BAB 2 ANESKA DAN HUKUMANNYA

51 34 2
                                    


Sepulang dari gubuk itu Aneska menaruk tas nya ditempat belajarnya dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur, langsung tidur. Ia rasa tubuhnya sangat kelelahan. Hari-harinya sangat berat ia lalui.

Brag..
Sebuah bantingan pintu mengetkan Aneska yang telah terlelap.
"Kamu tidur trus Aneska!" Seorang wanita berumur empat puluh tahun berada di depan pintu.
"Kamu tuh harusnya belajar. Liat sana Agnia dia selalu juara satu di sekolah, prestasinya juga banyak. Ngak kayak kamu juara dua puluh trus." Ucap Elina.

Elina adalah bunda dari Aneska. Wanita itu memang sangat suka membanding-bandingkan anaknya dengan anak tetangga. Walaupun, tak seharusnya orang tua membandingkan. Karena, anak juga memiliki minat di banyak hal tidak hanya di sebuah studi saja.

Mendengar itu Aneska hanya terdiam. Kadang ia juga bingung bagaimana harus menanggapinya ?

Jika ia diam, hanya akan mendapat banyak hinaan dari orang tuanya. Jika ia berbicara, akan dianggap anak yang kurang ajar dan berdosa. Padahal, menjadi anak juga ingin membela dirinya.

Setelah berbicara cukup panjang Elina berlalu pergi tanpa perasaan bersalah.
Kini cairan bening di mata Aneska turun dengan deras. Sakit rasanya harus dibandingkan dengan anak tetangganya.  Rasanya jika ia bisa memilih mungkin, ia tidak akan mau dilahirkan di dunia. Dadanya sesak, kepalanya pun juga merasakan pusing yang amat dalam.

°°°
🥲🥲🥲


Pagi ini tak ada yang indah di hidup Anesha. Saat ia menapaki tangga menuju ke ruang makan. Tidak ada seorang pun. Hanya ada seorang asisten rumah tangga yang berada di dapur, sibuk dengan masakannya dan menyajikan di meja makan.

"Bibi." Panggilnya kepada seorang berumur tiga puluh tahun.
"Iya non Aneska?"
" Bunda sama ayah kemana?" tanyanya dengan melihat ruangan - ruangan yang tampak di netranya.
"Tadi pagi-pagi Nyonya pergi keluar Non. Kalau Bapak dari kemarin malam pergi sampai sekarang belum pulang." Jelasnya.
Mendengar penjelasan dari Jelita, Aneska merasakan sedih. Kebahagiaan keluarganya yang selalu ia rasakan dulu, kini begitu berubah, sekarang rasanya begitu merenggang.

Sepotong roti yang terasa manis pun, kini berasa sangat hambar tak ada rasanya.
Setelah memakan roti itu Aneska bergegas pergi ke sekolah. Ia hari ini berjalan kaki ke sekolah karena, jaraknya tak begitu jauh dari rumahnya.
Sesampai di sekolah ia berjalan di koridor yang lumayan sepi, hanya ada beberapa orang saja. Karena, jam masuk juga masih lama.

"byurrr," sebuah minuman jatuh hingga mengenai baju Aneska.
"Ups." Kata Agnia tanpa rasa bersalah.

Aroma parfum vanila yang Aneska kenakan di bajunya, kini berubah menjadi aroma mangga dari minuman yang ditumpahkan oleh Agni.

" Lo, pagi-pagi emang nyari ribut Agni." Ucap Aneska yang penuh amarah. Menjambak rambut gadis itu hingga, rambut  yang sebelumnya terlihat  rapi menjadi berantakan tak beraturan.

"Aww." Rintih Agni merasakan kesakitan di kepalanya. Namun, dibalas dengan ikut menarik rambut Aneska. Merekapun bertengkar hebat disana.

"Eh, kalian ngapain?" melihat keributan dua murid itu. Seorang guru BK mendekati mereka dan langsung menjewer telingga mereka hingga merintih dan meminta ampun.
"Aww, pak pak sakit."

"Kalian sudah bikin keributan di sekolah ini. Sekarang ikut bapak."
Dengan memegang lenggan dua anak itu yang bertujuan agar mereka tidak lari, Pak Aden menarik mereka kesebuah lapangan yang begitu luas yang menjadi tempat murid - murid SMA Bakti Buana melaksanakan kegiatan olahraga maupun upacara bendera.

Melancolie || On Going Where stories live. Discover now