"Lo ngapain?" tanya Arsa pada seorang pria yang duduk disamping Farel kakak iparnya.

"Lah Lo ----" Mata Riko menoleh, melihat ke Anindya yang bahkan melihatnya. "Jangan bilang foto pria yang gak jelas mukanya itu, Arsa? Kamu nikah sama Arsa? Arsa temannya Dinda?"

"Gue suaminya. Ada urusan apa Lo di sini?" Arsa mengutarakan kata-katanya. Bahkan ia mendekati Anindya lalu duduk dan meraih pinggangnya.

"Anindya udah hamil anak gue. Lo ----"

"Santai, Sa. Riko ada urusan sama gue, bukan Anindya. Kebetulan ada projects bareng. Alhamdulillah masih berjalan walau hubungan Riko sama Anindya udah end," potong Farel saat melihat Arsa begitu posesif pada adiknya.

"Jangan cari kesempatan. Pergi sana," bisik Anindya seraya berusaha untuk melepaskan tangan Arsa dari pinggangnya.

"Diem dulu. Mantan kamu ini cari kesempatan," ucap Arsa dengan suara pelannya, seraya tetap menaruh tangannya di pinggang isterinya.

"Cemburu boleh, nak, tapi jangan suudzon sama orang. Nak Riko emang ada urusan sama Farel. Dia pun gak tahu kalau Anindya bakal ke sini. Jadi jangan salah paham," ucap Anita seraya membawa nampan berisi teh dan cemilan untuk Riko yang bahkan tak bisa mengalihkan pandangannya dari tangan Arsa yang meraih pinggang Anindya posesif. Seharusnya ia yang berada di posisinya bukan? Seharusnya Anindya mengandung anaknya bukan? Tapi takdir tak berpihak pada dirinya.

"Maaf, Bun. Terlalu sayang ----"

"Anin ke kamar dulu," potong Anindya cepat seraya beranjak membuat perkataan Arsa terhenti.

Arsa pun berdiri. Ia menatap tak enak hati pada Farel yang tak lain adalah kakak iparnya, namun memberikan tatapan tidak bersahabat pada Riko yang bahkan melihatnya.

"Maaf silahkan dilanjutkan," ucap Arsa sebelum lari dan mengejar Anindya yang masuk dalam kamarnya.

"Buka dong jangan buat aku malu. Masa suami sendiri gak boleh masuk. Nanti Riko tahu kita lagi berantem," pinta Arsa saat pintu kamar Anindya terkunci dari dalam.

Tak ada jawaban. Bisa dipastikan Riko akan melihatnya dari bawah sekarang. Pasti Riko akan menertawakan dirinya karena tidak izinkan masuk oleh Anindya ke kamarnya. Berulang kali berkata, ternyata Anindya enggan mengabulkan permintaan nya. Pintu itu tetap terkunci sempurna dengan hilangnya harapan Arsa untuk sekedar memeluk dan mengucapakan salam perpisahan pada anaknya. Arsa yang tak mendapatkan jawaban menyerah. Ia kembali turun ke bawah dengan wajah yang lesu.

"Kenapa turun lagi?" tanya Anita saat menemukan Arsa meraih tangan nya saat ini.

"Titip Anin, Bun. Arsa ada beberapa kerjaan di luar kota, jadi selama seminggu Anin nginap di sini, ya," ucap Arsa dengan kebohongannya.

"Mau kerja dimana Lo?" tanya Farel pada adik iparnya.

"Ke Bandung bang. Calon ayah jadi harus kerja keras bang," balas Arsa tersenyum, lalu melirik Riko yang bahkan tak mengatakan apa-apa.

"Pamit, ya, Bun." Arsa menyalami tangan mertuanya, bahkan memeluk Anita singkat.

"Hati-hati, ya, nak. Jaga kesehatan juga," balas Anita yang tampak menyayangi Arsa di mata Riko yang terus melihat interaksi mereka.

"Pasti, Bun. Mau titip apa Bun?" tanya Arsa pada bundanya.

"Gak usah. Cukup kamu sehat aja udah cukup, kok," balas Anita tersenyum.

Arsa kemudian mengangguk. Ia berjalan melewati Riko untuk menyalami abangnya. Bahkan Farel tampak memberikan pelukan hangat untuk adik iparnya. Keluarga Anindya sangat sangat menganggap Arsa sebagai anggota keluarga mereka. Semuanya menerima Arsa dengan lapang dada, termasuk Farel yang menganggap Arsa sebagai laki-laki pekerja keras dan pantas menjadi adik iparnya. Sudah jelas Anindya akan bahagia jika suaminya model Arsa.

Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta |REPUBLISH) Where stories live. Discover now