7 | it must be exhausting rooting for the anti-hero

14.2K 1.9K 94
                                    


Mail nggak bohong sewaktu dia bilang mendadak ada urusan. Missed call dari Oscar dan Ilyas—tim legal Nowness—menjadi notifikasi teratas begitu dia menyalakan layar ponsel sembari menunggu bubur ayam pesanannya pagi tadi. Belum lagi rentetan pesan masuk yang mengantre untuk dibaca sejak terakhir kali dia online semalam.

Pesan pertama dari kontraktornya di Bali, mengirim weekly report. Dia abaikan dulu karena membacanya butuh konsentrasi penuh.

Dia gulirkan layar hingga menemukan nama Ilyas.

'Boss, call me back ASAP. Bad news.' Begitu bunyi pesan singkat dari karyawannya itu.

Mail mengangkat kepala dari layar handphone. Melihat antrean buburnya masih panjang, lelaki itu menekan opsi call. "Gimana, gimana?" tanyanya begitu Ilyas mengangkat panggilannya.

"Mbak Zora." Terdengar helaan napas panjang di seberang. Ada jeda beberapa detik sebelum Ilyas melanjutkan, ""Mbak Zora." Terdengar helaan napas panjang di seberang. Ada jeda beberapa detik sebelum Ilyas melanjutkan, "Akhirnya beneran ngegugat Ohim. Ruko kita masuk harta gono gini, kan. Tadinya gue tenang-tenang aja, paling banter kalo unit yang kita sewa masuk bagian Ohim, ganti landlord doang. Ternyata ada masalah utang-utangan juga. Gue belum dapet kepastian sih, mana-mana aja yang dijaminin ke bank. Baru banget dia ngabarin tadi pagi." 

What the—

Mail nggak sanggup berkata-kata. Bingung harus berbelasungkawa ke Zora atau ke dirinya sendiri.

Zora ini adalah tuan tanahnya, pemilik ruko Cikini, Cipete, dan Menteng yang disewa Nowness. Sialnya, ketiga outlet tersebut adalah pilar usahanya. Cikini adalah tempat Nowness pertama kali berdiri. Ibaratnya, kalau nama Nowness disebut, ya orang-orang akan langsung teringat outlet Cikini. Sementara itu, dua outlet lainnya berkontribusi paling besar terhadap keseimbangan neraca.

"Tadi dia cerita sambil nangis-nangis, jadi gue nggak bisa banyak ngulik. Gue usahain Senin udah jelas semua."

Tiga outlet tutup sekaligus, mati lah. Mail menekan pelipisnya, mendadak merasa sakit kepala.

Antrian bubur mulai menipis, lunch box yang tadi dia bawa kini sudah berada di tangan Pak Abdul.

Mail berusaha tetap waras. "Igor udah lo kabarin?"

"Lagi honeymoon kan dia. Baru juga berangkat kemarin sore."

Right. Sekarang ini weekend, dan dia tidak bisa berbuat banyak. "Ya udah, Senin aja kita bahas lagi."

Buburnya beres dibuat. Pak Abdul menyerahkan tas berisi dua lunch box miliknya.

One step at a time. Mail mengingatkan diri sendiri. Sekarang yang bisa dia lakukan adalah sarapan dulu, kemudian pamit ke Trinda.

~

Mail menepikan kendaraannya, khawatir bakal nabrak kalau ngeyel jalan terus.

Kesepuluh jarinya kebas. Kepala pening. Pandangannya mengabur. Belum lagi nyeri pada rahang akibat pukulan Gusti tadi.

What a worst day ever.

Sejenak dia pijit jembatan hidungnya sambil berpikir.

Kontrak sewa ketiga tempat tersebut belum lama diperbarui. Kalau biasanya dia meneken kontrak per dua tahun, maka ketiga tempat istimewa ini mendapat pengecualian karena keserakahannya. Kalau dihitung kasar sisa kontak tiga sampai empat tahun, maka nilainya masih di atas sepuluh miliar. Mail bisa gila.

Dated; Engaged [COMPLETED]Where stories live. Discover now