Prolog

518 43 16
                                    


Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.


"Gue bukannya gagal move on sih, Kak. Cuma gimana ya deskripsiinya?" ucap seorang wanita berambut pendek sebahu itu dengan kening berkerut dan jari lentiknya yang ia ketuk di atas meja. "Ada sebagian dari diri gue yang merasa nggak tega aja gitu ngeliat orang lain nggak punya tempat cerita. Karena gue tahu banget gimana rasanya."

Wanita dewasa yang lebih tua lima tahun itu mengangguk mendengarkan. Menyetujui pernyataan juniornya yang sore ini bercerita panjang lebar kepadanya. Dipikir-pikir, mereka kini sudah terhitung duduk berdua selama satu setengah jam.

Memang terkadang pekerjaannya sebagai seorang Senior Talent Manager atau HRD orang menyebutnya, kerap kali menjadikannya sebagai 'wadah curhat' para karyawan di kantornya. Tak sedikit pula orang-orang di kantornya itu banyak yang menceritakan masalah pribadinya, salah satunya yaitu persoalan asmara. 

Hal ini bukan berarti membuat Jihan mampu menceritakan rahasia tiap karyawannya ke sembarang orang. Ia masih sadar dan paham akan kode etik sebagai seorang HR. Lagi pula, pengalaman menjadi seorang HR selama sepuluh tahun itu melatihnya menjadi seseorang yang pandai untuk memilah urusan pribadi dan profesional orang lain. 

"Duh, sorry ya Kak Jihan, gue malah jadi meleber kemana-mana nih," cengirnya dengan nada sungkan. Terkadang ia merasa kesal ketika lepas kendali. Mulutnya itu seakan sulit terkendali ketika ia menemukan seorang pendengar yang baik. Salah satunya adalah Senior di tempat kerjanya itu yang sudah ia anggap seperti kakak kandungnya sendiri.

Wanita dewasa yang bernama Jihan itu hanya tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya kecil. "Santai, Lis. Kayak sama siapa aja sih?"

"Ya, barangkali lo muak gitu kak dengerin cerita gue yang nggak bermutu ini, hehe." Jihan hanya menggelengkan kepalanya gemas. Menganggap perempuan di hadapannya ini seperti anak remaja yang sedang dimabuk asmara. Ah sial! Ia kini menjadi merindukan masa-masa remajanya.

"Nggak lah! Gue seneng kok dengerin lo curhat dan terbuka kayak gini sama gue," balasnya dengan tulus. "Soalnya gue denger dari anak-anak lain, lo orangnya private banget. Makanya, gue mau bilang makasih ya udah percaya sama gue."

Menghembuskan nafasnya panjang, Lisa tersenyum lega seperti melepaskan beban yang kini ia simpan rapat-rapat. Memang ya, terkadang, semandiri-mandirinya kita tetap butuh seseorang untuk berbagi. "Yang ada gue kali kak yang makasih ke lo!" sahutnya tak terima dengan menepuk lengan Jihan kecil.

Mereka terkekeh sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menyudahi obrolan bersamanya di area rooftop kantornya.

"Ya udah yuk, balik?" hanya ada anggukan kecil dari Lisa sebelum akhirnya dua wanita itu bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing.

Melihat arloji di tangan kirinya, Jihan menghela nafasnya kecil dan melangkahkan kakinya menuju ke dalam lift setelah ia selesai membereskan barang-barangnya di meja kantornya. Ia sudah membayangkan kasurnya yang empuk untuk bisa merebahkan punggungnya di sana. Tak lupa juga dengan bathtub apartemennya untuk rileksasi seperti yang ia sering lakukan setelah menjalani hari yang suntuk.

Love Me GoodbyeDove le storie prendono vita. Scoprilo ora