14. Understand My Feelings

246 45 3
                                    

Jina terdiam mendengar perkatan Soocheol barusan. Gadis itu tertengun dan mengejrap pelan sebelum mendengus jengkel

"Jangan melakukannya," kata Soocehol. Jina memandangnya dengan ekspresi tidak paham. "Berusaha menjodohkanku dengan orang lain," terang Soocheol.

Jina mengangguk-angguk kecil. Ia memutar tubuh ke arah Soocheol ketika pemuda itu kembali duduk di sampingnya.

Soocheol diam sejenak, matanya fokus memperhatikan Jina, seakan sedang menelik gadis di hadapannya dengan teliti. Sorot matanya seketika menggelap ketika melihat bekas luka di bibir Jina, serta tanda kebiruan di tulang pipinya. Sontak, Soocheol menangkup wajah gadis itu. "Apa lagi yang orang itu lakukan padamu?"

Jina bisa menangkap geram dalam suara Soocheeol, ada kemarahan yang tampak berapi-api di matanya. Jina meraih tangan Soocheol, menurunkan tangan yang lebih besar itu dengan perlahan. "Jangan marah. Aku sudah baik-baik saja."

"Aku benar-benar ingin menghajar orang itu dengan tanganku sendiri. Berani-beraninya dia melakukan ini padamu?" Soocheol menatap langsung ke dalam mata Jina, merasa khawatir dan ikut terluka karenannya.

Jina menelan ludah susah payah, lantas memalingkan pandangan dengan cepat ketika mulai merasakan sesuatu.

"Sudah, jangan bahas soal itu lagi," cetusnya.

Menurut, Soocheol mengangguk. "Baiklah. Tapi berjanjilah untuk mengatakan padaku jika hal seperti ini terulang lagi." Soocheol tersenyum kecil penuh perhatian. Jina mengangguk lambat-lambat tanpa suara.

Suasana sunyi yang tiba-tiba tercipta selanjutnya, membuat Soocheol berinisiatif memecahnya. Ia mengangiat tangannya, mengacak rambut Jina sampai gadis itu mengeluh dan menampik tangannya.

"Yak! Hentikan kebiasaanmu yang suka membuat rambut orang berantakan itu. Menyebalkan tahu," sungut Jina. Tapi Soocheol justru tertawa dan kembali mengacak rambut Jina sehingga gadis itu makin murka.

"Sialan, Do Soocheol!"

Serangan pukulan, Jina layangkan pada Soocheol, namun seakan sudah tahu kebiasaan gadis itu, Soocheol dengan mudah menangkis setiap pukulannya. Merasa kesal, Jina merengut kecil dengan bibir bawah maju dan alis tertekuk kesal. Soocheol lagi-lagi tergelak.

Beberapa menit kemudian setelah keduanya selesai dengan pertempuran kecil mereka. Soocheol berdehem, mencoba tenang selepas tertawa lepas sebelumnya.

"Aku tahu aku sudah berulang kali ini bertanya soal ini, tapi aku penasaran lagi," ungkap Soocheol.

"Apa?" tanya Jina. Alisnya terangkat penasaran.

"Apa kau punya seseorang yang kau sukai saat ini?" tanya Soocheol. Jantungnya sedikit berdebar selama menunggu jawaban Jina.

"Seseorang yang kusukai?" Jina menyandarkan punggungnya, lalu menatap ke samping, ke arah jendela. Sorot matanya menerawang. Ada jeda selama hampir sepuluh menit sebelum Jina akhirnya menjawab, "kurasa ada seseorang..." jawaban itu mengambang, seperti dirinya tidak yakin atas jawabannya sendiri, membuat Soocheol mengernyit heran.

Jina menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. "Tapi..."

"Jadi, kau sudah ada niat untuk berkencan?" tanya Soocheol. Entah mengapa sedikit antusias, meski ia agak ovt saat mengetahui bahwa Jina menyukai seseorang sekarang.

Jina menarik napas dalam lagi, lantas memalingkan pandangan ke arah Soocheol. "Tidak," sangkalnya dengan tegas, membuat Soocheol bungkam sejenak untuk mencerna kata-kata gadis itu.

"Tapi tadi kau bilang..."

"Tertarik pada seseorang bukan berarti bahwa aku juga tertarik untuk mulai berkencan," terang Jina. Bahu Soocheol langsung turun melemas. Tanpa sadar menghembuskan napas kecewa.

"Bagaimana jika orang yang kau suka, menyukaimu juga?" tanya Soocheol. "Apa kau akan berkencan dengannya?"

Jina menggeleng pelan, membuat Soocheol makin kebingungan dan heran. Apa sebegitu tidak inginnya Jina memulai hubungan dengan orang lain?

"Bagaimana ya mengatakannya, ya?" Jina mengulum bibir. "Jika memang benar dia menyukaiku juga, hal itu yang membuatku justru makin tidak ingin menjalin hubungan dengannya."

"Kenapa?"

"Karena...aku takut menyakitinya," jawab Jina. Gadis itu menunduk, memandangi kakinya yang bergerak-gerak di bawah sana.

"Soocheol-aa."

Yang dipanggil lekas menoleh. Sejak pengakuan Jina, pikiran Soocheol sedikit menjadi kacau, ada banyak pertanyaan yang hinggap dalam kepalanya, semuanya tentang Baek Jina dan kenapa. Alasan apa yang membuat gadis ini begitu enggan untuk memulai komitmen dengan seseorang.

Awalnya, Soocheol pikir, Jina memang tipe orang yang hanya ingin bebas tanpa terikat dengan siapa pun, merasa bahwa pacaran adalah hal yang menghalanginya. Tapi hari ini, gadis itu mengakui bahwa dirinya menyukai seseorang, namun masih tetap berdiri di atas prinsipnya untuk tidak memulai hubungan.

Soocheol merasa ada sesuatu, sebuah alasan tepat kenapa Jina tidak ingin berkencan dengan seseorang sekalipun tahu bahwa orang yang ditaksirnya juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya.

"Jina-aa."

"Hem?"

"Apa kau punya trauma dengan kencan?"

Jina mengejrap, menatap Soocheol yang saat ini tampak prihatin sembari menatapnya. Perlahan, bibir Jina tertarik ke atas, mengukir senyum geli sampai akhirnya dia tergelak.

Soocheol memandangnya aneh. Apa pertanyaannya barusan begitu lucu sehingga membuat Jina sampai tertawa?

"Astaga." Jina menggeleng tak habis pikir. Tangannya kemudian terangkat memegang bahu Soocheol yang masih bertampang heran. "Kau sungguh mengira tentang itu?" Jina menggeleng lagi. "Tidak sama sekali. Aku berkencan sekali, tapi itu tidak membuatku sampai mengalami trauma," aku nya.

"Lalu, kenapa kau begitu enggan menjalin hubungan dengan seseorang sekarang?" tanya Soocheol.

Jina menghembuskan napas berat. "Karena sekarang aku memang tidak berniat untuk memulai hubungan," kata Jina enteng. "Aku sudah bilang padamu waktu itu, bukan?"

"Ya. Tapi itu sudah cukup lama," kata Soocheol, ia menghebuskan napas lelah. "Sampai kapan kau akan tetap begini?"

Jina juga tidak tahu. Sampai kapan dia akan tetap seperti ini?

Gerakan singat berupa kedikan bahu tidak sepenuhnya menjawab pertanyan Soocheol. Tapi bagi Jina, jawaban itu mengantarkan mereka pada final pembicaraan soal kencan sore itu.

___

You, who never understood my feelings

_To Be Continued_

A/n

Nahloh, siapa kira-kira orang yang Jina suka?

Haruskah kubikin plot twits? Atau kita tetap di dua jalur antara dua lead male kita~

Jangan lupa vote dan komen~

A/n
-abaikan note lama guys~
Yang udah pernah baca sebelumnya, pasti bakal nyadar kalo ada sedikit perubahan di chapter ini. Aku merasa agak kurang sama yang lama, jadi narasi dan dialog nya kuganti.

Cuman mau kasih tahu itu, silahakan lanjut ke chapter berikutnya~

ᴅᴀs: ʙᴜᴛᴛᴇʀғʟʏ ᴇғғᴇᴄᴛ ✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant