7|| Tawanan Tampan

140 10 0
                                    


***

Ini sekian kalinya Jiwo menghela nafas berat. Mungkin bukan hanya 10 kali pemuda itu menelpon tak jarang mengirim pesan, namun tak ada jawaban dari orang tersebut.

Ya, Jimin nampaknya hari ini menghilang, Jiwo tidak tau mengapa anak itu hari ini sangat sulit dihubungi.

Sekali lagi Jiwo kembali menelpon Jimin, namun tetap saja tak ada yang menjawab panggilan tersebut.

Pemuda itu kesal, namun juga ada perasaan cemas, takut temannya itu kenapa-kenapa.

"Hei, Ji!"

Aeri datang menghampiri Jiwo, "Kau sedang apa, mengapa wajahmu ditekuk begitu?" Tanyanya.

Jiwo kembali mendengus kesal, "Jimin tidak bisa dihubungi, dia tak biasanya begini."

Aeri mengangguk kecil. Perempuan itu kemudian mengambil rokok dari sakunya sudah siap menghisap benda itu dengan nikmat.

Jiwo menatap perempuan itu dengan menggeleng, "Kau masih merokok? Tidak takut mati?"

Aeri tetap membakar rokoknya tanpa memperdulikan perkataan Jiwoo barusan, "Banyak yang mati padahal dia tidak merokok. Kita hanya hidup sekali."

Kalau berbicara dengan perempuan ini Jiwo tau dia tidak akan pernah menang. Tangan pemuda itu dia kibaskan saat asap rokok sengaja disemburkan kearahnya.

"Kau tau, tadi aku bertemu Jimin, memberikan barang bukti itu." Ujar Aeri setelahnya kembali mengisap rokok tersebut.

"Lalu kenapa dia tidak menjawab panggilan ku?"

Aeri menaikkan kedua pundaknya, "mana ku tau, mungkin dia tidak mau berteman denganmu lagi."

Jiwoo membulatkan matanya. Jimin tidak akan seperti itu, dia bukan contoh teman yang bisa memutuskan persahabatannya begitu saja apalagi tanpa ada alasan yang jelas.

Jiwo menggigit bibir bawahnya, dia sekarang khawatir. Aeri mengatakan dia bertemu dengan Jimin. Mungkin saja pemuda itu sedang dalam kesulitan.

"Ayo kerumah Jimin!" Ujar Jiwo sembari langsung berdiri.

Aeri masih dengan santai mengisap rokoknya. Perempuan itu memang agak sedikit bodoamat dengan segala hal.

Jiwo menoleh kearah Aeri, menatapnya dengan geram kemudian menarik perempuan itu paksa agar ikut dengan dirinya.

"Hei! Kalau mau ke rumah Jimin yang pergi saja! Aku tidak ikut." Ucapnya lalu kembali duduk.

Keras kepala.

Pemuda itu kembali menarik Aeri, kini dia tidak akan membiarkan perempuan itu terlepas dari genggamannya.

"Hei! Kalau aku kesana aku akan bertemu dengan saudara tirinya itu. Dia menyebalkan!"

Aeri terus saja menyeletuk. Dia tidak mau ikut, sungguh malas dirinya harus bertemu lagi dengan pria yang menurutnya sangat menyebalkan tersebut.

Oh, Aeri tidak bisa membayangkan betapa geramnya dia saat melihat wajah dari pemuda itu. Dengan rakyat wajah yang sombong, angkuh, sifat tak mau mengalah, sok keras, sungguh Aeri tidak bisa bertemu lagi dengan pemuda itu.

_Rintik_riuh_

Jiwo dan Aeri sampai didepan rumah Jimin. Rumah itu telihat begitu sepi seperti tak berpenghuni. Jiwo memarkirkan motornya didepan pagar rumah tersebut lalu kemudian melangkah masuk kedalam pekarangan rumah.

Aeri masih diam ditempatnya. Dia cukup takjub melihat rumah Jimin ternyata cukup besar. Perempuan kemudian kembali  mengambil rokok tersebut lalu membakarnya.

Ending [Vmin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang