Unexpected Love 3

2K 194 32
                                    

Beberapa hari berlalu, hubungan Jeno dan Donghyuck mulai membaik, tak lagi saling menghindari tatapan mata. Meskipun mereka masih sering cekcok untuk hal-hal sepele.

"Lo mau ke mana pagi-pagi gini udah rapi?"

"Bukan urusan lo!"

"Cih, keluyuran aja kerjanya." Seperti yang Jeno katakan, Donghyuck tak lagi mengurusi urusan pemuda April itu, ia memilih untuk melanjutkan kegiatan sarapannya.

Sabtu pagi, saatnya Jeno pergi bekerja. Dia sudah mencoba mempertahankan mood bagusnya, dia tidak mempedulikan cibiran Donghyuck yang berpotensi merusak harinya itu. Ia sudah duduk manis di dalam bis sambil memperhatikan jalanan yang ia lewati setiap harinya.

Tes.

Ah, lagi.

Jeno buru-buru mengusap darah yang menetes dari hidungnya dengan sapu tangan. Entah kenapa dia sering mimisan tanpa sebab akhir-akhir ini. Ia ingin memeriksakannya ke dokter, tapi ia terlalu takut untuk mengetahui hasilnya. Apalagi setelah browsing di internet, Jeno tahu hasilnya tidak akan baik. Jadi selama ini dia menyembunyikannya dan bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja.

Sekuat tenaga ia menahan diri agar tidak menganggu pekerjaannya. Ia mengesampingkan denyutan hebat di kepalanya dan tetap bersikap profesional melayani para konsumen yang datang. Tapi ternyata semangat bekerjanya tidak bertahan lama kala mimisan itu datang lagi dan malah membuat para pegawai lain ikut khawatir dengan kondisinya.

"Jeno, lebih baik kamu pulang saja, istirahat total di rumah ya."

"Tapi.."

"Tidak ada tapi-tapian. Besok juga kau tidak perlu masuk dulu, istirahat saja ya sampai kau benar-benar pulih."

"Terima kasih banyak pak."

Untungnya Jeno punya bos yang baik hati dan manusiawi, tidak memaksakan pegawainya untuk terus bekerja saat badan tidak dalam kondisi fit. Meskipun tetap saja konsekuensinya adalah potong gaji. Oleh karena itulah Jeno pada awalnya menolak untuk pulang agar bisa beristirahat di rumah.

Jeno hanya bekerja selama dua jam hari itu. Dia pun memutuskan untuk segera pulang sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi padanya, mengingat pening di kepalanya semakin menjadi-jadi. Tapi di perjalanan pulang, saat ia menunggu bis datang, ia tak sengaja melihat seseorang yang tengah dirampok oleh sekelompok preman.

Tanpa berpikir panjang, Jeno langsung membantu orang itu melawan para preman. Tidak sia-sia ia belajar bela diri dan sering berkelahi dengan orang-orang, kemampuannya itu akhirnya berguna untuk mengalahkan para preman dan mengembalikan tas yang dirampok tadi kepada pemiliknya.

"Terima kasih banyak Nak, kau sudah menolongku."

"Tidak apa, sudah menjadi kewajiban untuk menolong orang yang sedang kesulitan."

"Kau tidak apa-apa? Hidungmu berdarah." Orang itu sangat khawatir pada sosok penolongnya ini, karena dia terluka setelah membantunya.

Jeno buru-buru mengelap hidungnya menggunakan jaketnya. "Aku baik-baik sa.."

Bruk.

Belum sempat Jeno menyelesaikan ucapannya, dia sudah pingsan di tempat membuat orang itu kaget sekaligus takut.

"Astaga! Nak!"

Orang itu pun segera membopong Jeno ke dalam mobilnya untuk dibawa ke rumah sakit.

~Rumah sakit~

Ah. Jeno benci saat ia harus terbangun dalam kondisi lemah seperti itu. Apalagi sekarang bukan langit-langit sekolah atau pun kamarnya melainkan langit-langit rumah sakit yang seluruh ruangannya didominasi warna putih.

Hyuckno StoryWhere stories live. Discover now