delapan

179 16 4
                                    

Di sebuah ruangan dengan gaya interior serba putih, terdapat dua insan yang baru saja selesai dengan kegiatan panas mereka. Saat ini mereka tak mengenakan apapun, hanya selimut yang menutupi tubuh polos mereka.

Tadi setelah nonton film, Diva sempat merajuk karena Langit yang mencium dirinya. Langit yang ga bisa banget liat itu cewek manyun manyun sambil bersungut-sungut saat ngeliat dia terus minta maaf.

Minta maafnya ga ikhlas anjir. Soalnya kalo ga minta maaf pasti sekarang mereka ga ada di sini. Diva pasti balik ke kost dan Langit ga mau menyakiti buddy-nya yang ga sengaja kepancing.

"Zi," panggilnya pada perempuan yang sedang tengkurap di sebelahnya itu. Diva cuma menoleh, ngga ngomong apa apa.

"I'll go to Singapore at this weekend."

Alis perempuan itu naik sebelah, "Mau balik?"

"Iya, pulang. Sekalian meet my girlfriend."

"Oh, ya udah. Take care," sahut Diva kemudian kembali menatap ke ponselnya yang sedang memutar Drakor.

Langit menghela napas, dia udah memikirkan keputusannya sejak lama. Tentang Catherine, ceweknya yang ada di Singapura, dia udah pacaran sejak mereka masih ada di bangku sekolah. Terhitung sudah 4 tahun mereka pacaran.

Maminya juga udah kenal sama Cath karena mereka dulu sering ke rumah. Langit itu aslinya anak mami banget. Makannya pas semalem dia di telepon suruh balik karena maminya kangen, Langit langsung pesen tiket.

Matanya kembali melirik ke punggung perempuan di sebelahnya. Diva dan segala tingkahnya, sudah menjadi warna baru yang berhasil membuatnya merasa lebih hidup sejak setahun terakhir. Mungkin kalau tidak bertemu perempuan itu dulu di rumah Gavin, dia ga akan pernah sesenang ini.

-flashback-

Matahari udah beringsut turun dari langit yang seharian ini menjadi tahtanya. Senjanya mampu membuat sebagian orang seolah tersihir untuk diam dan duduk untuk sekedar menikmati jingganya.

Rumah yang berada di kawasan pinggir kota itu tampak ramai oleh muda mudi yang sibuk bercanda dan tertawa. Gavin, Rey, dan Alex. Tiga pemuda itu adalah inisiator dari semua kegiatan ini.

Gavin yang sering ditinggal kerja Ayahnya memilih mengajak teman-temannya ke rumah dan melakukan barbeque -an. Masing-masing dari mereka harus membawa teman-teman atau minimal pacar lah.

Dan kebetulan saat itu Diva adalah pacar dari Rey. Awalnya dia ga mau ikut karena dia kira cuma cowok cowok doang tapi Rey membujuknya dan bilang kalo temen-temennya bawa ceweknya juga. Pun akhirnya Diva menyetujui untuk ikut.

Langit di sana bergabung sebagai teman Rey. Tapi Diva ga tau kalo mereka temenan. Suasana di sana ramai sekali, orang-orang mudah akrab apalagi Diva yang notabenenya supel dan suka nimbrung omongan orang.

"Ih, Zizi! Ketemu lagi!" Teriak pacar Gavin antusias.

Mereka selalu seperti ini jika ketemu. Natha namanya, orangnya supel juga sebelas duabelas lah sama Diva. Mungkin karena sifat itulah keduanya mudah akrab.

"Eh, Natha Dateng jugaa?! Ih senengnya!" Kedua perempuan itu lantas berpelukan layaknya Teletubbies.

"Tau ga sih, Zi! Tadi tuh..." Dan obrolan mereka mengalir hingga malam tiba. Baru saat jam menunjukkan pukul 9, Gavin mendatangi mereka dan berkata bahwa Natha harus pulang. Mereka pun berpisah.

Rey entah berada di mana, Diva kemudian memilih untuk duduk di dekat tembok. Dia ga lupa ngambil soft drink dan mulai nonton Drakor sendirian, soalnya itu habis dapet notifikasi kalo ada episode baru jadi dia harus banget cepet cepet nonton. Ga mau dia kalo sampe ketinggalan.

"Kok sendiri?" Seseorang tiba-tiba mendatanginya.

Perempuan itu mendongak dan mendapati sosok tampan dengan wajah tipikal asia Timur berdiri dengan gelas di tangan kanannya.

"Engga sendiri kok," jawabnya. "Ini kan ada elo."

Pemuda itu terkekeh, "well, you're right. But you know what i mean exactly."

"Gue lagi nonton Drakor," jelas Diva. "Lo suka Drakor ngga?"

Laki-laki itu menggeleng, " boleh duduk ga?"

"Duduk mah, duduk aja. Ngapain izin, kan gue bukan Tuhan."

Kemudian, pemuda itu malah duduk di depannya. Di tanah anjir. Diva mengernyit bingung, dia sampe menghentikan kegiatannya dan menaruh ponselnya.

"Ngapain?" Wajah perempuan itu kelihatan bingung, heran dengan pemuda itu.

"Duduk," jawabnya.

"Ya, anjir! Gue juga tau kalo duduk!"

"Terus kenapa nanya?"

Dari situ Diva udah mulai ngamuk-ngamuk gais. Kelihatan aslinya deh. Ya walaupun yang sebelumnya juga bukan sifat palsu sih.

"Idih aneh banget ni orang," gerutu Diva. Padahal dia sendiri juga ga kalah anehnya gitu loh. Kenapa harus begini sih pola pemikiranmu wahai perempuan gila?

"I'm Langit."

"Langit tanpa bulan dan bintang?" Kan randomnya keluar.

"You must be Zizi. Pacarnya Rey kan?"tanya Langit.

Perempuan itu mengernyit, "Kok tau? Stalker ya Lo?"

"Rey sering cerita tentang kamu waktu lagi nongkrong." Diva manggut-manggut saja, PD banget orang kaya dia distalk emang dia cewek apaan?

Intinya percakapan mereka awalnya cuma basa basi doang. Ga ada yang serius, sampe pada suatu ketika. Diva ngebet banget buat nyobain alkohol, tapi Rey ga ngebolehin. Iya lah orang gila aja yang ngebolehin cewenya minum minum.

Dan saat itu Diva ngehubungin Langit. Posisi mereka udah lumayan akrab karena Diva sering nanyain Rey ke Langit.

And here we go..

-
[End.]







































































🙏😁

Boyfriend Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum