Bab 3 Peristiwa Tak Terduga

42 32 2
                                    

Happy Reading
🥰🥰🥰


Aneska berjalan menuju sekolah seperti biasa, menikmati udara segar pagi. Meskipun agak monoton, kota ini terasa hidup dengan cahaya senja yang memantul di antara gedung-gedung pencakar langit. Riuh gemerisik menjadi latar belakang kehidupan sibuk penduduknya. Bagi Aneska, kota ini memiliki daya tarik yang lebih dalam dari kehidupan sehari-hari.

Dengan tas ransel biru di punggungnya, Aneska berjalan santai. Rambut cokelatnya ditiup angin, seolah mengikuti langkahnya. Tanpa disadari, jam tangannya menunjukkan pukul 06.55, hampir membuatnya terlambat untuk kelasnya. Aneska pun berlari agar tidak telat.

Dengan langkah terburu-buru, Aneska melintasi trotoar dan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan. Hembusan angin sejuk membuatnya terengah-engah saat ia berlari menuju gerbang sekolah. Pikirannya dipenuhi oleh harapan agar tidak terlambat lagi.

Namun, ketika ia hampir sampai, Aneska melihat gerbang telah dikunci oleh satpam sekolah.

"Maaf, pak, jangan tutup gerbangnya!" pintanya pada satpam bernama Yanto.

"Maaf, nggak bisa. Lebih baik kamu tunggu guru BK datang baru bisa masuk," kata Yanto tegas.

Aneska mencoba merayu, "Tolong, pak..."

Aneska merasa frustasi melihat gerbang yang terkunci. Dia tahu hampir pasti akan terlambat jika menunggu guru BK membukanya, terutama karena ini bukan kali pertama ia terlambat. Biasanya gerbang belum benar-benar tertutup, namun kali ini Aneska benar-benar tidak bisa masuk. Sementara waktu terus berjalan, dan pelajaran akan segera dimulai. Ia merasa putus asa, mencari solusi.
Muncul pikiran untuk membolos hari itu saja. Namun, ketika hendak berbalik arah, suara memanggilnya.

"Aneska?" panggil seorang guru.
Aneska menoleh dan terkejut, ternyata itu adalah Pak Varen, guru bahasa Indonesia.

"Pak, jangan hukum saya," mohon Aneska.
"Ikut saya," ajak Pak Varen.

Aneska berusaha kabur, namun tangannya berhasil ditangkap oleh Pak Varen.
"Kemana kamu? Ikut saya. Jangan kabur," kata Pak Varen dengan tegas.
"Pak, saya mau belajar," sanggah Aneska.
"Kalau kamu mau belajar, jalani dulu hukuman karena telat," ujar Pak Varen dengan tegas.
“Sungguh, guru ini sama saja seperti guru tua menyebalkan itu,” gumam Aneska, yang masih terdengar oleh Varen.
“Apa yang kamu ucapkan?” tanya Varen.
“Enggak… Pakkkk, lepasin saya..” pinta Aneska.
Varen melepaskan tangan Aneska.
“Oke, kali ini saya lepaskan, tapi nanti sore kamu harus membersihkan kelasmu sampai bersih,” tegas Varen.
“Tapi Pak, lo nyebelin banget sih,” protes Aneska.
“Kalau kamu protes, saya akan menambah hukuman kamu,” tegas Varen.

Tanpa ada kata lagi Varen pergi dengan meninggalkan Aneska yang masih kesal. Varen tersenyum sendiri melihat kelakuan muritnya yang satu itu.

💕💕💕

Hari ini terasa begitu membosankan bagi Aneska. Ia telah menyelesaikan kelasnya dan juga menunaikan hukumannya. Aneska merasa lelah dan kelelahan menerpa dirinya.

Saat berjalan pulang, Aneska memutuskan untuk singgah ke taman. Ia merindukan ketenangan dan ingin menenangkan diri setelah hari yang melelahkan itu. Langkahnya melambat saat ia memasuki taman yang teduh dan penuh dengan pepohonan.

Di sana, udara terasa lebih segar dan lebih tenang. Aneska berjalan di antara jalur setapak yang dikelilingi oleh pepohonan hijau yang menyejukkan. Angin sepoi-sepoi menyapanya dengan lembut, membawa aroma bunga yang sedap.

Aneska memilih tempat duduk yang nyaman di bawah pohon rindang. Ia duduk sambil menatap indahnya langit yang mulai senja. Waktu berjalan dengan lambat di taman ini, membawanya ke dalam kedamaian yang dia butuhkan.

Matahari terbenam perlahan, memberikan sentuhan warna-warni yang memukau di langit. Aneska merasa sedikit lebih baik, menikmati keindahan alam yang mengelilinginya. Ia merenung tentang pelajaran hari ini dan janji untuk lebih bertanggung jawab di masa depan.

Di sela-sela pikirannya, suara gemericik air dari kolam taman menghadirkan ketenangan yang membuatnya merasa lebih rileks. Ia menghela napas lega, menyadari bahwa di sini, di tengah keindahan alam, ia menemukan ketenangan dari kepenatan yang ia rasakan.
Aneska menikmati beberapa saat ketenangan itu, meresapi keindahan sekitarnya. Namun, tiba-tiba, keadaan berubah drastis.
Tanpa diduga, sekelompok penjahat tiba-tiba muncul di taman. Mereka dengan cepat merampas tas Aneska dan berusaha melarikan diri.

Aneska, dengan refleks yang cepat, mencoba menarik kembali tasnya, namun kekuatannya begitu lemah. Ia merasa putus asa dan ketakutan akan kehilangan barang-barang pentingnya.

"longtonggg!!!Help! Tolong!" teriak Aneska sekuat tenaga. Namun, suara teriakannya terasa tercecer di antara keramaian taman.
Tiba-tiba, seseorang mendekati dengan langkah cepat. Orang itu melihat situasi yang terjadi dan dengan sigap melangkah mendekati Aneska.
"Diam!" seru salah satu penjahat sambil mengancam Aneska.

Namun, sosok laki-laki yang mendekati Aneska dengan cepat melangkah maju. Dengan suara lantang, ia berteriak, "Kalian! Berhenti!" Sambil berlari mendekati penjahat, laki-laki itu terlibat dalam perkelahian.
Tiba-tiba, terjadi baku hantam antara laki-laki tersebut dengan perampok. Tanpa sadar, perampok menodongkan sebuah pisau. Meskipun terjadi pertarungan sengit, laki-laki itu berhasil terus melawan dengan tangan kosong. Dia bahkan berhasil melepaskan pisaunya dari genggaman perampok. Namun, saat kurang fokus, pisaunya menyebabkan luka kecil di tangannya.
Situasi semakin ramai, dan akhirnya petugas keamanan datang dan berhasil menangkap penjahat yang berusaha melarikan diri. Aneska merasa lega melihat keberhasilan petugas tersebut dalam mengatasi situasi yang tegang.
Laki-laki memberikan tasnya kepada aneska Kembali. Aneska masih terdiam syok melihat kejadian di depan matanya.

"Apakah mbak baik-baik saja?" tanya petugas keamanan pada Aneska dengan penuh perhatian.
Tentu, berikut perbaikan dan kelanjutan dari cerita:

Aneska mengangguk, masih terguncang oleh kejadian tiba-tiba tersebut.
"Hah, lo gapapa?" tanya laki-laki tersebut.
"G-ga—gapapa," jawab Aneska, masih dalam keadaan terkejut.
Terbangun dari lamunannya, Aneska melihat tangan laki-laki tersebut sudah terluka dan mengeluarkan banyak darah.

"Tangan lo, darah?" tanya Aneska, sambil memegang tangan laki-laki itu yang langsung dilepaskan dengan kasar.
"Lo pulang sana, awas disini banyak copet," jelas laki-laki itu.
“Tapi tangan lo?” tanya Aneska dengan cemas.
“Gue gapapa,” jawab laki-laki dengan raut wajah yang datar.

Dengan cepat, Aneska memegang tangan yang penuh luka itu dan berusaha mengobatinya, walaupun sering kali mendapatkan perlawanan dari laki-laki yang telah menolongnya.
"Gue obatiin, lo diem," desak Aneska dengan tegas, mencoba menenangkan laki-laki itu sambil berusaha memberikan pertolongan pada luka di tangannya.
Laki-laki itu, setelah beberapa kali berontak, akhirnya terdiam. Aneska dengan hati-hati membersihkan luka di tangan laki-laki tersebut dengan air dari botol minumannya, berusaha menghentikan pendarahan dan melapisi dengan perban yang ia bawa.
"Diam!, jangan gerak-gerak," pintanya lagi sambil tetap fokus melakukan pertolongan pertama pada luka tersebut.

Setelah selesai menggobati luka, Aneska merasa sedikit kecewa karena tidak ada percakapan sama sekali dari laki-laki itu. Ia langsung pergi meninggalkan Aneska, meninggalkan kebingungan di benak Aneska.

"Dasar manusia aneh," gumam Aneska, merasa geram sendiri atas kejadian itu.

Namun, laki-laki tersebut sudah menghilang, meninggalkan Aneska dalam kebingungan. Aneska masih terguncang oleh peristiwa yang baru saja terjadi.
Dengan langkah yang agak berat dan rasa penasaran yang mengganjal, Aneska melanjutkan perjalanannya pulang. Di dalam hatinya, ia merasa campur aduk.

Terima kasih
Berikan komen untuk semangat
😃😃😃

Melancolie || On Going Where stories live. Discover now