"Ekhem," deham Hazell.

"Nggak usah tes suara lo. Suara lo emang jelek dari oroknya," celetuk Ravend.

"Ya, udah, sih. Jadi, gini. Gue pas itu jam istirahat pertama ke kamar mandi. Mules banget dah perut gue itu, habis makan bakso dengan sambal 5 sendok, terus ditambah gue makan basreng sebanyak–"

"Kita penasaran kronologinya, bukan penasaran apa yang lo makan!" Lagi-lagi, Ravend menyambar.

"Iya, iya, ah. Intinya, gue ke kamar mandi, kan. Nah, pas itu emang antre banyak banget. Gue nggak tahanlah pokoknya. Terus, gue tungguin tuh. Gue nunggu di kamar mandi bilik 4. Di sana emang gue samar-samar dengar orang nangis. Tapi, ya, gue, sih, nggak peduli amat. Kek dah biasa.

Terus, nggak lama orangnya keluar. Dia nunduk gitu. Jadi, gue nggak ngenalin wajahnya. Nah, gue masuk, kan. Bla, bla, bla, bla, rutinitas mules pada umunya. Pas gue mau keluar bilik tuh, gue penasaran sama plastik warna biru. Gue ambil, kan. Gue kaget, kok, ada tespek? Gue sempat mikir kalau tespek itu punya siswi yang nangis tadi. Tapi, gue nggak mau suudzon.

Nah, gue keluar aja, kan, ya. Kebetulan ada temen gue. Ya, nggak akrab juga, sih. Kita kenal juga sebatas teman ekskul. Gue bilang ke dia.

"Oy, gue ada tespek!" Pas itu gue salah bicara yang menimbulkan kesalahpahaman.

Temen gue itu yang emang keknya nggak suka sama gue, kek nyudutin gue bahwa yang punya tespek itu gue. Padahal engga. Gue dah ngelak, tapi dianya bawa circle, anjing!" kesal Hazell setelah menceritakan sedikit ceritanya.

Varess yang menyimak juga ikut kesal. "Parah! Bisa-bisanya asal nuduh."

"Itu kamar mandi kagak ada cctv emang?" tanya Ravend.

"Ya, kagak adalah, goblok! Pedo amat kalau ada yang masang," umpat Varess menanggapi pertanyaan tak berguna Aiden.

"Siapa tahu .... Terus, terus?" Seakan jiwa ghibah Ravend telah muncul, ia sangat antusias mendengarkan cerita Hazell.

"Terus, ya, gitu. Gue dibawa ke BK. Singkatnya, yaa, gitulah yaa. Pasti ada pihak cowok yang dituduh juga. Dan yang tertuduh itu Aiden," sambung Hazell.

"What? Aiden?!" Starlie terkejut setelah lama diam menyimak.

"Tenang, kagak, kok. Mereka nuduh Aiden karena yaa, cowok yang deket sama gue cuma dia. Udah, gitu aja. Terus, seperti kasus serupa, pasti gue dibully, kan? Nah, pas gue dibully di tengah lapangan itu, saat gue lagi dihukum karena bolos matematika.

Gue lihat banyak banget cowok ataupun cewek ngerubungin gue cuma buat hina gue doang. Dan di sana, cowok yang gue kenal tuh ada 3, salah satunya Daksa. Tapi, gue lihat, si Daksa ini kagak ngapa-ngapain. Cuma diem doang sambil lihatin gue.

Nah, kepsek yang kebetulan lewat, langsung nyamperin tuh. Dihukumlah yang hina gue juga, termasuk di Daksa. Dulu, gue nggak kenal namanya. Gue tahu itu pas dia dihukum di samping gue. Gue tanya, kan.

"Oy, lo siapa? Ngapain ikut diri di sini. Lo kagak salah, bre!"

"Gue? Hhh. Gapapa, gue dah biasa. Lo yang kuat, ya!"

Jujur, gue nggak nyangka dia bakal ngomong gitu. Gue kira dia ada jiwa-jiwa bully juga. Ternyata kagak, malah nyemangati gue.

"Yaelah, santai aja kali. Gue mah juga dah kebal. Btw, lo siapa, sih? Keknya gue baru lihat."

"Kenalin, gue Daksa," ucap dia mau nyodorin tangannya.

"Kita lagi dihukum, ogeb! Balik lagi posisi semula!"

Nah, gitu dah. Kita dihukum sampe pulang sekolah. Dan itu udah 5 jam kita berdiri, gue 6 jam berarti," jelas Hazell panjang.

"Busett, kuat juga mental lo, Jel. Pantes, gedenya jadi bokem parah gini. Terlatih sejak dini toh," komentar Ravend.

"Gila, gila! 6 jam. Gue mah nggak sanggup, Jel. Apalagi, panas matahari. Gosong, cuy!" susul Arsen.

"Lo kagak tahu aja, sebelang apa kulit Hazell dulu. Sampe beda bener muka ama kaki. Jauh banget!" imbuh Aiden.

"Diem, lo, Den!" ujar Hazell.

"Lanjut, dong," pinta Starlie.

"Singkatnya aja, setelah diselidiki, gue dinyatakan kagak hamil. Karena kasus ini lama bener kelarnya, sampai 3 bulanan. Yaa, gue sempet dikira gugurin kandungan juga, sih.

Tapi, pada akhirnya yang kena itu temen sekelas gue sendiri. Sebenarnya, gue udah curiga. Dia sering mual, sering minta ini itu, hal yang nggak wajar pokoknya. Cuma gue pikir, mungkin emang lagi pengen dimanja aja.

Intinya gitu, deh. Gue kenal Daksa pas itu doang. Dan percakapan kita sebatas pas dihukum itu. Setelahnya gue nggak ada bilang apa-apa lagi. Ketemu juga paling kalau pas ngurus kasus. Selebihnya nggak," kata Hazell mengakhiri ceritanya.

"Temen lo siapa? Spill, dong!" Jessie penasaran.

Hazell menggeleng seraya menggerakkan jari telunjuknya ke kanan kiri. "Nggak boleh kepo! Privasi!"

"Iya, dah." Pasrah Jessie.

Setelah mendengar cerita dari Hazell, kini semuanya penasaran dengan cerita dari Aiden. Akhirnya, salah satu diantara mereka pun bertanya.

"Kalau dari lo, gimana, Den?" tanya Varess.

"Lo mau cerita kapan? Cepetan, dong," ujar Ravend.

"Bentar, gue laper," jawab Aiden.

"Yang bener aja lo, Den! Lo habis 5 bapau, ya, anjir. Mana kagak berbagi. Bisa-bisanya masih lapar. Perut lo dari apa, sih?" kesal Ravend mengusap wajahnya.

"Dari karet balon."



==========================================

Chaens, wehehe. Maaf, yak. Suka ngilang gini. Tapi, Matcha mang lagi siboek bingitss.

Maaflah yaaa. Doain aja, Ramadhan rajin up.
Aelaa, nunggu Ramadhan pula.

Intinya gitu aja dah.
Janlup seperti biasaa. Votmenfoll!!

Thank you and see you to the next chapter!

Bayy, mau bersemedi kembali 🙏

Hi, We Are ZxVorst Team Where stories live. Discover now