4|| Andai aku ikut mati

137 11 0
                                    


***

Setelah tak lama berjalan, Jimin dibawa ketempat didalam gang, yang sepertinya lebih luas dari tempat yang tadi. Namun tempat disini lebih menyeramkan, banyak sekali sampah bahkan sudah seperti pembuangan sampah.

Baunya juga sangat tidak enak, mungkin karena dari kelihatannya tempat ini sudah lama terbengkalai dan tidak pernah di tempati manusia lagi.

Jiwo menoleh kearah Jimin, "Apa kau ingat tempat ini jimin?" Tanyanya.

Jimin menggeleng kikuk,"sama sekali tidak, bahkan ini pertama kakinya aku melihat tempat ini." Ujarnya.

"Ini tempat satu keluarga kecelakaan, namun anaknya berhasil selamat dari kecelakaan maut itu." Ujar Aeri setelahnya menoleh menatap Jimin.

Tiba-tiba kenangan itu terputar kembali di kepala Jimin, membuat kepalanya berdenyut hebat. Kejadian malam mencekam itu berputar dengan cepat di kepala Jimin, bahkan dia dapat melihat jelas bagaimana ayah dan ibunya terkulai lemas dengan bersimbah darah malam itu.

Pemuda itu tersingkur ke tanah dengan memegang kepalanya yang semakin sakit. Jiwo dan Aeri menghampirinya namun Jimin tetap saja meracau.

Kesadaran Jimin perlahan Hilang, semua gelap.

"Jimin! Jimin!"


_Rintik_Riuh_

Kesadaran Jimin perlahan kembali pulih namun Kepalanya terasa sangat berat. Jimin mengeluh kesakitan saat dia rasakan pusing dikepalanya tidak mau berhenti bahkan rasanya semakin parah.

Netra pemuda itu menyusuri setiap inci dari ruangan tersebut, kali ini ruangan itu kembali menjadi ruangan yang asing. Bukan lagi ruangan berwarna biru yang selalu saja dia dapati saat pingsan ditengah jalan.

"Sudah ku bilang jangan sekarang Aeri! Jimin perlu waktu untuk mengetahui ini."

"Tapi dia perlu tau, cepat atau lambat dia akan tau."

"Itu akan menyakitkan Aeri, dan kau tau dia sudah cukup menderita dirumah tersebut."

Samar-samar Jimin dapat mendengar percakapan Jiwo dan Aeri dari luar kamar, karena penasaran Jimin mencoba bangkit dari kasurnya dan ingin mendekat untuk mengetahui lebih lanjut apa yang mereka bicarakan.

Namun, baru saja melangkah kearah pintu, Jiwo sudah lebih cepat membuka pintu dari luar bahkan hampir saja mengenai wajah Jimin yang sudah cukup dekat.

"Kau sudah bangun?"

Jimin hanya bisa menyengir, "Iya baru saja."

"Bagaimana keadaan mu?" Tanya Jiwo.

"Sudah membaik. " ucap Jimin walau masih merasakan kepalanya berdenyut hebat.

Jiwo menarik pelan tangan sahabatnya itu untuk kembali duduk dikasur, "Kau duduk dulu disini." Ujarnya yang ikut menarik kursi dan duduk didepan Jimin.

"Aeri kemana?" Tanya Jimin.

"Oh, gadis itu pergi membeli sesuatu untuk dimakan disupermarket."

Ending [Vmin] ✔Where stories live. Discover now