A part of you, I didn't know

276 27 6
                                    

Suara ketukan heels setinggi lima centi meter itu memenuhi ruangan lantai 3B, tempat dimana Jihan bekerja, atau lebih tepatnya, lantai di mana divisinya dan juga area tim Design & Account Executive berada

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Suara ketukan heels setinggi lima centi meter itu memenuhi ruangan lantai 3B, tempat dimana Jihan bekerja, atau lebih tepatnya, lantai di mana divisinya dan juga area tim Design & Account Executive berada.

"Pagi Kak Jihan," sapa salah satu juniornya dengan senyum ramah dan segelas americano di tangan kanannya.

Tersenyum mengangguk, Jihan membalas dengan sapaan yang tak kalah ramahnya, "rajin banget sih? dateng dari jam berapa, Lis?"

"Hehe, iya nih, Kak. Gue lagi ada presentasi nanti sama client di Kemang, doain ya semoga lancar."

"Pasti dong! Semangat ya, Lis, biar cuan nih kita," Jihan terkekeh dengan suaranya yang penuh optimis untuk menyemangati Lisa.

"Makasih, Kak. Mau kopi juga?"

Menggeleng pasti, Jihan merasa jika dirinya tidak mau menikmati awal harinya dengan menyeduh air hitam pekat yang digandrungi banyak orang itu yang tidak membuatnya tertarik sama sekali. "Nggak, Lis, makasih. Gue lebih suka air putih kekehnya lagi. "Ya udah ya, gue duluan."

"Siap, have a nice day, Kak Jihan!" Tersenyum lagi, Jihan selalu bersyukur jika pilihannya itu selalu tepat sasaran. Lisa itu dulunya ia hire ketika masih menjadi fresh graduate, dengan pengalaman yang sangat minim di bidang Sales. Tapi ia berhasil meyakinkan atasannya jika Lisa adalah permata yang tidak boleh dilewatkan untuk perusahaan pada saat itu.

Melewati beberapa meja, kini akhirnya Jihan berhasil menghempaskan tubuhnya di kursi nyamannya setelah ia selesai menaruh tas kerjanya di atas meja.

Namun, kening Jihan menjadi sedikit mengkerut ketika ia mengambil benda persegi panjang itu di atas mejanya. Tak berselang lama, ia menutup mulutnya dengan tangan kanannya ketika mengetahui isi surat tersebut.

'We invite you to our wedding.'

Meraih ponselnya dengan cepat, jarinya sibuk mencari satu nama teratas lalu bergerak cepat untuk memencet nomor tersebut tanpa basa-basi.

"Bang Hasan!" Jihan berbicara sedikit berteriak ketika teleponnya sudah tersambung. "Astaga, Bang!" serunya lagi, kali ini dengan nada yang sedikit tak percaya.

"Kenapa? Lo pasti abis buka undangan nikahan gue, ya?" tembak Hasan langsung di sambungan teleponnya.

"Iya, astaga. Demi apapun, gue ikut seneng ... banget!" sahut Jihan dengan nada super excited-nya. Andaikan Hasan tahu, kini wanita itu sedang berdiri mondar mandir dengan raut wajahnya yang tampak cerah mengerling. "I mean, oh my god! Finally, setelah your status as single father for so long, lo akhirnya nemuin kebahagian lagi, Kak."

Terkekeh di seberang sana Hasan tersenyum simpul. "Gue awalnya juga ngerasa kalau nikah lagi adalah hal yang tabu, Han. Cuma yang namanya takdir memang selucu itu," ungkapnya yang diberikan anggukan setuju oleh Jihan.

Love Me GoodbyeNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