada nakas yang berada di samping ranjang.

Dengan langkah pelan, Adelia berjalan ke arah nakas dan mengambil ponselnya yang ia letakkan di sana.

“Aku harus kembali ke kamar tamu. Walau rasanya menjijikan, tapi aku perlu merekamnya untuk bukti ke pengadilan nanti,” gumam Adelia seraya meremas ponselnya.

Tak ingin membuang waktu, Adelia langsung bergegas keluar dari kamarnya. Dengan hati-hati wanita itu menuruni anak tangga agar tak menimbulkan suara.

"Sayang, kamu mau ke mana?"

Adelia tersentak saat Affandi berjalan menghampirinya. Batinnya berdecak kesal, dia gagal untuk mendapatkan bukti malam ini.

"Eh, Mas. Kamu dari mana? Aku tadi enggak sengaja kebangun dan lihat kamu enggak ada, makanya aku ke sini," ucap Adelia dengan memasang senyum palsu.

Wanita itu menuruni anak tangga terakhir dan berdiri tepat di depan Affandi. Mengelus pipi suaminya lembut meski dengan menahan jijik.

“Mas habis ke dapur, haus,” jawabnya.

“Wajar kamu haus, Mas. Kamu kan habis main sama Keisya,” sahut Adelia dalam hati.

“Kita masuk ke kamar lagi yuk.” Affandi menyampirkan lengan kekarnya di pundak Adelia, menggiringnya menaiki anak tangga menuju kamarnya.

“Mas lanjut tidur ya, Sayang. Mas ngantuk banget soalnya,” ucap Affandi langsung mendapatkan anggukan dari Adelia.

Adelia menghela napas panjang menatap suaminya yang bisa langsung tertidur pulas. Pikirnya, wajar kalau suaminya kelelahan karena terlalu bersemangat dalam permainan tadi. Sedangkan dirinya? Dia harus merasakan sakitnya hati melihat pengkhianatan yang baru saja terjadi sampai kesulitan untuk kembali tidur.

Jika tidak ingat dosa dan penjara, ingin rasanya Adelia membunuh suaminya detik ini juga. Namun, tentu saja Adelia tidak segila itu. Dia masih memiliki nurani, lagi pula ada Arsha yang pasti membutuhkan sosok orangtua di sisinya.

Adelia kembali menghela napas panjang. Ingatannya kembali pada kejadian sore tadi, di mana Keisya datang ke rumah mereka dan diperkenalkan Affandi sebagai adik sepupunya yang berusia 17 tahun dan merupakan seorang pelajar SMA.

“Mama sama Papanya sibuk bekerja di luar negeri. Mereka lebih percaya untuk menitipkan Keisya sama Mas, dari pada Keisya harus tinggal di rumah bersama pembantu di rumah mereka yang bukan keluarga mereka,” ucap Affandi kala itu.

“Oh begitu. Ya udah, Mas. Aku gak masalah kalau Keisya tinggal bersama kita,” balas Adelia.

“Kamu ambilkan minum buat Keisya, ya. Mas mau antar Keisya ke kamar tamu yang bakal Keisya tempati selama tinggal sama kita.”

Gundik Di RumahkuDove le storie prendono vita. Scoprilo ora