d-16 | keep your head up, princess! pt. 2

Start from the beginning
                                    

Lalu, di sebelah kiri bedroom terdapat pintu menuju living and dining area. Di sisi lain, tersedia balkon super besar dengan satu sofa panjang di satu ujung dan set meja makan dengan empat kursi di ujung lain. Sayangnya, satu balkon ke balkon kamar lain bisa saling melihat dengan jelas.

"Kalau butuh apa-apa, langsung WA saya ya, Mbak." Butler mereka pamit setelah membantu memasukkan koper ke salah satu space di wardrobe.

Trinda mengangguk. Sekali lagi merasa jantungnya nggak bisa diajak bekerja sama.

Begitu hanya tinggal berdua, Mas Ismail langsung ke kamar mandi, sementara Trinda nggak tahu mau ngapain dan pilih kabur ke balkon untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

This is too much.

Padahal Trinda yang menginginkan booking satu kamar berdua, tapi nggak mengurangi fakta bahwa dia amat gugup sekarang.

Every space in the suite is connected, barely any privacy.

Mungkin Trinda gugup saking senang? Kapan lagi mereka berdua betul-betul nggak terpisah selama dua kali dua puluh empat jam? Tentu Trinda tidak sabar menunggu progress apa yang akan mereka buat selama akhir pekan ini?

More talking, yes, of course. Deep talk. Deep talk is the ultimate way to build an emotional bond, no? Then the physical bond too, if she may fantasize about dirty stuff.

Jantung Trinda makin meronta-ronta membayangkan yang kotor-kotor.

Lalu tiba-tiba Mas Ismail muncul di pintu.

"Gue tidur sebentar ya. Feel free buat jalan-jalan sendiri dulu, atau cari makan kalau udah laper."

Trinda mengangguk tanpa menoleh. Yakin mukanya terlalu merona untuk dipertontonkan.

Selang beberapa detik, sosok yang membuat dadanya bertalu-talu itu sudah ambruk di tempat tidur.


~


Trinda memutuskan nggak ke mana-mana. Tetap duduk di balkon yang menghadap ke gunung-gunung berkabut sambil ngemil buah-buahan complimentary snack mereka.

Hari ini memang nggak ada rencana ke mana-mana. Hanya dinner di campervan nanti malam. Lalu dini hari berangkat ke Bromo, picnic brunch di sana. Sorenya spa, dan santai-santai di hotel sampai waktunya checkout besok lusa.

Sejujurnya, weekend getaway macam begini adalah favorit Trinda. Kalau lagi ada uang jajan berlebih, she loves pampering herself with luxury—pergi ke hotel, perbaikan gizi di restoran-restoran omakase, perawatan tubuh, dan lain sebagainya yang sejenis. Seandainya Mas Ismail bukanlah cowok yang dia suka dan belum membalas perasaannya, melainkan adalah pacarnya, maka liburan kali ini jelas akan sempurna.

Beres mengonfirmasi semua itinerary, Trinda memutuskan pergi mandi. Berendam sambil menunggu Mas Ismail bangun.

Setengah jalan menuju bathroom, langkah Trinda terhenti. Sesaat tatapannya terarah ke Mas Ismail yang sudah lelap, berbaring diagonal di atas kasur, dengan sisi wajah menghadap padanya.

Gosh.

Apa yang lebih nyesek dibandingkan dengan berada di dekat orang yang dia cinta, tapi nggak bisa ngapa-ngapain?

Lebih gampang kalau orang yang ditaksir ini nggak terjangkau sekalian. Jadi nggak mungkin berharap lebih.

Sedangkan kalau dekat begini, harapan Trinda tumbuh subur dengan sendirinya, nggak bisa dia cegah.

Dated; Engaged [COMPLETED]Where stories live. Discover now