"Sudah pagi, ya?"

"Mm-hm. Bangunlah dan mandi sana, aku akan siapkan sarapan."

"Kau sudah mandi?"

"Belum. Aku belum ke mana-mana dari tadi."

"Tapi kau sudah cantik."

Tidak boleh salting... tidak boleh salting... TIDAK BOLEH SALTING.

Lagipula, aku berantakan begini dibilang cantik? Oh, mungkin matanya masih buram karena baru bangun tidur.

"Pergi mandi sana. Lihat jam!"

Padahal, jam masih menunjukkan pukul setengah 7. Tapi untungnya dia tidak berkomentar lagi dan berjalan menuju kamar mandi. Namun saat aku hendak turun dari kasur, tepat di permukaan pintu, kulihat dia berhenti.

"Kenapa?" tanyaku bingung.

Dia menoleh padaku. Tersirat kebahagiaan dalam wajahnya. "Terima kasih."

Aku tidak tahu dia berterima kasih untuk apa.

***

Seperti kekasih pada umumnya, kami jalan-jalan. Walau di luar sangat dingin, aku tetap semangat. Berjalan ringan sambil sesekali bersenandung kecil, sementara di sampingku, Han Seungri tak ubahnya patung karena diam saja.

"Kau jalanlah lebih dulu."

Kami di Cheonggyecheon. Di sore hari, tempat ini benar-benar cantik. Perpaduan senja dan lampu-lampu yang dipasang terlihat sangat klop. Namun, begitu mendengar kalimatnya, aku yang sedang memandang takjub keadaan di sini praktis berubah kebingungan.

"Apa?"

"Jalan di depan. Biar aku fotokan."

Oh, kupikir apa. "Baiklah."

Kami sepakat hunting foto, sepertinya fotoku dan Han Seungri sangat kritis. Benar-benar hanya bisa dihitung dengan jari. Jadi berbekal kamera yang kini menggantung di lehernya, kami akan mengambil banyak foto di sini.

Satu-dua foto terabadikan. Fotoku sendiri, fotonya, foto kami, bahkan beberapa pemandangan juga ada. Dari yang cantik sampai konyol, kami mengambil banyak foto.

Aku tidak menyadari kapan langit di atas kami mulai berubah gelap, karena terlalu menikmati momen ini. Tahu-tahu sudah pukul 7 malam, terhitung masih sore, tapi karena musim dingin, langitnya sudah lumayan gelap. Udaranya pun mulai dingin.

"Salju pertama belum turun, kan?"

Han Seungri yang sedang sibuk memotret langit lantas menggeleng mendengar pertanyaanku. "Belum, kenapa?"

"Aku ingin membuat harapan—oh!"

Baru juga dibicarakan, butiran kecil salju mulai turun dari langit. Salju pertama yang datang tanpa diduga-duga. Wajahku sumringah seketika.

"Salju!!" Namun bukannya menikmati keindahan butiran salju yang datang, aku buru-buru menundukkan kepala dalam-dalam, lalu menyatukan kedua tangan dan berdoa.

Semoga hidupku jauh lebih baik seiring berjalannya waktu, semoga aku hanya dipertemukan dengan orang-orang yang baik di masa depan nanti, dan semoga hubunganku dan Han Seungri memiliki akhir yang bahagia.

Hanya itu yang aku inginkan. Tapi setelah mengucapkan doanya dalam hati, aku rasa itu terlalu banyak.

"Kau berdoa apa?"

Tepat sesaat setelah aku selesai, Han Seungri kembali bersuara. Aku menoleh dengan senyum lebar. "Rahasia. Kau sendiri?"

"Aku? Aku tidak berdoa."

Cupcakes | JisungWhere stories live. Discover now