Bab 4 Unexpected Encounter

39 30 2
                                    

Happy Reading
💕💕💕


Lima Belas menit yang lalu sepulang sekolah Aneska memutuskan berjalan kaki untuk pulang namun, ia  mampir ke sebuah tempat penjualan buku yang terkenal di tempat itu yaitu mood book store untuk membeli buku tulis yang telah habis. Ia masuk dan netranya langsung melihat jejeran buku  menurutnya sungguh membosankan harus melihat tumpukan buku.
Pada dasarnya Aneska memang tidak suka dengan buku dan membaca. Rasanya cukup mengantuk jika ia harus bertemu dengan tulisan. Namun, di beberapa jejeran buku itu ada sebuah buku diary yang cukup membuat ia merasa suka dengan bentuk covernya.

"Bagus nih." Katanya dengan mengambil satu buku dengan cover biru.

Dibelakang Aneska ada laki-laki secara tidak sadar mengambil buku yang sama dan bertabrakan.

"Eh maaf ya." Setelah bertabrakan laki-laki itu melihat wajah wanita itu.
"Aneska ?"
"Bang Paaaarhan." Teriak Aneska kegirangan hingga beberapa orang memperhatikan mereka berdua.
"Sstt. Jangan teriak di sini." Sentak Farhan.
Aneska meneringis dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Farhan memang sengaja menabrak Aneska agar bisa bertemu dengannya.
"Apa kabar ? " Tanya Aneska.
"Baik, kamu gimana?
"Lagi ngak baik bang." Menampakan raut wajah yang tampak sangat lelah.
"Pasti mereka ya." Tebak Farhan.

Aneska menganggukkan kepalanya.
Farhan adalah teman masa kecil Aneska. ia juga dianggap sebagai kakak Aneska karena, hubungan mereka sangat dekat namun, Farhan kini merantau ke Amerika untuk ikut orang tuanya. Walaupun berjauhan mereka tak sering mengirim kabar satu sama lain. Setelah berbicara yang singkat mereka berdua memutuskan untuk membeli buku yang telah mereka pilih  namun, saat akan membayarnya Farhan melihat seorang kasir yang sepertinya kenal.

"Varen ?" Sapa Farhan.
Aneska yang berada di belakang menutup mulutnya, ia kaget dengan seorang kasir itu.
"Farhan"
"Apa kabar Lo ?" tanya Farhan.
"Baik, nih. Itu siapa Lo Han ?" Kata Varen dengan menunjuk ke arah wanita di belakang, seakan tidak tau.
"Ini Aneska, adek gue."
"Hah adek ?" Kata Varen kaget.
"Iya Aneska ini temen gue, yang gue anggep adek ." Jelas Farhan.
"Oalah oke." Menngganguk paham.
"Barang lo cuman ini ?" Tanya Varen dengan memasukkan buku-buku ke dalam kantong.
"Eh sekalian ini punya Aneska." Kata Farhan dengan mengambil buku di tangan Aneska.
"Oh, suka diary ini." Batin Varen dengan melihat diary itu.
"Nih udah." Memberikan kantong dan melakukan transaksi.
" Yaudah gue balik dulu ya."
" Oke bro. Main-main kesini ya."

Setelah selesai transaksi dan kembali Varen mengajak Aneska untuk pergi ke Cafe untuk melampiaskan kerinduan mereka karena sudah lama mereka berpisah.  Setelah sampai dikafe dengan nuansa warna krem itu Varen dan Aneska memesan makanan.

"Nes kita udah lama nga ketemu. Gimana sekarang cerita kamu ?" kata Farhan mendahului percakapan.
Aneska hanya diam ia memandangi sudut dari setiap kafe.
"Abang kenapa ninggalin Aneska ?"
Farhan mengelus punggung tangan Aneska.
"Nes, Abang nga bermaksud ninggalin kamu. Abang ikut orang tua abang. Maaf ya nga pamit kamu dulu, kamu mau marah, silahkan." Jelas Farhan yang menyesal.

   Melihat muka Aneska yang seperti marah. Farhan tiba-tiba pergi meninggalkannya sendiri. Tanpa diminta dia membawakan dua buah es krim milksae rasa strawberry berbentuk cone untuknya dan Aneska.

"Nih, jangan ngambek trus."

Aneska yang sebelumnya terlihat marah, luluh begitu saja dan langsung mengambil es krim milksae rasa strawberry berbentuk cone kesukaannya lalu memakannya.
sudah lima tahun mereka tidak merasakan kebersamaan seperti ini.  Farhan menatap Aneska memakan es krim dengan berantakan hingga mengotori pipinya.

"Kamu tetep Aneska yang suka es krim strawberry dengan cemong-cemong di pipi," Farhan mengambil selembar tissue dan membersihkan es krim di pipi Aneska.
Aneska hanya diam dan melanjutkan menikmati es krim nya tanpa melihat sekitar.
"Aneska, masih marah ?" 
Aneska mengelengkan kepalanya yang berarti tidak.
"Bagus, anak baik." Mengusap rambut Aneska.
"Abang nga bakalan ninggalin Aneska lagi kan ?, Aneska kesepian disini." Menampakan ekspresi yang sangat sedih.
Farhan diam, ia bingung harus menjawab apa dari pertanyaan adeknya itu.

"Huaaaa, hiks hiks srot." Aneska tiba-tiba menangis dengan histerisnya.
"Hey naon. You oke ?" Suara Farhan pelan dan memeluk Aneska.
"No oke." Tangisnya begitu terisak.
"Oke fine kamu boleh nangis sepuasnya. Tapi-tapi..."  Farhan mengantungkan omongannya dan melepaskan pelukannya.
"Tapi apa?"
"Ingusnya jangan ditelen dong."
Mendengar itu para entensi yang berada di kafe itu memperhatikan Aneska dan Farhan dengan menahan tawanya. Begitu juga Aneska yang tiba-tiba menghentikan tangisannya.
"Gimana asin nga?"
"Asin sih." Jawaban Aneska dengan polosnya.
"Buset kamu rasain?"
"Huaaaa, lah kamu malah tanya hiks hiks." Tangis Aneska kembali histeris, karena menahan malu.
"Hahaha...." Mendengar Aneska, Farhan tertawa terbahak-bahak.
"Udah ya jangan nangis." Farhan memeluk Aneska begitu dalam, hingga air mata Farhan tiba-tiba menetes. Namun, segera ia halau.

Aneska jarang sekali menangis namun, hanya dengan Farhan ia ceritakan segalanya. Ia merasa sangat nyaman berada dekat dengan abangnya itu. Karena, itulah saat Farhan pergi meninggalkannya ia merasakan kehilangan sosok berharga dalam hidupnya.  Farhan sayang sekali dengan Aneska. Walaupun, jauh dan tak pernah berjumpa sejak hari itu. Farhan tetap melihat keberadaan adeknya dengan menyuruh seseorang. Farhan tau bahwa dalam waktu singkat ia tidak akan bertemu Aneska lagi.

"Abang parhan ?" Farhan tiba-tiba terjatuh pingsan dipelukan Aneska. Aneska yang panik segera menelpon ambulance dan mengantarkan ke rumah sakit. Aneska menangis tersedu-sedu di depan ruang IGD. Rasanya ada yang hancur dalam hidupnya. Setelah lama tidak berjumpa dengan kawan masa kecil yang ia anggap kakak sendiri. Namun, kondisinya kini menghawatirkan.
Seseorang pria datang mendekati Aneska membuat ia kaget.
"Aneska?" Varen Memegang pundak Aneska yang tertunduk dalam tangisnya untuk menenangkannya.

"Bapak, eh Varen ngapain lo ?" Kaget Aneska yang masih dalam tangis ketakutannya.
"Tenang ya," Varen memegang tangan Aneska.

Setelah selesai dengan pekerjaannya. Varen segera menyusul Aneska dan Farhan ke rumah sakit karena, mendapatkan kabar dari Viola temannya yang saat itu berada di kafe itu.
Tangis Aneska sangat tersedu-sedu menunggu dokter yang sedang memeriksa di dalam ruangan itu. Varen yang merasa Iba pun memeluk Aneska untuk menenangkannya.

"It's Oke Aneska. Farhan ngak kenapa-kenapa."
Setelah beberapa menit menunggu dokter yang memeriksa. Dokter itu keluar dari ruangan Igd itu.
"Apa ada keluarga pasien ?" Tanya seorang dokter.
"Saya dok. Temannya pasien yang ada di dalam. Bagaimana keadaanya? " Jawab Varen.
"Pasien hanya kelelahan dan butuh istirahat." Jelas Dokter.
"Syukurlah. Apa saya boleh masuk ?" Aneska nampak sedikit lega dengan penjelasan dokter.
"Boleh, silahkan."

Setelah diperbolehkan masuk Aneska dan Varen segera masuk ke dalam ruangan itu.
Aneska diam dan duduk di sebelah ranjang Pasian. Melihat keadaan Farhan, ia baru menyadari ada beberapa luka lebam di lengan sebelah kiri seperti bekas sabetan.
"Aneska kenapa nangis ?" Deep voice Farhan setelah ia terbangun dari pingsannya.
"Abang kenapa ?" tanyanya dengan rasa khawatir.
"It's okay. Aku hanya kelelahan." Jelas Farhan.
"Trus luka ini ?" Tunjuk Aneska ke lengan kiri Farhan.
"Hahaha, Itu tadi aku ketendang bola." Katanya dengan Kekehan ringan.
Aneska tampak ragu dengan penjelasan Farhan namun, ia tersenyum dan meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.
"Hem Hem." Deheman dari Varen yang mengundang perhatian para atensi.
"Aneska udah malam kamu nga pulang ?"
Jam hampir tengah malam Aneska baru mengingatnya.
"Hah." Aneska kaget melihat jam tangannya menunjukkan pukul 23.00 malam.
"Aneska kamu pulang ya. Biar dianter Varen," kata Farhan.
Aneska mengangukan kepalanya.

Aneska takut sebenarnya untuk pulang namun, jika ia tidak pulang sekarang hukuman yang ia dapat semakin keji.
"Aneska ayo pulang, biar aku anterin."  Varen tiba-tiba mengandeng tangan Aneska dan menariknya untuk keluar dari kamar Farhan namun, ditapis oleh Aneska.
"Gausah pegang-pegang," sinis Aneska.
"Kenapa sih ?"
"gasuka najis, gelay."
"Emang gue kucing apa?" Jelas Varen dengan asal.
"Lo srigala."
"Panda, gasopan kamu ya, awas aja besok."
"Dih dasar beruang kutup, sukanya ngancem."

Mereka berdua berjalan keluar dari kamar Farhan dengan perdebatan yang tak kunjung selesai.  Farhan yang memperhatikannya hanya tersenyum kaku.”mereka baru kenal tapi udah akrab aja”

Thanks For Reading
💕💕💕
Follow and comment

Melancolie || On Going Where stories live. Discover now