14 || You'll be fine

Start from the beginning
                                    

"Saya kurang tau dok, kami juga baru saja saling mengenal."

Setelah mendengar penjelasan dari Aeri, dokter tersebut hanya mengangguk pelan. Setelah menarik nafas panjang pria itu kembali berbicara, "Teman anda mengidap penyakit jantung stadium akhir, oleh sebab itu saat melakukan aktifitas yang melelahkan dia akan gampang sesak."

Aeri membeku ditempatnya mendengar penjelasan dokter didepan. Mulut perempuan itu bungkam tidak tau apa yang harus dia katakan untuk membalas perkataan pria didepannya.

"Mungkin penyakit teman anda sudah lama dia idap, namun tak pernah dia lakukan pengobatan sama sekali. Saya berharap semoga dengan berbagai pengobatan teman anda bisa segera pulih."

Aeri masih diam menatap dokter didepannya, jantung nya berdegup kencang tak bisa dia kendalikan. Perempuan itu tak pernah berfikir akan mendengar kabar seperti ini tentang sahabatnya, apalagi mendengar bahwa Jimin memiliki penyakit yang begitu serius.

"Saya tau mendengar kabar ini pasti berat untuk anda, tapi saya percaya teman anda akan bisa sembuh dan saya harap anda juga percaya akan hal itu. Kita akan sama-sama berjuang untuk kesembuhan teman anda."

Aeri tau.

Dia harus percaya.

***

Konon, manusia punya masa tersendiri, masa dimana mereka bahagia dan masa dimana dia harus pergi setelah fase itu habis. Itu benar adanya. Faktanya fase itu sangat sulit untuk di Terima manusia, apalagi yang menyangkut kehilangan.

Bagaimana pun sakitnya akan tetap ada, bagaimanapun bentuknya.

Hari sudah mulai sore, keadaan rumah sakit sudah mulai tidak seramai tadi siang. Ada yang duduk melamun didepan ruang rawat, ada yang tertidur di kursi tunggu, dan bahkan ada yang menyendiri di taman rumah sakit.

Pemandangan sore kala itu membuat seakan suasana sangat menyelekik. Aeri memandang lurus koridor yang dia lewati. Dengan perasaan yang sesak, dia tak ada keberanian menampakkan wajahnya di depan kedua sahabatnya yang mungkin kini tengah menunggu kabar dari dia.

Lalu apa? Apa Aeri akan masuk kedalam sana dan mengatakan bahwa Jimin sekarat? Itu akan sangat melukai hati Jimin dan juga Jiwoo yang sudah sangat lama bersahabat dengan pemuda tersebut.

Kantung baju perempuan itu kembali bergetar, namun tak dia lihat karena dia tau siapa yang memanggil. Sejak tadi panggilan dari Jiwoo terus saja menghantuinya, namun lagi-lagi tak ada keberanian yang dia punya untuk sekedar berbicara kepada pemuda itu.

Aeri memilih duduk di taman rumah sakit, memandang lurus rerumputan hijau yang tak begitu panjang namun rapi ditaman itu. Disampingnya ada perempuan yang tengah berbincang dengan pria, yang mungkin pria itu adalah ayahnya setelah dilihat dari perawakan pria tersebut.

Timbul pertanyaan dibenak Aeri, apa perempuan itu juga memiliki penyakit yang mematikan seperti Jimin? Atau hanya sakit biasa saja?

Namun saat tengah bergulat dengan pikiran nya sendiri jiwoo tiba-tiba saja sudah ada duduk disamping Aeri ikut menatap perempuan yang dia lihat.

"Kau naksir dengan ayahnya?"

Seketika atensi Aeri teralihkan kepada jiwoo yang tiba-tiba saja ada didekatnya, "Kau mengagetkan ku!"

Jiwoo hanya terkekeh pelan saja, "Maaf... Aku hanya bingung kenapa kau ada disini dan menatap perempuan dan pria disana, jadi ku pikir mungkin kau naksir dengan pria paruh baya itu."

Aeri berdecak sebal namun tidak membalas ejekan jiwoo. Pikirannya tentang Jimin kembali lagi. Jiwoo sudha ada disini, dan perempuan itu bingung apa harus memberi tahunya sekarang atau tidak.

Dahi pemuda itu berkerut melihat wajah Aeri yang langsung menjadi muram, "hei, apa kau sedih dengan ejekan ku barusan?"

"Aku hanya bercanda!"

Aeri menggeleng.

"Jiwoo, apakah penyakit jantung stadium 3 bisa sembuh?"

"Kenapa kau bertanya begitu?"

Aeri memandang wajah pemuda di sampingnya itu dengan sendu. Dia tak tau apakah pemuda itu akan mengerti mengapa dia bertanya demikian atau tidak.

"Aku... Hanya ingin tau saja."

Jiwoo nampak berfikir terlebih dahulu, lalu setelah mendapatkan jawabannya dia kemudian menjawab pertanyaan Aeri, "Dari kebanyakan kasus yang terjadi, banyak yang tidak selamat."

Disaat itulah juga mata Aeri berair setelah mendengar jawaban dari Jiwoo. Pemuda yang menjawab pertanyaan sahabatnya itu dibuat kebingungan sendiri.

Aeri itu contoh perempuan yang sangat jarang menangis, bahkan tangannya patah saja dia hanya terlihat santai. Tapi kali ini perempuan itu sudah menangis tersedu-sedu didekatnya.

"Hei, kau kenapa? Aku hanya menjawab pertanyaan mu."

"Kalau begitu apakah Jimin juga tidak akan selamat?"

Jiwoo terkejut mendengar perkataan Aeri barusan, namun itu sekaligus menjawab pertanyaannya mengapa Aeri bisa menangis saat mendengar jawaban darinya.

Dia memang bodoh, tapi kali ini dia mengerti. Jiwoo menarik Aeri kedalam pelukannya, membiarkan perempuan itu menangis didalam dekapan nya sore itu.

Jimin, selama ini kukira kau sudah cukup menderita, mengapa semesta begitu senang membuat mu sengsara?

TBC

Maaf apabila banyak typo, Terima kasih yang sudah mau membaca dan meninggalkan vote serta komen.

Ending [Vmin] ✔Where stories live. Discover now