14. Jawaban

80 10 5
                                    

Udah setahun sejak aku pertama kali publish cerita ini dan belum juga selesai 😭😭 Semoga masih ada yang nungguin kelanjutan kisah Mars dan Karang 🤧

Happy reading ✨❤️

***

"Karang, apa kau membenciku?"

Pertanyaan tiba-tiba yang dilontarkan Mars menciptakan kerutan tipis di kening Karang. [Kenapa kau bertanya begitu?]

"Karena kau berusaha keras menyingkirkanku dari hidupmu. Tapi kenapa, Karang? Kenapa kau menyelematkanku waktu itu? Harusnya lebih mudah bagimu melihatku mati tenggelam," tukas Mars. Namun, Karang masih betah dalam diamnya.

"Kenapa, Karang? Tolong jawab aku. Jawab aku agar aku tahu apa yang harus kulakukan, karena tanpamu, hidupku benar-benar terasa berbeda. Bahkan sekarang, aku gak tau apakah aku bisa bertahan dengan yang namanya hidup. Kau membuatku jatuh sedalam ini."

Mars berucap dengan nada putus asa yang seketika mencubit hati Karang. Dadanya berdenyut dan terasa sesak di saat bersamaan.

"Kenapa kau biarkan aku hidup, di saat kau sendiri yang membuatku mati rasa seperti ini? Aku gak pernah tau kalau kau bisa sejahat ini."

Karang merasakan sengatan yang datang entah dari mana. Apakah Mars sudah lelah dan ingin menyerah?

[Maka sebaiknya kau pergi dari hidupku, Mars.] Tulis Karang akhirnya pada catatan ponsel.

"Bahkan sampai akhir pun, kau masih berbohong."

[Apanya yang bohong, Mars? Aku gak berbohong padamu.]

"Maka katakan kau juga menyukaiku!" Mars berucap sedikit keras.

[Sayangnya aku gak bisa berbicara, Mars.]

"Ah, maksudku, tuliskan bahwa kau juga menyukaiku. Apakah sesulit itu untukmu mengungkapkan perasaanmu sendiri? Ataukah sedikit pun kau tidak pernah menaruh rasa padaku?"

Kau salah, Mars. Sejak lama aku menyukaimu dan aku berusaha keras menyembunyikannya darimu, jawab Karang dalam hati.

[Iya. Aku gak pernah suka padamu. Jadi tolong, pergilah dari hidupku. Aku gak mau lagi berhubungan denganmu.]

Mars terpaku selama beberapa detik setelah membaca pesan Karang. Ia lalu tertawa. "Bodohnya aku. Jadi selama ini, aku dipermainkan olehmu? Dipermainkan oleh semua perhatian dan kata-kata manismu?"

Enggak, Mars. Aku gak pernah mempermainkanmu, jawab Karang dalam benaknya.

[Iya. Kau hanya terlalu bodoh untuk mengetahuinya.] Tulis Karang yang sangat-sangat berbanding terbalik dengan jawaban dalam benaknya. 

Tawa Mars pecah. "Kuakui aku bodoh. Sangat bodoh sampai di hari perpisahan kita, aku menunggu kedatanganmu persis seperti orang gila. Terus tersenyum sambil memegang sebuah bunga dan berharap kau akan membalas pernyataan cintaku. Aku terus menunggu di sana sampai orang-orang mulai melihat dan berbisik. Tapi apa, Karang? Kau gak pernah datang. Kau bahkan menghilang bak ditelan bumi. Sampai akhirnya, aku bertemu denganmu lagi, tapi sekali pun kau gak pernah mengucapkan kata maaf. Yah, kau berhasil membuatku menjadi orang paling bodoh. Sangat bodoh sampai aku mengikuti ucapanmu yang mengatakan aku lebih baik menjadi seorang petinju," tukas Mars. Ia memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan kembali ucapannya.

"Selamat, Karang, kau berhasil. Kuakui aku kalah dan aku akan pergi sesuai keinginanmu."

Karang terpaku di tempatnya tanpa bisa mencegah kepergian Mars. Kakinya tiba-tiba terasa lemas, ia lalu terjatuh sambil meremas dada. Berharap rasa sakitnya sedikit berkurang. Tetapi Karang salah. Rasa sakit di hatinya semakin bertambah seiring dengan menghilangnya Mars dari pandangannya.

Sang ibu yang melihat anaknya terduduk di lantai langsung menghampiri. "Kamu kenapa, Nak? Ada yang sakit?" tanya sang ibu khawatir.

Karang mengangguk sambil menunjuk tepat di dadanya.

Ibu Karang menatap prihatin lalu memeluk erat sang anak. Ia tahu betul bagaimana hancurnya Karang, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena Karang telah membuat keputusannya sendiri.

"Kenapa kamu membiarkan Mars pergi dengan rasa benci, Karang? Kenapa kamu gak pernah bilang kalau kamu datang di hari perpisahan itu? Kenapa kamu gak pernah memberitahu Mars kalau kamu kecelakaan saat dalam perjalanan menemuinya dan kehilangan kemampuan bicaramu? Kenapa kamu terus membohongi perasaanmu sendiri, Karang?" tukas Kinar bertubi-tubi.

Karang melepaskan pelukannya dari sang ibu. "Lebih baik seperti ini, Kak. Sekarang semuanya selesai," jawabnya dengan bahasa isyarat.

"Kakak greget banget sama kamu. Selesai apanya? Kalian hanya saling menyakiti," kata Kinar jengkel.

"Karena Mars gak akan menyerah kalau belum disakiti oleh seseorang yang dipercayainya," jawab Karang lagi dengan gerakan jari-jemarinya.

***

Karang terbangun karena merasakan sentuhan di kepalanya. Matanya terbelalak saat mendapati Mars tengah duduk di ujung ranjang. Berulang kali ia mengucek mata, berharap bayangan atau ilusi penglihatannya tentang Mars menghilang, tetapi Mars masih setia di tempatnya.

Apakah aku sesedih ini sampai melihat bayangan Mars? tanya Karang dalam benaknya. Ia mendesah panjang sebelum merebahkan diri kembali.

Namun, belum sempat Karang menjatuhkan badannya, Mars sudah lebih dulu memeluknya. "Ini aku, Mars. Maaf karena aku terlalu bodoh. Aku gak pernah tau kalau hari itu kau kecelakaan dan kehilangan kemampuan bicaramu. Aku gak pernah tau kalau kau menyukaiku sejak lama. Andai sejak awal aku tau, keadaanmu mungkin gak akan seperti ini. Maaf karena aku telah menyakitimu sedalam ini," ucap Mars dengan suara sedikit serak.

Karang bergeming di tempat. Mencoba mencerna segala ucapan Mars.

"Kenapa kau memintaku pergi, di saat kau tau aku menyukaimu, hah? Aku gak pernah peduli dengan keadaanmu. Aku gak pernah malu atau apa pun, karena sejak awal cuma kau yang mengerti aku, Karang."

Karang melepaskan pelukan Mars lalu mengambil ponsel. [Sejak kapan kau ada di sini?] tanyanya. Sejujurnya Karang tidak tahu harus berkomentar seperti apa, karena kebenaran yang disampaikan datang bertubi-tubi. Sejak kapan pula Mars mengetahui hal itu?

"Udah agak lama, sih. Kamu tidurnya pulas banget."

Pipi Karang memanas saat pria itu memanggilnya dengan sebutan kamu.

"Rasanya begitu berat meninggalkanmu. Itu sebabnya aku kembali dan siapa sangka aku akan mendengar semua kebenaran itu? Sudahlah, Karang, jangan bohongi perasaanmu lagi. Aku mau kita bersama," katanya.

Karang mendesah panjang. [Tapi itu gak akan mudah aku gak mau mau kau menyesal di kemudian hari. Kau itu seorang atlet. Kehidupanmu begitu disorot. Bagaimana mungkin aku merusak karir yang sudah kau bangun dengan susah payah?]

Mars tersenyum. "Itu artinya kamu mengakui perasaanmu. Yah, aku senang. Mengenai karir, aku gak pernah mempermasalahkannya, karena kamu alasan yang membuatku sampai pada titik ini. Aku boleh kehilangan dunia, tapi aku gak mau kehilangan kamu untuk yang kesekian kalinya. Aku bisa hancur tanpamu."

[Terkadang berbicara lebih mudah daripada melakukannya, Mars.]

"Kamu gak percaya?"

[Bagian mana dari dirimu yang aku bisa percaya?]

Mars mendekatkan wajahnya lalu mengecup singkat bibir Karang yang seketika membuat Karang terdiam dengan wajah memerah.

"Aku ingin melakukannya sejak lama," kata Mars tanpa merasa bersalah.

Karang mengambil bantal lalu dilemparkan ke wajah Mars. "Karang, kamu malu?" tanyanya dengan seulas senyum yang terbit.

Karang tidak merespon dan lebih memilih bergelung dalam selimut. Tanpa disadari, tindakan itu membuatnya terlihat semakin lucu di mata Mars. 

Bersambung...

Sunshine HurricaneWhere stories live. Discover now