33. That Day

213 36 2
                                    

Hari ini adalah hari festival. Soocheol berjalan sendirian di sekitar kampus Jina, melewatu stand-stand. Beberapa kali, Soocheol ditawari mampir, namun berulang kali juga ia menolak dengan ramah.

Dia ingin menemui Jina lebih dulu dan baru akan menikmati festival bersama pacarnya tersebut.

"Soocheol-aa!"

Di kejauhan, Soocheol menemukan Jina, sosoknya berdiri diantara orang yang berlalu-lalang, melambai-lambaikan tangan dengan ceria, tersenyum menyuruhnya untuk segera datang.

Tanpa membuang waktu, Soocheol segera berlari, menghampiri Jina, dan langsung memeluk gadis itu erat.

"Kau datang sendiri," kata Jina, ketika keduanya mengahiri pelukan.

"Mereka akan datang sebentar lagi. Aku pergi duluan karena ingin cepat menemuimu," jawab Soocheol. Jina yang mendengar alasan lelaki itu hanya bisa meringis kecil, namun diam-diam tersenyum senang.

"Kalau begitu sebelum ke stand jurusanku, ayo keliling dulu," ajak Jina.

Soocheol menegadahkan tangannya, lalu menoleh pada Jina dengan ekspresi tanya. Jina yang mengerti maksudnya, segera menyambut tangan Soocheol. Keduanya berjalan menyusuri area festival sembari bergandengan tangan.

Mereka mengunjungi beberapa stand jurusan, bersenang-senang menimkati berbagai hal yang tersedia di sana. Ada banyak tempat menarik, seperti foto cosplay.

Jina menukar bajunya dengan gaun yang disediakan, kemudian keluar dari ruang ganti dan tampil di hadapan Soocheol sambil melalukan pose. Ia melakukan cosplay seroang putri.

Selain foto cosplay, mereka juga masuk ke stand meramal, mendengarkan ramalan kartu. Juga pergi untuk membeli beberapa aksesoris yang ada di stand garage sale.

"Ya, coba yang ini!" Jina memasangkan jepit rambut bentuk pita pada rambut Soocheol, lantas tergelak saat melihat penampilan lelaki itu. Soocheol sendiri hanya bisa pasrah.

Jina menariknya ke sana-kemari. Sampai teman-teman mereka akhirnya memberi kabar bahwa mereka sudah datang.

Mereka berkumpul di stand jurusan Jina. Tidak banyak yang datang. Selain Soocheol, hanya ada Ilha, Aesol, Soonyi, Heerak, Wootaek dan Deokjoong.

Mereka asik mengobrolkan banyak hal. Sampai kemudian Soyeon datang bersama Nara, ikut bergabung di meja mereka.

Soyeon dan Nara satu kampus dengan Jina, juga Yeonju, tapi tampaknya Yeonju masih sibuk dengan stand jurusannya sendiri. Sehingga belum bisa bergabung.

"Kalian tidak ingin membayar untuk pelukan?" tanya Jina, Ia menodong ke stand sebelah dimana ada cukup banyak orang mengantri.

"Bayar berapa untuk itu?" tanya Soyeon, terlihat tertarik.

"Ah, aku mendapat telfon dari Jangsoo kemarin," ujar Ilha, hanya main-main, tapi Soyeon langsung melemparkan tatapan sinis dan mencibir.

"Mereka cukup tampan," kata Soonyi. Heerak yang duduk disampingnya dan tengah minum, tiba-tiba tersedak. Tapi Soonyi hanya melirik sekilas tidak peduli. Wootaek langsung menepuk-nepuk punggung Heerak meski tetap tertawa juga.

Mereka menghabiskan waktu bersama cukup lama, bercengkrama karena sudah lama tidak saling bertemu karena kesibukan kuliah dan berbeda kampus.

Soocheol hanya sesekali menimpali obrolan teman-temannya, pandangannya lebih fokus pada Jina yang tengah larut dalam tawa. Terlihat begitu bahagia, menikmati momen menyenangkan yang tengah mengudara di antara mereka.

Sampai pertemuan mereka berakhir dan yang lain membubarkan diri, menyisakan hanya Soocheol dan Jina lagi.

Saat itu, mereka tengah berjalan pulang, melintasi jembatan sungai han, menikmati angin malam yang berhembus, terasa sejuk.

"Akan lebih bagus jika semuanya datang tadi," ujar Jina. Gadis itu berhenti berjalan, menepi ke bembatas jembatan dan melihat ke arah sungai.

Soocheol ikut melakukan hal yang sama, berdiri tepat di samping gadis itu, namun bukannya sungai yang terhampar luas di hadapannya, Soocheol lebih tertarik memandang wajah gadis disampingnya.

"Jangan terlalu sering memandang wajahku," ujar Jina. Gadis itu kemudian menoleh, membalas tatapan Soocheol. "Kau akan cepat bosan nanti," katanya, kemudiam tersenyum kecil. Kembali melihat ke depan, pada riak air sungai.

Soocheol menggeleng. "Aku tidak akan pernah bosan. Wajahmu terlalu cantik untuk membuat orang bosan."

Jina mengerutkan raut wajah, lantas memberikan tatapan geli. "Yaampun, aku merinding mendengarnya."

Soocheol hanya bisa terkekeh mendengar tanggapan Jina.

Gadis ini begitu berharga, Soocheol tidak akan pernah melepaskan Jina. Apa pun akan ia lakukan agar gadis ini tidak pergi darinya.

"Jina-aa."

Panggilan Soocheol membuat Jina menoleh. Gadis itu mengangkat kening, bibirnya terkulum, menatap tanya ke arah lelaki disampingnya.

"Jina-aa, aku..."

Kata-kata itu belum usai, namun gadis yang tengah berhadapan dengannya saat ini sudah berekasi begitu terkejut.

Bukan, bukan karena Jina sudah tahu apa yang ingin Soocheol katakan, tapi ia terkejut sebab tubuhnya tiba-tiba menjadi transparan, membuat lekaki yang berdiri di sampingnya ikut membelakak kaget.

"Jina-aa...kau...apa yang terjadi?" Soocheol meraih tangan Jina, mengenggam tangannya erat, terlampau erat seolah tidak ingin tangan transparan itu benar-benar menghilang.

Jina memandangi tubuhnya dengan ketakutan, terlihat kalut sebab tidak tahu apa yang sedang terjadi. Ia mulai menangis. Sementara Soocheol mulai mempertanyakan keadaan yang tengah terjadi.

Soocheol mencoba menenangkan gadis itu, meski dirinya sendiri ketakutan dan panik. Ia meraih pipi Jina, mencoba menghapus air mata Jina, sembari melontarkan kata-kata penenang.

Sepersekian detik kemudian, Soocheol tidak lagi bisa menyentuhnya, gadis itu semakin transparan, bahkan satu tangannya yang masih mengenggam tangan Jina kini terasa seperti mengenggam udara kosong.

"Soocehol-aa..."

Dan panggilan itu menjadi suara terkhir Jina, sebelum gadis itu benar-benar menghilang di depan mata Soocheol. Raib bagai hembusan angin yang hilang dan menyisakan kehampahan.

____

I prayed and prayed that this day wouldn’t come⪻

_To Be Continued_

A/n

Ampun🙏

ᴅᴀs: ʙᴜᴛᴛᴇʀғʟʏ ᴇғғᴇᴄᴛ ✓Where stories live. Discover now