9. Pengakuan Mengejutkan

106 11 2
                                    

Karang menyikut keras Mars yang ada di sebelahnya. Namun, sikutan itu dihiraukan saja oleh sang empunya. Mars berada dalam mode serius sekarang. Terlihat jelas di mata Karang dan dalam keadaan seperti itu, Mars tidak akan bisa diganggu oleh siapa pun, termasuk dirinya.

[Bu, jangan dengarkan Mars. Dia hanya bercanda.] Karang segera menunjukkan tulisan di catatan ponselnya pada sang ibu.

"Enggak, Bu. Saya sama sekali gak bercanda. Saya suka dengan Karang, Bu, bahkan sejak di masa sekolah dahulu. Saya benar-benar menyukai Karang."

Ucapan serius Mars membuat Karang terbelalak. [Hentikan semua omong kosongmu itu, Mars! Aku gak suka dipermainkan.]

Pesan yang tertulis di catatan ponsel itu dibaca saksama oleh Mars. "Sekali pun aku gak pernah berniat mempermainkanmu, Karang. Aku menyukaimu sudah sejak lama." Ia mencoba memberikan penjelasan pada Karang.

Kedua netra Karang berputar. [Kau pikir aku percaya, hah? Kita sama-sama tahu hubungan kita gak baik pada awalnya. Kau gak mungkin menyukaiku sejak masa sekolah dulu.]

Karang mengembuskan napas panjang. "Aku tahu pertemuan awal kita gak baik, tapi rasaku tumbuh seiring berjalannya waktu. Kau boleh gak mempercayai ucapanku, tapi tolong beri aku kesempatan untuk menunjukkan betapa sayangnya aku padamu."

Wanita yang sejak tadi menjadi saksi perbincangan kedua orang itu berdehem guna menarik atensi keduanya. "Ibu berterima kasih karena kamu telah menyayangi Karang sepenuh hati. Tetapi, apakah kamu yakin dengan perasaanmu itu?"

Mars mengangguk mantap. "Tentu, Bu. Saya yakin betul dengan perasaan saya."

"Lantas, apa yang kamu harapkan setelah mengatakan hal ini pada saya? Apakah kamu mengharapkan saya memberikan restu?"

Mars membenarkan posisi duduknya. "Saya tentunya mengharapkan restu dari Ibu, tetapi untuk sekarang, saya yakin Ibu pun tidak akan memberikan restu. Tujuan saya memberitahukan perasaan saya pada Ibu adalah sebagai bentuk keseriusan saya pada Karang."

"Kamu sebegitu percaya dirinya mendapatkan restu dari saya. Apakah kamu tidak berpikir terlebih dahulu sebelum menyampaikan hal ini pada saya? Saya tentunya mengharapkan kedua anak saya menikah dan memiliki anak. Tidak terlintas di benak saya bahwa salah satu di antara Karang ataupun Kinar menjalin hubungan dengan sesama jenis. Hubungan kalian tidak akan pernah berhasil," tukas wanita itu memberikan penjelasan.

"Saya tahu setiap orang tua mengharapkan yang terbaik untuk anak-anaknya, tapi saya bisa apa, Bu, jika rasa saya jatuh pada Karang? Jika saya bisa menghilangkan rasa ini, maka sudah sejak lama rasa itu hilang. Saya sudah mencoba, tetapi untuk sekadar pudar saya tidak. Saya sudah pernah kehilangan Karang sekali dan saya tidak ingin kehilangannya lagi."

Wanita itu melirik pada Karang yang sejak tadi bergeming di tempatnya dengan kepala tertunduk.

"Saya memberikan nama Karang agar dia menjadi kuat, sekuat batu karang. Dia juga keras. Sulit sekali meruntuhkan pertahanan dan pendiriannya. Jika kamu benar-benar ingin mendapatkan hati Karang, maka kamu harus berusaha lebih keras. Seperti ombak yang berulang kali mengemas karang. Perlahan, tetapi pasti. Pada akhirnya, karang itu akan luluh dengan kegigihan ombak yang terus datang padanya. Jika kamu tidak sanggup melakukan itu, maka sebaiknya kamu mundur, karena meluluhkan Karang membutuhkan waktu yang sangat lama."

Penjelasan ibu Karang sontak membuat Mars menggeleng. "Saya bisa, Bu. Selama apa pun, saya tetap akan menunggu luluhnya Karang. Tapi sebelumnya saya izin pamit terlebih dahulu, Bu, karena saya mendapatkan kabar bahwa pelaku yang mengeroyok saya sudah ditemukan dan saya harus kembali ke kota."

"Silakan. Saya tidak akan melarang kamu pergi, Mars. Kembalilah kapan pun kamu mau," balas ibu Karang dengan senyum tipis yang terbit menghiasi bibirnya.

***

Karang menatap kepergian Mars lama sebelum mendesah panjang. Tidak pernah terlintas di benaknya jika Mars akan nekat memberitahukan tentang dirinya yang menyukai Karang pada sang ibu.

Kau nekat, kau gila dan kau selalu seperti ini. Selalu melakukan apa yang kau anggap benar. Karang kembali bergumam dalam hati. Sejak dulu hingga sekarang, Mars selalu berhasil membuatnya pusing dengan segala tingkah lakunya.

"Karang!"

Panggilan dari seseorang membuat Karang menoleh dengan cepat. [Ada apa, Bu?]

"Ibu terkejut saat Mars mengatakan dengan begitu serius bahwa dia suka kamu."

[Mars hanya main-main, Bu. Ibu gak perlu memikirkan ucapannya. Dia gak mungkin kembali, Bu.]

"Siapa bilang dia gak akan kembali? Ibu lihat dari sorot matanya yang tajam dan serius. Jika Mars hanya bermain-main, maka dia tidak akan memberitahukan perasaannya terhadapmu pada Ibu. Jelas sekali jika Mars meminta restu dari Ibu."

[Tapi Karang gak percaya Mars, Bu. Dia biasa melakukan itu. Sejak dulu, dia senang bergonta-ganti pacar dan semuanya perempuan. Entah mengapa kali ini dia menjadikan Karang sebagai target permainannya.] Hingga detik ini, Karang percaya pada dirinya sendiri jika Mars hanya ingin bermain-main dengannya. Semua ucapan Mars hanyalah kebohongan belaka.

Sang ibu menggeleng. "Kamu itu begitu keras kepala. Entah Ibu harus senang atau tidak karena kamu benar-benar menjadi kuat, seperti batu karang. Tetapi, satu yang harus kamu ketahui adalah, karang tidak selamanya kuat. Akan ada masa di mana dia akan melemah, meskipun hanya sedikit. Ibu harap, kamu melihat Mars bukan dari kacamata pemikiran rasionalmu saja. Bahwa Mars begini. Bahwa Mars begitu. Kamu sudah beberapa tahun tidak bertemu dengannya dan setiap manusia pasti akan berubah, Karang. Mars yang saat ini bertemu kembali denganmu bukan sepenuhnya Mars yang kamu kenal dahulu."

Karang mendengarkan ucapan sang ibu dengan saksama, tetapi hatinya masih belum bisa mempercayai setiap kalimat yang keluar dari mulut Mars. Manusia mungkin saya berubah, tetapi untuk berubah tidak semudah yang dikira.

"Ibu mau, kamu membuka hatimu juga untuknya. Lihatlah dia dari kacamata perasaaanmu. Sudah bertahun-tahun kamu tidak bertemu dengannya lagi. Bukankah ini jawaban yang selama ini tidak kamu harapkan? Jawaban yang berusaha keras kamu hindari? Namun, pada akhirnya, jawaban yang paling kamu takutilah yang datang padamu. Lantas, bagaimana kamu menyikapi jawaban itu? Jawaban yang kamu rindukan, sekaligus kamu hindari? Mars adalah jawaban membingungkan yang mau tidak kamu harus kamu hadapi, Karang."

Karang kembali membeku di tempatnya. Ucapan sang ibu benar dan ia tidak tahu harus menyikapi Mars seperti apa. Kedatangan Mars begitu tiba-tiba dan ungkapan perasaan sang empu padanya pun tidak kalah tiba-tiba. Belum lagi dengan keberanian Mars yang memberitahukan perihal perasannya itu pada ibu Karang sendiri. Semakin menambah beban pikiran dan kegalauan di hati Karang.

Mars, kenapa kau begitu menyulitkanku? Kau hanya memikirkan perasaanmu sendiri dan selalu berakhir aku yang bingung dengan segala tindakan yang kau lakukan. Aku harus apa, Mars?

Bersambung...

Sunshine HurricaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang