BAB 6 BANGUNAN TUA DAN KENANGAN KELAMNYA

41 31 1
                                    

Happy reading

Tangisan bocah berumur sepuluh tahun itu sungguh menyedihkan. Pukulan dari ayahnya itu membuatnya tertunduk tak berdaya. Suara teriakan membuat ia begitu terisak. Bangunan tua itu jadi Saksi kelamnya. Varen mengingat bagaimana ia dihajar habis habisan oleh ayah nya sendiri, menjadi samsak bagi ayah nya untuk melampiaskan amarah.
Apa yang dilakukan anak berumur sepuluh tahun itu hanya tangisan sesak meramu di dadanya yang ia rasakan. Bagaimana bisa seorang ayah tega menyakiti anak kandungnya sendiri.
"Aaaarggggg...." Amarah Varen kala mengingat masa kecilnya. Ia meluapkan amarahnya pada pohon di sekitarnya. Menempelengnya dengan sekuat tenaga hingga tanganya terluka sampai darah segar menetes.
"Varen Stop." Suara seseorang menghentikannya.
Varen yang tersadar memerosotkan dirinya kebawah. Ia tertunduk lemah, air mata yang dengan mati Matian ia halau kini meluncur dengan bebasnya. Bersamaan dengan turunnya hujan dengan deras.
"GILA LO!"
"Gue Gila?. Dia lebih gila!" Rasanya kali ini dadanya sesak.
"Fir, kenapa dunia nga pernah berpihak ke gue. Salah gue apa selama ini ?" Tanya Varen dengan nada kekecewaan.
"Ren, jangan main hujan ntar Lo sakit." Firman kini penuh khawatir.
"Apa mereka peduli walaupun gue sakit. Sekarang gue nga punya siapa-siapa Fir. Gue udah sendiri sejak kecil ayah gue udah nikah sama cewek bangsat itu. Ibu gue udah merantau dari gue kecil bahkan lupa kalau mereka masih punya anak yang butuhin kasih sayang mereka." Rasa sesak yang kian menyeruak di dadanya kini tak dapat ditahan.
Setelah mengantar Aneska pulang dari danau. Varen memutuskan untuk menjenguk ayahnya. Karena, Varen mendapat kabar dari om nya kalau ayahnya sakit. Ternyata yang ia dapatkan hanya kebohongan dari om nya itu. Setelah sampai ke rumah ayahnya. Varen melihat wanita yang sudah merusak kehidupan keluarganya dulu hingga dia menjadi anak yang paling tersiksa.
Ia yang melihatpun penuh sesak didada, tidak ada obrolan di sana. Varen langsung pergi begitu saja setelah melihat kondisi ayahnya yang memang terlihat sedang tidur namun, Varen tidak tau apakah ayahnya tidur atau sakit. Melihat wanita disebelah ayahnya membuatnya penuh emosi. Melihat wajahnya saja sudah muak.
Mendengar kata-kata Varen, Firman terdiam. Ia tau sahabatnya kali ini benar - benar kecewa dengan keadaanya. Melihat Varen yang tertunduk dalam tangis membuat rasa iba di hatinya dan memeluknya.
"Lo jangan ngerasa sendiri ya Ren. Gue ada buat nemenin lo."
"Makasih. Lo udah jadi sahabat gue selama ini." Kata Varen.
Firman adalah Sahabat yang paling peka terhadap kondisi Varen. Hanya Firman yang tau segalanya tentang Varen. Mungkin juga karena, mereka satu kost, dan sebagai teman kuliah. Baru beberapa hari mereka berkenalan namun, rasanya mereka sudah dekat. Tak jarang juga Varen merasa Oversharing terhadap sahabatanya. Mereka juga bersama kerja di mood book Store.
"Sans, i hate lol!"
"Fakk U." Ledek Varen dengan memberikan jari tengahnya.
"You to." Dibalas Firman dengan memberikan pukulan pada perut Varen.
Mereka pun tertawa untuk menutup luka masing-masing. seperti anak kecil yang tengah menikmati setiap jatuhnya hujan.
"Berteduh Bego. Lo kena hujan dikit aja langsung pilek."
"Biarin. Lo kan ada buat jadi sapu tangan gue yang menerima ingus gue." Ledek Varen.
"Bangsat Lo." Firman yang mendengar bergedik jijik dengan kelakuan sahabatnya ini.
Varen adalah seorang Pluviophile tapi tubuhnya rentan terhadap air hujan. Kondisi tubuhnya tak mampu menahan dinginnya sehingga, kerap kali akan menjadi sakit.
..~..
"Aneska, ngapain lo berhubungan sama pak Varen ?" Serobot Agnia yang seketika menghentikan Aneska yang tengah jalan di Koridor sekolah.
"Maksudnya ?" Tanya Aneska bingung.
Agnia menampilkan Video Aneska dengan Varen saat mereka berada di danau.
Aneska yang tau itu sontak langsung kaget dari mana Agnia tau tentang mereka.
"Gak ada. Lagian ngapain lo ngurusin urusan orang."
"Hahaha. Ya hidup lo harus gue urusin soalnya Lo donggo, goblok dipelihara." Nyinyir Agnia.
"Haha, ngurusin idup gue. Emang Lo Tuhan?" Tawanya karena, geram dengan Agnia.
"Jauhin pak Varen atau Video lo gue bongkar." Bisik Agnia dan berlalu pergi.
Mendengar itu Aneska pun bergeleng-geleng "Apa yang terjadi dengan makluk satu itu."
****

