17. CERITA YANG LEBIH LAMA

50.7K 4.6K 6.4K
                                    

VOTEE DULUUUUUUU

SELAMAT MEMBACA, SEMOGA SUKAA AAMIIN. 

17. CERITA YANG LEBIH LAMA

Singkat atau tidak dengannya, ingatan pasti tidak akan tega melupakannya.

***

"HAHAHAHAAH AKHIRNYA MURID AMBIS DIHUKUM JUGA."

Ilusi menatap Genta malas, lalu mengambil posisi duduk disebelah Bunga dengan meneguk air botol yang baru saja ia beli. Bunga menatap Ilusi, lalu melototi Genta, memintanya diam. Tidak kasihan kah melihat Ilusi?

Mendapatkan hukuman seperti tadi, benar-benar memalukan. Di mana satu sekolah bebas menertawai dan mengejek-ejek. Perkara buku paket matematika yang ia lupa minta ke Razi, akibatnya seperti ini.

"Kok bisa nggak bawa buku paket matematika sih?" tanya Bunga. Soalnya Bu Dira lebih cepat mengeksekusi hukuman Ilusi, jadi ia tidak sempat bertanya.

Ilusi bukan siswa yang teledor, bahkan setiap malam, dia yang selalu mengirimkan notifikasi pengingat, terkait hal-hal penting yang harus di bawa ke sekolah.

"Panjang ceritanya," Ilusi menutup botol minumnya. "Capek banget, asli."

Menetralisir isi kepala dan mengatur nafas. Ilusi diam, dia tidak mungkin menceritakan kepada teman-temannya tentang Razi. Baginya, ini tidak perlu. Bunga dan Genta tidak usah tahu. Anggaplah mereka mengira Ilusi sebatas lupa saja. Tentang Razi itu, adalah tentang orang lain. Ilusi tidak semudah itu menceritakan hal-hal yang terlalu jauh. Maksudnya, nanti mereka menganggap ada 'hal lain' antara dirinya dan Razi, padahal tidak ada. Cukup cerita tentang bus kala itu yang ia beritahu.

Mengerti jika Ilusi tidak mau bercerita, Bunga lalu berbicara lagi, "Ya ampun, seragam lo berkeringat banget, Si" Bunga meneliti seragam Ilusi, mengendus-endusnya, "Itu kalau dibiarin nggak diganti bisa bau."

"Masa?" Ilusi ikut mengendus badannya. "Eh? Iya, ya?" tercium aroma tak sedap, bekas keringat yang bercampur dengan bau parfumnya.

"Mending lo ganti seragam, AC kelas lagi rusak, lo bisa gerah banget," saran Genta.

Ilusi menoleh pada Bunga, "Lo ada dua seragam nggak?" tanya Ilusi, cukup panik. Ia tidak mau lagi jadi pusat perhatian karena dirinya bau. Perempuan pun cukup sensitif dengan penampilannya.

Bunga mengangguk, "Ada, di loker, pakai aja."

"Oke, gue pakai, ya."

Ilusi segera bergerak, sebelum jam masuk berbunyi. Perempuan itu mempercepat langkahnya, beralih ruang ke ruang. Yah, dengan ini, Ilusi jadi sadar. Tentang hidup yang harus berprioritas, tentang hidup yang bukan tentang satu hari saja, tentang hidup yang punya akibatnya. Anggaplah ini juga hukum dari Tuhan, karena telah berbohong kepada orang tuanya.

Sesampai di loker, Ilusi segera membuka loker milik Bunga dengan cepat. Jangan tanya kuncinya dapat dari mana, karena Ilusi lah bandar kunci loker teman-teman sekelasnya, semuanya beralasan pelupa. Ilusi tidak tahu, kenapa ia dipercayai seperti ini.

Di sisi lain, saat Ilusi sedang sibuk mengambil seragam Bunga, Razi menatapnya dari samping kanan. Bukan mengikuti, tapi, kebetulan. Laki-laki itu ada keperluan mengambil sesuatu juga di lokernya.

"Eh?" Ilusi terkejut karena ada Razi yang sedang menatapnya. Spontan, ia lalu memundurkan badannya. Sedikit melangkah lebih jauh dari Razi.

"Kenapa?"

"Gue habis dapat hukuman hehe," jawab Ilusi berterus-terang. "Takutnya lo nyium bau keringat gue."

Ilusi bersiap-siap pergi, dengan baju seragam milik Bunga yang sudah ada di tangannya. Ia ingin ke ruang ganti. Tapi, kaki Razi bergerak, mendekatinya. "Lo dapat hukuman itu, gara-gara gue, ya?"

DIA RAZIWhere stories live. Discover now