BAB 5 ANAK JALANAN

43 29 3
                                    


Happy Reading

"Indahnya duniaku saat tak bertemu nenek lampir itu." Tarik napas tenang bagi Aneska saat ini yang tengah berjalan menampaki koridor sekolah
Ia akan tenang saat tak bertemu musuh bebuyutannya Yaitu Agnia. Permusuhan mereka memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Mereka tak jarang mengunjungi ruang BK untuk mendapatkan hukuman. Kebencian antara keduanya yang menyebabkan mereka selalu bertengkar.

Agnia merupakan ratu sekolah Bakti Buana, ia murid yang pintar namun, juga memiliki sifat sombong dan sering membully anak sekolah lain. Namun, kejahatannya itu belum terungkap sampai saat ini. Kini hanya Aneska yang mengetahui kejahatannya sehingga membuat Agnia begitu membenci Aneska.
Aneska merupakan siswa yang malas, ia selalu kurang dalam hal pelajaran. namun, berbakat di  bidang non akademik yaitu olahraga bola basket. Tak jarang ia mendapat penghargaan. Namun, penghargaan itu selalu sia-sia karena, orang tuanya hanya mengetahui nilainya yang selalu turun. Karena, orang tua Aneska hanya mengukur kepintaran dari nilai akademik bukan dari apa yang Aneska bisa.
,

***

Setelah melewati hari yang panjang dan melelahkan Aneska memutuskan untuk pergi menenangkan diri dengan bermain bola basket di lapangan sekolah. Ia bermain sendiri saat sekolah sudah mulai sepi. Semua murid dan para guru sudah pulang untuk beristirahat.
Dipojok lapangan itu ada seseorang yang memperhatikannya.
"Aneska You are a great child." Batin Varen melihat Aneska yang seperti menahan rasa kekecewaan.
Lima menit ia memperhatikan lalu mendekat ke Aneska.

"Aneska, ganti baju kamu, ikut saya nanti kamu bakal tau tempat yang menenangkan." Ajak Varen.

Aneska diam dan melemparkan bola ke arah Varen namun, berhasil di tangkap oleh Varen. Langsung pergi untuk Mengganti bajunya tanpa ada kata disana.

Setelah sepuluh menit berganti baju, dari baju olahraga kembali ke baju sekolahnya dilapisi dengan jaket hitam Aneska mendekat ke Varen.

"Ayo," ajak Aneska yang melihat Varen memainkan ponselnya, di sudut lapangan.

"Aneska siap ?"

Aneska masih diam dan membuang mukanya malas.

"Ok." Varen berdiri dari duduknya dan langsung mengandeng tangan Aneska berjalan ke motor gedhenya yang berada di parkiran sekolah.

Varen sangat menyukai motor gedhe sehingga ia bekerja keras dan berhasil membelinya dua bulan yang lalu.
"Sini pegang, biar nga jatuh."

Varen merasa ada jarak di antaranya dan Aneska, membuat ia melajukan kendaraan dengan cepat. Aneska yang berada di belakang merasa takut dan secara refleks memeluk pinggangnya hingga tidak ada jarak diatara mereka.

Selama diperjalanan mereka hanya diam tanpa ada pembicaraan sama sekali. Varen fokus mengendarai kendaraannya dan Aneska memperhatikan jalanan. Mereka merasa cangung.

Varen mengajak Aneska ke sebuah tempat makan. Varen  memesan dua makanan untuknya dan Aneska. Mereka pun menyantapnya, tak ada obrolan disana, yang ada hanya suara sendok dan garpu yang beradu di atas piring.

"Habis ini kita kesuatu tempat yang bikin lo nyaman." Kata Varen setelah selesai makan dan menunggu Aneska menghabiskan makanannya.

Tak ada tanggapan dari Aneska yang sedang menikmati makanannya.
Tata bahasa Varen akan berubah menjadi non formal saat ia berada di luar sekolah karena, ia tidak terbiasa mengunakan bahasa baku sehingga saat di luar ia akan kembali mengunakan bahasa kesehariannya. Begitu juga ia menyesuaikan tempatnya berada.

"Bu pesan nasi bungkusnya sepuluh ya."
Aneska yang kaget pun tersedak dan terbatuk-batuk. Varen yang tau itu segera menyodorkan air minum dan langsung diminum.

Melancolie || On Going Where stories live. Discover now