Karena geram, Ravend pun menarik rambut belakang Hazell. Membuat cewek itu menjerit kesakitan.

"Apen, monyet! Lepasin ngga lo? Ngga mau lepas gue aduin Iden!"

"Sok, aduin. Gue juga siap aduin lo ke Iden."

"Mau ngadu apa lo?"

"Ngadu kalau lo lupa ngga nyuci baju lo."

"Heh, gue semprot lo baygon, Pen!"

Berakhirlah keduanya ribut dengan saling menjambak satu sama lain. Bahkan, saking ributnya, mereka sampai tidak tahu jika ada Aiden di dekatnya. Cowok itu hanya bisa tersenyum tipis dan berdiri tenang. Sudahlah, ia pusing jika menegur terusan.

"Sok, kalau mau semprot. Baygonnya aja habis," ucap Ravend.

Tak kehilangan akal, Hazell balik membalas. "Gue semprot pakai wipol!"

"Silakan, lo lepas dulu rambut gue!"

"Ngga! Lo dulu lepas rambut gue!"

"Lo dulu, Zell. Lo yang narik rambut gue duluan."

"Ngaca, Pen, ngaca! Noh, kaca segede gengsi lo!"

"Diam ngga bisa?" Kini, Aiden yang sudah pusing pun akhirnya menegur. Merasa tak enak juga jika tiba-tiba ada perawat yang datang, meskipun telah tengah malam seperti ini.

Kedua bocah yang tadinya ribut itupun kini saling menoleh ke arah Aiden. Keduanya heran, entah sejak kapan Aiden di sana. Merasa memang tidak ada pergerakan saat itu.

"Lo kapan di situ?" tanya keduanya berbarengan.

"Ngikut aja lo!" Lagi, mereka berucap bersama.

"Heh!" Dan ketiga kalinya pun bersama.

"Kok, lo- hmpp!"

Mulut keduanya disumpal dengan tisu oleh Aiden. Jika dibiarkan, mereka akan ribut lagi.

"Bleh, ga enak!" Ravend membuang tisunya ke lantai. Ditirukan oleh Hazell.

"Tisu emang ga enak, yang enak itu tiramisu."

"Gada yang nanya!"

Aiden jengah. Ia menatap datar kedua temannya tanpa berkata. Haruskah ia membuat kandang untuk mereka berdua agar tidak ribut? Kandang kedap udara.

"Gue-"

"Diem atau gue lempar lo semua dari sini?" ancam Aiden lagi.

Namun, sepertinya ancaman itu tak cukup mempan. Sebab kini keduanya kembali bercanda. Tak mengindahkan ucapan Aiden.

"Emang lo kuat, Den? Tangan lo aja diinfus," jawab Ravend menatap tangan Aiden yang masih terpasang infus.

"Nanti gue copot."

"Emang lo kuat, Den? Lo aja masih lemes, belum makan dari kemarin," timpal Hazell.

"Nanti gue makan."

"Emang lo kuat, Den? Lo aja-"

"Diem!" gertakan Aiden menandakan amarah. Kali ini sungguhan, membuat keduanya langsung terdiam.

Tak ada yang menyahut lagi. Baik Hazell dan Ravend, keduanya hanya bisa bertatapan. Kemudian, mereka pun duduk di lantai, meratapi nasib.

"Jangan buat keributan di RS. Apalagi pas tengah malam gini. Kasian pasien lain," tutur Aiden yang nadahya berubah lembut sekarang.

Hazell dan Ravend hanya manggut-manggut. Tak berani lagi menjawab mereka. Hanya bisa menunduk dan mencoba untuk merenungi kesalahan.

"Apalagi kalau ada yang lagi tidur, terus kalian buat keributan. Kasian juga mereka. Kalian ngga tahu, seberapa capeknya orang yang lagi tidur," nasihat Aiden lagi.

Meskipun lidah Ravend gatal ingin menyahuti, namun untuk saat ini bukanlah waktu yang tepat. Karena ia tahu, Aiden benar-benar sedang lelah. Tak mungkin jika ia kembali menyahut. Bisa-bisa, ia beneran dilempar.

"Kalau ada yang lagi ngomong, dengerin. Bukan nunduk aja tapi akhirnya ngga ngerti. Paham?'

"Paham."

"Ya, udah, tidur. Gue juga ngantuk." Aiden bersiap berbaring dengan susah payah. Temannya tak ada yang peka bahwa ia sedang kesusahan.

Hazell mendelik. "Yang bener aja lo! Lo baru bangun, terus mau tidur lagi? Kapan lo mau makan?"

"Pagi. Gue lagi males. Ngga mood," jawab Aiden dengan gampang.

"Gue jejelin bubur juga lo, Den. Makan ngga!" Gantian Ravend yang menyuruh.

"Pagi aja."

"Bentar lagi pagi, Bang. Itung jam aja, lima jam dari sekarang dah pagi."

"Ngga, besok aja." Masih dengan elakan yang sama, Aiden enggan untuk makan.

"Nyari mati lo?" tanya Hazell yang ikut kesal.

"Kalau bisa."

"Heh, mulut lo minta dicium beruang ye!" teriak Hazell bersiap ingin menabok mulut Aiden.

"Udahlah. Gue capek, pengen tidur, Zell. Kalian kalau mau ribut, nyewa lapangan aja. Ntar gue bayar," gumam Aiden sembari menutup matanya dengan lengan.

Hening. Mereka tak bergeming. Mungkin memang benar, Aiden sedang lelah. Mereka tidak tahu, selelah apa Aiden. Meskipun mereka semua mempunyai rasa lelah yang berbeda, namun obatnya tetap sama. Tidur.

"Kalau tidur, jangan lupa berdoa, Den!" peringat Hazell.

"Jangan lupa bangun, Den. Lo belum makan."








==========================================

Kira-kira, Iden bangun ngga?
Harusnya bangun, sih, ya ....

Jangan lupa votment, guys!

See youuu~~

Hi, We Are ZxVorst Team Where stories live. Discover now