#9 : Us.

0 0 0
                                    

Happy Reading .......












Killian mengendarai McLaren Elva miliknya. Memecah angin, emosinya saat ini tidak stabil. Harry begitu gila pikirnya, bagaimana bisa dia membiarkan penjahat untuk tetap hidup? Sampai mati pun akan dia cari pelaku pembunuh adiknya.

"Tidak akan termaafkan".

Dirinya jauh-jauh ke Berlin hanya untuk menemukan pelakunya, memaafkan? Itu tidak akan pernah terjadi bahkan jika pelakunya bersujud. Bahkan melihat jasad pelaku tersebut pun belum pantas untuk ia maafkan. Sedalam itu dendam Killian sesakit itu juga dirinya terluka.

"Aku butuh ketenangan sejenak".

Entah kemana ia membawa pergi dirinya. Dia hanya menyetir tanpa arah sampai setengah jam lamanya. Dilihatnya hamparan lautan indah. Killian memutuskan untuk berada di sana.

Killian memarkirkan McLaren Elva miliknya. Ia pun berjalan menyusuri tempat itu. Dirinya tidak menyangka ternyata ada tempat seindah ini di Berlin. Matanya melihat ke laut yang tenang itu.

"Kakak.." seorang anak kecil mendongkakkan wajahnya saat merasa ada yang mendekat. Wajah cantiknya dipenuhi air mata.

Killian mendekatinya "jangan menangis, kakak akan selalu ada di sisimu". Killian memeluknya.

"Aku sendirian kak..". Air mata itu kembali lolos pada pipi gembulnya.

"Kakak disini, tidak akan meninggalkan adik kesayanganku ini".

Anak itu melirik ke arah Killian.

"Kakak janji tidak akan meninggalkanku?".

"Janji".

Ingatan masa lalu, janji yang dahulu ia ucapkan hanya sekedar janji sahaja.

"Nyatanya kau yang meninggalkan lebih dahulu". Killian tersenyum miris.

Tidak bisakah sekali saja dunia ini memberikan kedamaian padanya? Dia lelah sekali rasanya. Ingin menyerah tetapi adiknya pasti akan merasa kecewa karena ia tidak menemukan pelakunya.

"Akh.. tiba-tiba aku merindukannya". Sejenak wajah seseorang terlintas dalam kepalanya. Seseorang yang ia rasa mampu memberikan kedamaian padanya.

Killian mengalihkan pandangannya. Sejenak terhenti saat melihat seseorang di ujung sana. Seperti tidak asing. Ia pun menajamkan penglihatannya. Dan.. Killian tersenyum.

-
-
-

"Huft.. inhale Exhale". Berulang kali kalimat itu Ana ucapkan. Obatnya memang efektif tapi dia masih butuh pengalihan.

Ana tidak sadar kalau saat ini ada seseorang yang berjalan mendekat.

"Inhale Ex-". Kalimat itu terhenti saat ada yang menyapa. Ana pun menoleh ke belakang.

Ana mengerjap, kali ini apa lagi? Kebetulan bertemu? Dia ragu akan hal itu sekarang, pria ini seperti penguntit saja pikirnya.

"Why you here? Ah, maksudku bagaimana kau bisa ketempat yang jarang di temui oleh orang?". Ungkap Ana.

Killian tersenyum, pasti wanita di depannya ini menganggap dia adalah penguntit.

"Aku hanya singgah untuk bersantai, tapi ternyata aku melihat seseorang yang tidak asing".

"Hmm". Ana mengangguk paham.

"Kau sendiri apa yang kau lakukakn di tempat sepi seperti ini".

Ana menoleh sejenak, lalu ia tersenyum tipis. "Ini adalah tempat untuk ku menenangkan diri, sepi hanya ada diriku dan aku".

Goodbye My Princess Onde as histórias ganham vida. Descobre agora