two

370 23 1
                                    

(Saya janji bakal komen dan vote)
Hayo udah janji.😁👋

-

“CK! I SAID DON'T BITE! DENGER GA SIH!” pekik perempuan itu murka.

Lelaki yang sedang menempel pada lehernya itu terkekeh mendengar itu. Setelah semalaman menahan buddy-nya, akhirnya pagi ini Langit bisa merasa lega.

Calm down, Zi. Kamu hari ini ga ada kelas kan?” tanya Langit di sela sela kegiatannya.

“Ya kalo gue ga ada kelas, gue ga bakal peringatin lo, dumb!”  Sembur perempuan dengan surai berantakan akibat ulahnya itu.

Cup!

Langit mengecup bibir itu gemas, “Can you stop acting cute? Gara-gara kamu kita harus lanjut lagi, jangan salahin aku.”

Setelah berkata demikian, pemuda dengan tubuh tegap itu mendorong lembut pundak perempuan itu hingga berada di bawah kungkungannya.

“Sialan, gue mau—hmppt!”

Sebuah mobil tampak melaju kencang di jalanan. Menyalip nyalip beberapa kendaraan lain. Di dalamnya ada sepasang muda-mudi yang tengah duduk. Diva dan Langit. Suasana di dalam mobil itu jauh dari kata sepi.

Suara radio yang menyiarkan lagu pop milik salah satu penyanyi Indonesia beradu dengan omelan Diva yang sesekali melemparkan tatapan membunuh pada pemuda yang duduk di kursi pengemudi. Kalau saja tadi mereka menyudahi kegiatan olahraga paginya lebih cepat, pasti Diva nggak akan terlambat.

Mobil berhenti di bawah pohon perindang. Di belakang sebuah mobil inova. Diva buru-buru turun, cewek itu kemudian berlari meninggalkan Langit yang hanya geleng-geleng karena ulahnya.

“She's just too great.” Langit tersenyum kemudian melepas seat-belt dan melangkah keluar dari mobil. Dia akan menunggu di kantin saja.

Kebetulan semester ini dia mengambil matkul dari universitas lain dan itu dilakukan secara daring, jadi Langit tidak perlu ambil pusing tentang kuliahnya.

“Lah, ngapain ke kampus lo, Lang? Bukannya lo gada matkul ya?” Seseorang duduk di sebelah Langit yang sibuk mengecek ponselnya.

Namanya Vino. Anak DKV yang juga merupakan teman akrabnya. Ntah bagaimana cara mereka kenal dulu, tau tau akrab aja.

“Emang ga ada. Pengen aja,” dalih Langit kemudian meminum coffee latte nya.

Ponsel cowok itu mendadak menyala, Vino yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya pun melongok. Terpampang id callernya ; my love.

“Kok ga diangkat?” herannya.

Langit hanya membisu dengan memandang jauh. Vino mengangkat bahunya tak peduli. Toh, lagian bukan urusannya juga.

Tangan Langit bergerak mengambil bungkusan rokok di sakunya, ia kemudian memantik api dan membakar ujung lintingan tembakau yang terselip di bibirnya yang kemerahan. Tak butuh waktu lama kepulan asap rokok sudah menguasai udara.

Tatapan Langit berkelana, kampus sudah cukup ramai. Para mahasiswa berlalu lalang dengan masing-masing kesibukannya. Langit sendiri menyipit menangkap sosok Aldy yang berjalan dari kejauhan.

Saat pemuda itu sudah melewati mereka, pesan dari gadis yang pagi tadi menghangatkan ranjangnya masuk.

Stargirl
• my boy will pick me up

Membaca deretan pesan singkat itu, embusan rokok Langit keluar. Ah, menyebalkan! Padahal dia sudah mengosongkan jadwal untuk hari ini. Rencananya Langit akan mengajak perempuan itu belanja karena dia lihat beberapa produk make up Diva hampir habis.

Langit sebenarnya tidak pernah merasa keberatan jika harus memberi 'jajan' kepada cewek itu, ia justru merasa senang jika Diva merengek untuk memintanya membelikan sesuatu. Tapi sayang sekali, alih-alih merengek, perempuan itu lebih memilih tidak jadi membeli barang idamannya.

Ya sudahlah, Langit bangun dari tempat duduknya. Meraih ponsel hitam miliknya di atas meja dan berlalu dari sana.

"Gue cabut."
-
[Comment section]

Boyfriend Where stories live. Discover now