21-Mereka Yang Tidak Berbicara

38 7 0
                                    

———

Irianna tidak begitu ingat tentang apa yang terjadi setelah kenekatannya untuk memancing kemarahan dua troll sekaligus. Kesadarannya baru kembali saat ia merasakan bau menyengat rempah-rempah dari lubang hidungnya, membuatnya terkejut. Ia terbangun kemudian terbatuk-batuk, paru-parunya terasa perih karena bebauan tajam itu.

"Baguslah kau sudah sadar."

Oh, Irianna mengenal dengan jelas pemilik suara congkak itu. Kepalanya terangkat, mendapati sosok Draco duduk di hadapannya sambil menggenggam beberapa kuntum bunga kekuningan. Irianna merengut, "bungamu membuat paru-paruku sakit," adalah kalimat pertama yang ia lontarkan pada anak itu.

"Cih, memang itu tujuannya, dasar bodoh." Draco mendelik. Ia beranjak ke kuali Professor Snape yang menyala, mengecilkan api tungkunya kemudian memberikan beberapa kali adukan pada kuali itu.

"Di mana Professor Snape? Apa dia baik-baik saja?" Dengan perlahan Irianna bangkit dan duduk menatap Draco.

"Dia pergi membantu guru lain mengusir troll. Professor Snape mengunci ruangan ini, dia meminta kita untuk tinggal sampai dia kembali."

"L-lalu kakinya bagaimana?"

"Ada stok Calming Draught sebagai penahan sakit. Professor bilang dia akan ke Hospital Wing jika keadaan sudah kondusif, Madam Pomfrey pasti bisa membantunya mengobati luka itu...." ucapnya sambil menuangkan beberapa helai daun kering ke dalam kuali ramuan, asap hijau mengepul selama beberapa detik, Draco mengibaskannya sambil terbatuk-batuk.

"Bagaimana denganmu? Apa kau baik-baik saja? Troll-troll itu tidak melukaimu kan?" Irianna mengamati Draco, mencari jika saja ada luka ataupun goresan setelah perkelahian mereka dengan troll.

Draco berdecak, "Baik? Enak sekali kau menanyakannya kepadaku. Asal kau tahu saja punggungku sakit karena harus membopongmu sejauh itu, tahu. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang sama sekali tidak punya rencana matang atas tindakannya. Apa kau sadar apa yang sudah kau lakukan, huh? Kau jadi tidak sadarkan diri sepanjang jalan, tindakanmu yang tanpa pikir panjang itu bisa saja membuat kita berada dalam masalah yang lebih besar," cecarnya jengkel.

"Yah, kau benar. Maaf sudah merepotkanmu," Irianna meringis tapi pada akhirnya tetap tak bisa menahan diri menampilkan seringaian bangga, "....tapi setidaknya rencanaku berhasil kan? Lagipula, Calista pernah bilang padaku jika kau pintar dengan mantra, jadi aku percaya saja pada kemampuanmu itu."

"Semudah itu? Kau mempercayakan hidup dan matimu pada orang, semudah itu?" Draco mengangkat alisnya, heran. "Kupikir kau cukup berpengalaman untuk tahu bahwa kita bukanlah teman ataupun rekan," decaknya.

"Ck, tentu saja aku percaya semudah itu karena yang mengatakannya adalah Calista. Orang yang kita berdua bisa percaya, setidaknya kita setuju dalam hal itu. Jika yang berbicara adalah teman Slytherin-mu, jangankan percaya, dengar saja aku tak akan mau. Mereka banyak yang penjilat, aku harap kau berhati-hati, sebagian besar rumor buruk tentang kau dan keluargamu aku dengar dari mereka dan aku minta maaf karena telah menyinggungnya beberapa waktu lalu. Aku tidak pernah tahu seberapa menakutkan semua itu sampai aku melihat keadaan Calista." Irianna mengungkit latar belakang ayah Draco sebagai mantan pelahap maut. Draco hanya bergumam sebagai tanggapan, tidak terlalu jelas apa yang dia katakan, tapi sepertinya ia sudah mengetahui perihal teman-temannya sejak lama.

"Apa yang kau buat itu?" Irianna menatap heran pada kuali Draco yang terus menerus mengeluarkan asap hijau.

Draco melirik, tampak terganggu dengan Irianna yang terus mengajaknya berbicara, "Healing Salvage. Ramuan untuk kepalamu, Professor memintaku untuk membuatnya," jawabnya setengah hati. Setelah mengaduk cukup lama, Draco pun mematikan api tungkunya, ia mengambil beberapa botol kosong di rak Professor Snape dan mengisi botol itu dengan ramuan kental-kehijauan dari kuali, mengocoknya kemudian meletakannya di atas meja dengan posisi terbalik. Irianna mengamati pergerakan Draco dengan seksama, sedikit terkesan pada tangannya yang terlihat cekatan dalam mengaduk dan meramu bahan ramuan, semuanya ia lakukan dengan tingkat konsentrasi yang tinggi. Professor Snape memang bias dalam mengajar, tapi jika ia memberikan poin ramuan pada Draco, mungkin itu adalah hal yang wajar.

THE LAST BLOOD (Muggleborn)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang