Matilda

374 27 13
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Sudah terhitung lima kali Jihan memutar tubuhnya di depan cermin riasnya untuk melihat tampilannya malam ini. Menggunakan dress slim fit polos warna merah serta make-up tipis yang memberikan kesan cantik alami dan juga lipstik merah senada membuat penampilan Jihan malam ini terlihat seperti seorang Putri Keraton.

"Perfect!" gumam Jihan dengan menyemprotkan parfum terakhirnya di bagian leher kanannya.

Walaupun ia memiliki kecenderungan untuk tidak suka berkumpul di tengah orang asing, tapi itu tidak menjadikannya alasan untuk tidak tampil on-point disetiap pesta yang ia datangi. Bisa dibilang, kepercayaan diri yang Jihan punya itu patut untuk diacungi jempol.

Menggunakan heels putih kesayangannya seharga lima belas juta hasil dari uang tabungannya selama tiga tahun itu, Jihan berjalan keluar apartemennya sembari tangannya mengetikan sesuatu di ponselnya dan ditujukan kepada Juan yang mana laki-laki itu sudah menunggunya di depan lobby apartemennya.

"Wow, you look stunning!" itu bukan bualan tetapi pujian tulus dari mulut seorang casanova Juan Dirgantara ketika mendapati Jihan sudah masuk ke dalam mobilnya.

"I know, thanks," jawab Jihan enteng dengan nada percaya dirinya berhasil membuat laki-laki di sampingnya tertawa dan menggelengkan kepalanya tak percaya. Just Jihan being Jihan, batin Juan dalam hati.

Bergerak tak nyaman di kursinya, Jihan merutuki dirinya yang tak terbiasa dengan setelan dalaman bra-nya malam ini. Ditambah lagi, ia merasa jika tali pengaitnya sedikit mengendur, membuatnya ingin segera sampai di venue dan mampir ke toilet hotel di sana.

"Kenapa?" suara berat Juan itu akhirnya mampu memecah pikirannya sedari tadi. Melihat kegelisahan wanita yang duduk di kursi sebelahnya membuat sang lelaki peka akan ketidaknyamanan Jihan disepanjang perjalanan.

"H-hah?" menjawab tergagap, Jihan menggelengkan kepalanya untuk menjawab. Takut jika laki-laki itu bisa menyadari gerak-geriknya yang bisa membuatnya malu nantinya. "Nggak papa, gue pengen ke toilet, udah kebelet."

Tidak menjawab lagi, Juan hanya mengangguk mempercayainya dan terus melajukan kecepatan mobilnya membelah jalanan Ibu Kota agar segera sampai di tempat.

Bagaikan sebuah exhibition Van Gogh dengan ruang immersive di area front floor-nya, Jihan semakin menatap takjub ketika dirinya tiba ke dalam area ballroom hotel. Netranya mengerjap kagum melihat dekorasi mewah yang bernuansakan biru laut dengan pernak-pernik gumpalan awan serta crystal yang menggantung cantik di langit-langit.

Ah kayak gini ya gambaran kalau nikah sama pilot? begitu gumam Jihan dalam hatinya. Mungkin nanti jika ia sudah menemukan belahan jiwanya di waktu yang tepat, dekorasi seperti ini bisa ia jadikan sebagai sebuah ide wedding dream di masa depan.

"Gue kenalin sama kolega gue, ya?" suara lembut dari Juan memecah lamunannya di tengah momen kekagumannya terhadap dekorasi ballroom hotel. Menganggukan kepalanya setuju, Juan meraih tangan mungil Jihan untuk digandeng.

Love Me GoodbyeWhere stories live. Discover now