BANGSAT LO!
Anjing Lo!
Babik Lo!
Amarahnya tak bisa ia tahan lagi. Pukulan demi pukulan ia berikan ke pipi seorang berumur setengah abad. Wajah Segara penuh lebam biru bahkan darah segar keluar dari ujung bibirnya.
"Hahaha." Tawanya menglegar di telinga pria yang tengah di hantui oleh amarah.
"Brengsek Lo!" Bentak Varen berserta tanganya yang terus memukul tubuh rentan laki-laki didepannya.
"Varen kamu gila, hahaha." Tawa Segara yang masih terpengaruh minuman keras yang ia tengguk.
"Ibu mu pergi karena ayah jatuh miskin, Lo gila kayak Jelita. Hahaha. Jelita sayangku, Jelita kasihku, oh Jelita. Varen Ayah nga salah yang salah ibumu." Katanya dengan nada ngawur.
Varen yang mendengarpun melemas karena, sebenernya ia tak kuasa harus menghajar ayahnya sendiri. Namun, kali ini ia tidak bisa menahan gejolak amarah ditubuhnya. Bahkan luka ditangannya belum sembuh namun, rasa sakit itu kian semakin menjalar.
Segara yang masih dalam keadaan mabuk itu pergi dari bangunan tua tempatnya untuk menenguk minuman haram meninggalkan putranya yang kini melepas. Mungkin jika ia pergi, Segara akan mati ditangan putranya.
varen kini menetralkan emosi di tubunya melihat bangunan itu. Netranya melihat setiap sudut bangunan tua nan penuh kenangan. Ia mengingat betul indahnya masa kecil saat ada Jelita dan Segara yang sering mengajaknya kesini. Bangunan tua berlantai tiga itu ia dapat melihat indahnya pemandangan persawahan dibawahnya. Gunung gunung terlihat sangat indah nampak berjejer dan dekat di lantai atasnya.
Melihat pemandangan alam yang indah dari atas bangunan tua itu cukup menenangkan dirinya. duduk di bangku dari kayu buatan Segara dulu. Melihat dirinya kecil yang dengan bebas berlarian kesana kemari menerbangkan layang-layang yang tak kunjung terbang tinggi.
"Nanti suatu saat kita akan berlibur ke tempat impian kita ya Varen, Jelita." Ajak Segara dengan lembut.
Jelita menganguk dan tersenyum dengan lebar.
"Nak, kamu cepetan dewasa ya. Nanti kita bisa keliling dunia, kita main, jalan-jalan ke negara Jepang." Tutur Jelita dengan mengusap rambut Varen dengan lembut.
"Iya ibu." Dijawab anggukan oleh Varen.
Segara dan Jelita memiliki negara impian ke negara yang dijuluki negeri matahari terbit. Namun, impian mereka untuk pergi kandas bersamaan dengan keadaan mereka yang tengah tak baik.
Bayangan itu menghilang. Sungguh Varen merindukan sosok dirinya kecil.
Varen selalu membawa buku dan pena kesayangnya, menulis apa yang ia rasakan dimanapun itu. Bahkan rasa sesak didadanya yang selalu ia tahan akan diluapkan dengan tulisan.

"Dunia itu singkat banget bagi mereka yang tak merasakan kebahagiaan. Ayah dan Ibu kini berpisah dan aku sendiri. Mereka mendewasakan aku sebelum aku tau tentang kerasnya dunia."
Bangunan Tua, Denandra Varen Segara ~

"Tuhan , Varen salah apa. Sampai semua orang pergi dari kehidupan Varen. Apa selama Varen hidup Tuhan nga ngasih kebahagiaan buat Varen?" Monolognya dengan sang pemilik kehidupan.

MAKASIH

Melancolie || On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang