lima belas

190 30 6
                                    

Siang berganti sore. Tapi tetap saja negara kecil itu tak kunjung lengang, malahan Singapura kelihatan makin ramai saat jingga menyapa dunia. Langit lagi nemenin Diva jalan-jalan sambil nyari Snack.

"Langitnya cantik ya?" kata Diva yang ga henti-hentinya mendongak menatap hamparan jingga keperakan di atasnya.

"Cantikan kamu sih," sahut Langit yang tersenyum menatap perempuan di sebelahnya.

"Ih, siapa yang ngajarin gombal kaya gitu?" Diva ketawa sambil nyenggol lengan laki-laki itu, salting dikit ga ngaruh bwank.

Mereka lanjut jalan di sekitar situ, sampe akhirnya nemu kedai seafood. Diva memilih buat berhenti dan jajan di situ aja karena nyari yang lain keburu kelaparan dia.

Masing-masing dari mereka memesan sup udang pake sayur sama jamur. Enak sih, apalagi kuahnya itu setengah kental, dan rasanya kaya kaldu banget. Pengen deh dia kasih sambel bawang. Pasti rasanya nambah enak.

"Nih, makan yang banyak."

Langit nambahin aneka side dish ke dalam mangkok Diva. Dia ga tau itu apa aja, warnanya udah kaya pelangi. Ada merah, ijo, oren, ungu.

Perempuan dengan rambut digerai itu menghela napas jengah, "Lang, gue kenyang. Ini tinggal dikit tadinya, kenapa malah Lo tambahin?"

Disabar sabarin kok ini orang nyebelin juga rasanya.

"Yes, i know. But when i left you, You must have only eaten a little." Langit bilang gitu sambil natap cewek itu serius. Perempuan dengan kaos kebesaran warna hitam itu menghela napas kemudian makan lagi tanpa menanggapi ucapan cowok itu.

"Zi, nanti mau jatah ya.."

Mendengar ucapan Langit, Diva sontak tersedak makanan yang sedang dia kunyah. Bisa bisanya pria itu mengucapkan hal semacam itu di tempat umum. Anjir betul.

"Ga!" Tolak Diva mentah-mentah, "Gue ga mau tidur sama Lo. Ga sampe kita married."

"Aaaa, Zizi. Masa aku disuruh puasa lagi." Langit merengek, dia menduselkan hidungnya di ujung bahu Diva. "Please with cherry on top.."

Diva menatap nyalang ke arah pria itu, "Pan itu salah Lo sendiri, berulah sendiri, kena getahnya kan? Gimana enak?"

Laki-laki dengan kardigan biru dongker itu menggeleng pelan, diambilnya tangan kecil Diva kemudian dikecupnya bagian punggung tangan dan jemarinya.

"Boleh ya, Zi?"

"Ga ada."

"Please.."

"Kalo engga ya engga, Langit. Lagian gue ga yakin Lo emang ga tidur sama cewek lain selama kita sendiri-sendiri waktu itu."

Dahi Langit mengkerut turun, "Aku emang engga tidur dengan perempuan lain. Buat apa aku melakukan itu? Aku sukanya kamu doang."

Diva yang melihat kesungguhan lelakinya itu, kemudian menghela napas. Iya juga sih, dulu pas mereka masih sering nganu aja, Diva beberapa kali melihat Langit ngeblock nomer cewek yang menawarkan diri untuk ngasih service ke dia secara cuma-cuma.

"Ya udah."

Mendengar itu, Langit mendadak berseri. Dia mendekatkan wajahnya ke arah perempuan itu, "Ya udah apa?"

"Iya boleh minta itu."

"Seriously?!"

Diva menggerakkan kepalanya naik turun, Langit memekik senang. Dia kemudian membubuhkan sebuah kecupan di belah manis perempuan itu.

"That's why i love you, Zi?"

"Maksud Lo, Lo sayang gue karena gue mau tidur sama Lo hah?" Tanya Diva dengan tatapan menghunus.

"Ngga gitu, love. Maksud aku, kamu baik hati."

Dan sampailah di saat mereka kembali dari kulineran. Rumah Langit kelihatan sepi, dan pria itu dengan semangat mengangkat wanita muda itu, kemudian berlari dengan riang ke dalam ruang kamarnya.

Mendadak Diva juga jadi deg-degan, sudah lama sejak terakhir kali mereka melakukannya. Dia takut kalau mungkin sexual tension di antara mereka sudah berubah dan apa mungkin dia masih bisa menjadi partner anu-nya Langit atau engga.

"Kenapa mukanya gitu?" Tanya Langit yang barusan mengunci pintu dan mematikan lampu utama. Dia berjalan ke arah Diva sambil melepas atasannya. Langit masih sama, laki-laki dengan tubuh yang isinya otot di sana sini.  Bahkan jika diperhatikan lagi, bisepnya makin besar.

"Ngga." Diva melemparkan pandangannya pada dinding putih yang berdiri kokoh di sana.

Langit melemparkan pakaiannya le sembarang arah, kemudian turun untuk bergabung dengan perempuan itu. Ia mengungkung Diva dalam lengannya yang tebal.

"Muka kamu ga bisa bohong, Sayang. Jujur, kamu mikir apa?"

"Engga, aku ga mikir apa apa!" Elak perempuan itu.

"Liar," desis Langit, ia kemudian menempelkan bibirnya pada milik gadis itu. Kecupan kecil itu perlahan berubah menjadi ciuman yang menghantarkan panas pada gemuruh dada keduanya.

Di saat Diva mulai membalas ciumannya, Langit menarik diri dan mengambil jarak dari wanita itu. Membuat Diva menautkan alisnya bingung.

"Tell me about anything in your mind, Zi. Be honest."

"Lang, ini ga penting. Even if i tell you about it, nothing Will change."

"Everything can change, Zizi." Langit menatapnya datar, perempuan itu menghela napas kemudian merubah posisinya menjadi duduk, dia menunduk. "Bilang ke aku, Zizi. Aku pasangan kamu, I'll help you with any problem you have."

"Aku takut, aku ga bisa muasin kamu."

Mendengar statement itu, Langit menutup mulutnya. Diva mendelik ke arahnya, "Jangan ketawa ih!"

Tangan Langit terlepas, dia kemudian menarik tubuh kecil Diva ke dalam pelukannya. Hangat dan nyaman. Seperti mereka memang diciptakan untuk satu sama lain. Saling melengkapi.

"Aku seneng banget kamu mikirin aku," jujur laki-laki dengan mata bulat itu, "dan ini pertama kalinya kamu ngomong sama aku ga pake Lo gue."

Mendadak Diva sadar, iya juga. Kerasukan apa dia barusan heh?

"Eh? Ng-ngga gitu maksud gue—" Langit menempelkan bibirnya lagi. "No 'Lo gue' again from now. Kalau melanggar, aku cium."

Peringatan Langit itu membuat Diva menatapnya tajam, "Ya udah, Lo—"

Cup!

"Langit! Belom selesai ngomongnya ih!" Perempuan itu mendumel. "K-kamu juga ga boleh cium cium sembarangan! Kalo sembarangan nanti puasa sebulan!"

Laki-laki itu mendengus, "It's not fair, Zi. Argumen ditolak."

"Loh, kok gitu? Ka-kamu kan anu. Maksud aku, kamu kan suka cium aku tanpa izin."

"Kan semua part of your body is my asset."

Plak!

Diva dengan kesal menggeplak jidat Langit, dia kemudian bergerak untuk memunggungi laki-laki itu. Sebel banget, dikira dia itu barang apa?

"Udah, ga jadi dapet jatah. Aku ga mau. Males!"

"Loh, Zi?"

"Diem, i don't talk with you."

"Alah, Zizi. Tadi kan mau ngasih. Ayo lah, udah tanggung loh ini. Masa aku dikasih harapan palsu."

"Bodo amat, ga denger!"


[Wajib follow dan komen] 😌👍

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 30, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Boyfriend Where stories live. Discover now